Jakarta (ANTARA) - Pelaku industri teknologi finansial menilai masyarakat perlu semakin waspada supaya tidak berurusan dengan aplikasi pinjaman online ilegal.

CEO Investree, Adrian Gunadi, menyarankan masyarakat mengecek keabsahan suatu tekfin melalui situs cekfintech.id. Jika dihubungi secara langsung oleh seseorang yang mengaku karyawan perusahaan tekfin tertentu, hubungi kontak resmi tekfin tersebut.

"Pelanggan disarankan untuk menghubungi kontak CS sesuai dengan yang tercantum di website atau media sosial resmi untuk mengecek apakah memang benar perusahaan fintech tersebut menawarkan produk secara langsung dan mempunyai karyawan bernama X," kata Adrian, dalam siaran pers diterima di Jakarta, Jumat.

Setelah mengecek legalitas, pastikan mengakses dan masuk ke situs atau aplikasi resmi tekfin tersebut.

Jika terlanjur mengalami kerugian akibat tekfin ilegal, masyarakat sangat disarankan melapor ke kepolisian dan Otoritas Jasa Keuangan.

Untuk melaporkan kerugian, Investree menyarankan untuk mengumpulkan bukti teror, ancaman, pelecehan atau intimidasi yang diterima dari tekfin ilegal tersebut.

Setelah itu, laporkan hal ini ke kantor polisi terdekat. Sambil melapor ke polisi, adukan juga kejadian ini ke situs resmi OJK atau nomor telepon 157 sambil mengirimkan bukti.

Selain itu, laporkan juga ke perusahaan tekfin jika pinjol ilegal itu mencatut nama tekfin resmi, misalnya Investree. Laporan ke tekfin bisa dilakukan dengan mengontak layanan pelanggan (customer service) atau em Ilustrasi - Korban pinjaman 'online' ilegal memperlihatkan sms ancaman yang diterimanya dari aplikasi pinjol ilegal (ANTARA/Laily Rahmawaty/aa)

Sebelumnya Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menangkap 11 orang karyawan dan manajer perusahaan pinjaman daring (online/pinjol) ilegal karena diduga terkait perkara pengancaman dan penyalahgunaan data pribadi para debiturnya.

"Para tersangka dalam kasus ini ada kurang lebih 11 orang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan di Jakarta, Jumat.

Adapun inisial tersangka dengan perannya masing-masing yakni seorang pria berinisial S yang berperan sebagai manajer, perempuan berinisial DRS sebagai pemimpin tim (team leader).

Kemudian laki-laki berinisial MIS, LP, OT, AR, T, AP yang berperan sebagai penagih (desk collection) atau perempuan berinisial IS, JN, FIS, AR juga sebagai penagih.

Karyawan pinjol yang menjadi penagih tersebut turut ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan pengancaman dan penyebaran data pribadi dalam melakukan penagihan.

Para tersangka tersebut ditangkap di beberapa lokasi berbeda antara lain pada 9 Maret 2022 di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kemudian pada 6 April 2022 di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kemudian, pada 25 April 2022 di Kecamatan Kembangan Jakarta Barat, kemudian 24 Mei 2022 di Cengkareng Jakarta Barat, kemudian 25 Mei 2022 di Kalideres Jakarta Barat.

Dalam penangkapan tersebut polisi turut menyita sejumlah barang bukti antara lain beberapa unit laptop, ponsel dan kartu sim telepon seluler (ponsel).

Para tersangka tersebut mengoperasikan sebanyak 58 aplikasi pinjol ilegal yang saat ini semua aplikasi tersebut telah diblokir.

Aplikasi yang dioperasikan 11 orang tersebut yakni Jari Kaya, Dana Baik, Get Uang, Untung Cepat, Rupiah Plus, Komodo RP, Dana Lancar, Dana Now, Cash Tour, Pinjaman Roket, Go Pinjam dan Raja Pinjaman.

Adapun pasal yang dipersangkakan kepada para tersangka yakni Pasal 27 ayat 4 jo Pasal 45 ayat 4 dan atau Pasal 29 Jo Pasal 45 b dan atau Pasal 32 ayat 2 Jo Pasal 46 ayat 2 dan atau Pasal 34 ayat 1 Jo pasal 50 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Para tersangka ini terancam hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 10 tahun dan denda pidana paling sedikit Rp700 juta dan paling banyak Rp10 miliar.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lakukan hal ini untuk hindari pinjol ilegal

Pewarta : Natisha Andarningtyas
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024