Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan percepatan penurunan stunting atau kekerdilan agar perencanaan berbagai kegiatan semakin baik
"Untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting secara nasional, diperlukan laporan rutin dari seluruh capaian indikator kunci kegiatan lintas Kementerian dan Lembaga, baik per semester maupun tahunan, seperti yang diamanahkan dalam Perpres nomor 72 tahun 202", kata Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. O.G (K) dalam sambutannya pada rapat konsolidasi yang membahas Capaian dan Kendala dalam Pelaksanaan Perpres No.72 Tahun 2021 dan RAN Pasti 2021 - 2024 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta secara luring dan daring, Selasa (13/12/2022)
Masalah prevalensi stunting secara nasional di Indonesia merupakan akumulasi dari 6 provinsi dengan prevalensi stunting yang tergolong sangat tinggi (di atas 30%), 22 provinsi dengan masalah stunting yang tergolong tinggi (antara 20% hingga 30%), dan hanya 6 provinsi dengan masalah stunting yang tergolong medium (antara 10% hingga 20%).
Meski ada 14 provinsi dengan prevalensi stunting di bawah angka nasional, namun baru 6 provinsi yang angka stuntingnya di bawah 20%, yaitu Kepulauan Bangka Belitung Lampung; Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Provinsi Bali.
Untuk mencapai target prevalensi stunting 14% pada 2024, jelas dibutuhkan penguatan kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk memastikan akses lengkap intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh keluarga berisiko stunting.
Baca juga: BKKBN gencarkan KIE percepat penurunan stunting
Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. O.G (K) dalam sambutannya berharap pertemuan itu menjadi suatu momentum untuk menyelesaikan semua indikator kinerja dan definisi operasional sehingga akan jadi referensi terhadap capaian berikutnya.
“Walaupun angka pastinya masih dalam proses, karena hasil data PK juga belum selesai, tapi setelah pertemuan ini sampai akhir Desember semua angka-angka juga diharapkan bisa selesai. Sehingga benar-benar mempunyai base line capaian indikator di tahun 2022 Untuk mengukur tahun berikutnya," ujar Hasto.
Dalam perjalanannya menurunkan angka stunting selama kurang lebih dari tahun ini sudah ada pengalaman dan catatan penting yang bisa dijadikan refleksi untuk tim BKKBN dan Tim Percepatan Penurunan Stunting.
“Masukan dari Bapak ibu semua dalam pertemuan ini, termasuk kendala yang ditemui di lapangan akan menjadi dasar pembuatan strategi baru, langkah baru untuk melanjutkan langkah yang sudah ada dan strategi baru agar ada peningkatan di tahun 2023," tambah Hasto.
Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan dan BKKBN.
Baca juga: BKKBN sebut kemiskinan musuh bersama dalam pengentasan stunting
"Untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting secara nasional, diperlukan laporan rutin dari seluruh capaian indikator kunci kegiatan lintas Kementerian dan Lembaga, baik per semester maupun tahunan, seperti yang diamanahkan dalam Perpres nomor 72 tahun 202", kata Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. O.G (K) dalam sambutannya pada rapat konsolidasi yang membahas Capaian dan Kendala dalam Pelaksanaan Perpres No.72 Tahun 2021 dan RAN Pasti 2021 - 2024 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta secara luring dan daring, Selasa (13/12/2022)
Masalah prevalensi stunting secara nasional di Indonesia merupakan akumulasi dari 6 provinsi dengan prevalensi stunting yang tergolong sangat tinggi (di atas 30%), 22 provinsi dengan masalah stunting yang tergolong tinggi (antara 20% hingga 30%), dan hanya 6 provinsi dengan masalah stunting yang tergolong medium (antara 10% hingga 20%).
Meski ada 14 provinsi dengan prevalensi stunting di bawah angka nasional, namun baru 6 provinsi yang angka stuntingnya di bawah 20%, yaitu Kepulauan Bangka Belitung Lampung; Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Provinsi Bali.
Untuk mencapai target prevalensi stunting 14% pada 2024, jelas dibutuhkan penguatan kerjasama berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk memastikan akses lengkap intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh keluarga berisiko stunting.
Baca juga: BKKBN gencarkan KIE percepat penurunan stunting
Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. O.G (K) dalam sambutannya berharap pertemuan itu menjadi suatu momentum untuk menyelesaikan semua indikator kinerja dan definisi operasional sehingga akan jadi referensi terhadap capaian berikutnya.
“Walaupun angka pastinya masih dalam proses, karena hasil data PK juga belum selesai, tapi setelah pertemuan ini sampai akhir Desember semua angka-angka juga diharapkan bisa selesai. Sehingga benar-benar mempunyai base line capaian indikator di tahun 2022 Untuk mengukur tahun berikutnya," ujar Hasto.
Dalam perjalanannya menurunkan angka stunting selama kurang lebih dari tahun ini sudah ada pengalaman dan catatan penting yang bisa dijadikan refleksi untuk tim BKKBN dan Tim Percepatan Penurunan Stunting.
“Masukan dari Bapak ibu semua dalam pertemuan ini, termasuk kendala yang ditemui di lapangan akan menjadi dasar pembuatan strategi baru, langkah baru untuk melanjutkan langkah yang sudah ada dan strategi baru agar ada peningkatan di tahun 2023," tambah Hasto.
Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan dan BKKBN.
Baca juga: BKKBN sebut kemiskinan musuh bersama dalam pengentasan stunting