Kendari (ANTARA) - Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara memeriksa enam orang oknum personel anggota Polres Kendari terkait dugaan pemukulan seorang jurnalis saat meliput demosntrasi di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari.
Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda Sultra Kombes Pol Priyanto Teguh Nugroho mengatakan pihaknya sedang melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada tujuh orang, enam di antaranya anggota polisi dan seorang satpam BLK Kendari.
"Untuk saat ini, dari tadi malam sampai hari ini baru enam orang yang diperiksa sama satu orang 'security' BLK," kata Kombes Priyanto saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya di Kendari, Jumat.
Ia menegaskan jika dari hasil pemeriksaan ke enam personel anggota Polres Kendari ada yang terbukti melakukan pelanggaran maka akan ditindak tegas.
"Kalau nanti kita temukan, misalnya, hasil pemeriksaan ada oknum yang terbukti melakukan pelanggaran kita akan proses. Nanti kode etik-nya atau pelanggaran disiplin-nya," ucap dia menegaskan.
Sebelumnya, Kapolres Kendari AKBP Didik Erfianto secara terbuka menyampaikan permohonan maaf ke publik atas dugaan tindakan pemukulan oleh oknum anggotanya terhadap wartawan saat meliput demonstrasi di Kantor BLK Kendari, Kamis (18/3).
"Kami selaku pribadi dan kedinasan minta maaf terhadap anggota yang tadi melakukan pemukulan," kata Didik.
Didik pun menyampaikan dengan tegas bahwa oknum polisi yang diduga telah represif akan mendapatkan tindakan tegas.
"Nanti kita lihat hasil pemeriksaan, ada tindakan disiplin. Sanksi-nya nanti dari hasil pemeriksaan," ujar Didik.
Jurnalis Surat Kabar Harian (SKH) Berita Kota Kendari (BKK), Rudinan (31) diduga mendapat pemukulan dari oknum polisi, anggota Polres Kendari saat meliput demonstrasi di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari.
Kekerasan ini terjadi saat unjuk rasa di Kantor Balai Latihan Kerja Kendari, Kamis (18/3), menuntut pembatalan hasil lelang pekerjaan bengkel (workshop) las dan otomotif.
Unjuk rasa itu semula berlangsung damai. Pada pukul 11.40 WITA, pihak BLK akan menemui pengunjuk rasa untuk dialog. Namun beberapa saat kemudian, massa adu mulut dengan polisi.
Korban Rudi, yang hendak melakukan peliputan pertemuan itu, ditahan dan diminta menujukan tanda pengenal (ID Card) jurnalis.
Meski korban sudah menunjukkan tanda pengenal-nya sebagai jurnalis, kurang lebih tujuh hingga 10 orang polisi, memukul korban dari arah belakang, setelah itu mendapatkan umpatan dengan kata tak patut.
Tindakan represif oknum polisi dari Polres Kendari itu mendapat kecaman keras dari berbagai organisasi profesi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra.
"Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana. Apalagi sampai ada kekerasan fisik," kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari La Ode Kasman Angkosono.
Koordinator Divisi Advokasi Pengda IJTI Sultra Mukhtaruddin menilai bahwa polisi sebagai penegak hukum harusnya memberikan perlindungan terhadap jurnalis, bukan melakukan tindakan kekerasan atau pemukulan.
"Tindakan oknum polisi ini, telah mencederai kebebasan pers di Indonesia, menghalangi kerja-kerja jurnalis yang dilindungi undang-undang," ujar Mukhtaruddin.
Oleh karena itu, organisasi profesi ini menuntut pemberian sanksi tegas kepada oknum polisi anggota Polres Kendari yang diduga represif terhadap seorang wartawan saat meliput aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Balai Latihan Kerja.
Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda Sultra Kombes Pol Priyanto Teguh Nugroho mengatakan pihaknya sedang melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada tujuh orang, enam di antaranya anggota polisi dan seorang satpam BLK Kendari.
"Untuk saat ini, dari tadi malam sampai hari ini baru enam orang yang diperiksa sama satu orang 'security' BLK," kata Kombes Priyanto saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya di Kendari, Jumat.
Ia menegaskan jika dari hasil pemeriksaan ke enam personel anggota Polres Kendari ada yang terbukti melakukan pelanggaran maka akan ditindak tegas.
"Kalau nanti kita temukan, misalnya, hasil pemeriksaan ada oknum yang terbukti melakukan pelanggaran kita akan proses. Nanti kode etik-nya atau pelanggaran disiplin-nya," ucap dia menegaskan.
Sebelumnya, Kapolres Kendari AKBP Didik Erfianto secara terbuka menyampaikan permohonan maaf ke publik atas dugaan tindakan pemukulan oleh oknum anggotanya terhadap wartawan saat meliput demonstrasi di Kantor BLK Kendari, Kamis (18/3).
"Kami selaku pribadi dan kedinasan minta maaf terhadap anggota yang tadi melakukan pemukulan," kata Didik.
Didik pun menyampaikan dengan tegas bahwa oknum polisi yang diduga telah represif akan mendapatkan tindakan tegas.
"Nanti kita lihat hasil pemeriksaan, ada tindakan disiplin. Sanksi-nya nanti dari hasil pemeriksaan," ujar Didik.
Jurnalis Surat Kabar Harian (SKH) Berita Kota Kendari (BKK), Rudinan (31) diduga mendapat pemukulan dari oknum polisi, anggota Polres Kendari saat meliput demonstrasi di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari.
Kekerasan ini terjadi saat unjuk rasa di Kantor Balai Latihan Kerja Kendari, Kamis (18/3), menuntut pembatalan hasil lelang pekerjaan bengkel (workshop) las dan otomotif.
Unjuk rasa itu semula berlangsung damai. Pada pukul 11.40 WITA, pihak BLK akan menemui pengunjuk rasa untuk dialog. Namun beberapa saat kemudian, massa adu mulut dengan polisi.
Korban Rudi, yang hendak melakukan peliputan pertemuan itu, ditahan dan diminta menujukan tanda pengenal (ID Card) jurnalis.
Meski korban sudah menunjukkan tanda pengenal-nya sebagai jurnalis, kurang lebih tujuh hingga 10 orang polisi, memukul korban dari arah belakang, setelah itu mendapatkan umpatan dengan kata tak patut.
Tindakan represif oknum polisi dari Polres Kendari itu mendapat kecaman keras dari berbagai organisasi profesi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra.
"Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana. Apalagi sampai ada kekerasan fisik," kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari La Ode Kasman Angkosono.
Koordinator Divisi Advokasi Pengda IJTI Sultra Mukhtaruddin menilai bahwa polisi sebagai penegak hukum harusnya memberikan perlindungan terhadap jurnalis, bukan melakukan tindakan kekerasan atau pemukulan.
"Tindakan oknum polisi ini, telah mencederai kebebasan pers di Indonesia, menghalangi kerja-kerja jurnalis yang dilindungi undang-undang," ujar Mukhtaruddin.
Oleh karena itu, organisasi profesi ini menuntut pemberian sanksi tegas kepada oknum polisi anggota Polres Kendari yang diduga represif terhadap seorang wartawan saat meliput aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Balai Latihan Kerja.