Kendari (ANTARA News) - Pemerintah Sulawesi Tenggara melalui Dinas Sosial harus peka terhadap keberadaan anak usia dini dan orang tua lanjut usia yang menjadi pengemis di jalan raya maupun di sekitar rumah ibadah.
Wakil Ketua DPRD Sultra Sabarudin Labamba di Kendari, Rabu mengatakan, keberadaan anak pengemis dan orang tua lanjut usia perlu pengamatan yang cermat karena disinyalir diorganisir oleh oknum tertentu.
"Mungkin keberadaan mereka di sekitar lampu pengatur lalulintas untuk mengemis bukan semata-mata keterpaksaan memenuhi kebutuhan hidup tetapi bisa saja diperalat oleh seseorang atau kelompok tertentu," kata Sabarudin, politisi PAN.
Fenomena pengemis dari kalangan anak usia dini butuh perhatian serius dari negara melalui instansi terkait karena keberadaan mereka mengganggu kenyamanan orang lain.
"Ada yang berpendapat bahwa keberadaan pengemis adalah dinamika kehidupan dalam wilayah perkotaan tetapi tidak positif baik bagi pengemis maupun pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, Dinas Sosial selaku instansi yang relevan menangani masalah sosial harus proaktif menangani komunitas pengemis di jalanan.
Pengamat sosial kemasyarakatan Siti Murni mengatakan praktek mengemis yang dipertontonkan anak usia dini mengisyaratkan kemiskinan itu masih ada.
"Idealnya program pemerintah memberantas kemiskinan tidak hanya menjadi ilusi tetapi menjadi kenyataan," katanya.
Artinya, anak usia dini dan orang tua lanjut usia tidak lagi berdiri di lampu pengatur lalulintas atau sekitar rumah ibadah untuk mengemis.
Namun, yang paling prinsip dari keberadaan anak dan orang tua lanjut usia sebagai pengemis adalah sinyalemen adanya oknum yang mengeksploitasi mereka.
"Mungkin keberadaan mereka sebagai pengemis bukan semata-mata tekanan ekonomi tetapi disinyalir dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab," katanya.
Data UPTD Panti Sosial Anak dan Remaja Dinas Sosial Sultra bahwa pemerintah membina sedikitnya 65 orang akan kategori bermasalah.
Kepala UPTD Panti Sosial Anak dan Remaja Dinas Sosial Sultra Ratna Sinyo mengatakan 65 orang anak bermasalah mengenyam pendidikan tingkat sekolah dasar (SD) sebanyak 12 orang, SLTP 21 orang dan sisanya bersekolah di tingkat SMU/SMK sederajat.
Selama dalam binaan Panti Sosial diberikan Rp20.000 per orang per hari dengan perhitungan tiga kali makan (pagi, siang dan malam), sementara untuk biaya transportasi ke sekolah diberikan sebesar Rp3.000 orang per hari.
Ada juga yang dibina dengan berbagai keterampilan, antara lain, menjahit, tata rias dan tukang kayu yang jumlahnya hanya mencapai belasan orang. (Ant).