Kendari (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara mengharapkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra untuk sementara menonaktifkan Kepala Sekolah SMAN 9 Kendari terkait dugaan pelecehan yang dilakukan terhadap siswanya saat masih menjadi kepala Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) tahun 2017 lalu.
"Karena permasalahan ini sudah masuk dalam ranah hukum, antara pelapor yang mengatasnamakan Ikatakan Alumni dan OSIS SMAN 9 Kendari agar Keseknya diganti, sementara terlapor juga sudah melapor balik di Polda terkait pencemaran nama baik, maka sebaiknya yang bersangkutan "AS" diberhentikan sementara sambil menunggu proses hukumnya selesai," kata ketua Komisi IV DPRD Sultra Frebi Rifai saat rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra di gedung sekertariat DPRD Sultra, Selasa.
Ia mengatakan, kasus dugaan pencabulan seorang Kepala Sekolah Negeri di Kendari itu, diakui Politisi PDI Perjuangan Sultra itu menjadi trending topik hampir seluruh media massa baik cetak, elektronik maupun online selama lebih satu bulan terakhir.
Aksi unjukrasa pun dari kelompok massa yang mengatasnamakan Ikatan Alumni SMAN 9 Kendari dan Osis telah melakukan beberapa kali menyampaikan aspirasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, ke Polda dan ke DPRD Sultra, namun "AS" yang menjadi Kepala Sekolah Negeri 9 Kendari baru beberapa bulan itu mendapat penolakan karena memiliki kasus saat masih menjadi Kepala SKO.
Sejumlah anggota Komisi IV DPRD Sultra yang ikut dalam dengar pendapat itu di antaranya Fajar Ishak (Partai Hanura), Muhammad Poli (PKS), Rasyid Syawal (PPP), Sudarmanto (Nasdem) juga ikut menyarankan agar Dikbud Sultra sebagai OPD yang berwenang untuk mempertimbangkan jabatan seorang Kepala Sekolah yang kini dalam proses hukum.
Sejumlah pejabat eselon III lingkup Dikbud Sultra saat mengikuti dengar pendapat Komisi IV DPRD Sultra terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum Kepala sekolah SMAN 9 Kendari di ruang sekertariat DPRD Sultra, Selasa. (Foto ANTARA/Azis Senong)
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, Asrun Lio di hadapan dewan menyatakan proses pemberhentikan seorang kepala sekolah itu punya aturan misalnya, dia meminta memundurkan diri, sakit dan tidak bisa lagi menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah, masuk usia pensiun serta dikenakasan sanski hukum berdasarkan putusan pengadilan bukan adat.
"Artinya jika memenuhi salah satu syarat-syarat ini baru bisa diproses pengajuan pemberhentian sebagai Kepala Sekolah tersebut, " lanjutnya.
Asrun juga menegaskan, dirinya sampai detik ini masih menunggu keputusan dari pihak berwajib soal bukti yang dituduhkan oleh demonstran kepada Kepala SMAN 9 Kendari tersebut.
Kita menunggu putusan dari pihak yang berwajib. Jika dia terbukti bersalah sesaui dengan tuduhan tersebut maka pada hari itu pula diproses untuk dihentikan.
Apalagi, kata Asrun Lio, saat ini Kepala Sekola "AS" juga sudah melapor atas pencemaran baik dirinya, karena yang bersangkutan mengaku tidak pernah melakukan pelecehan sebagaimana yang dituduhkan dari pihak pengunjukrasa.
kegiatan dengar pendapat antara Komisi IV DPRD bersama Diknasbud Sultra, juga menghadirkan Kepala Badan kepegawain Daerah (BKD) Sultra untuk memberi klarifikasi terkait pengangkatan seorang "AS" sebagai kepala SMAN 9 Kendari.
"Karena permasalahan ini sudah masuk dalam ranah hukum, antara pelapor yang mengatasnamakan Ikatakan Alumni dan OSIS SMAN 9 Kendari agar Keseknya diganti, sementara terlapor juga sudah melapor balik di Polda terkait pencemaran nama baik, maka sebaiknya yang bersangkutan "AS" diberhentikan sementara sambil menunggu proses hukumnya selesai," kata ketua Komisi IV DPRD Sultra Frebi Rifai saat rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra di gedung sekertariat DPRD Sultra, Selasa.
Ia mengatakan, kasus dugaan pencabulan seorang Kepala Sekolah Negeri di Kendari itu, diakui Politisi PDI Perjuangan Sultra itu menjadi trending topik hampir seluruh media massa baik cetak, elektronik maupun online selama lebih satu bulan terakhir.
Aksi unjukrasa pun dari kelompok massa yang mengatasnamakan Ikatan Alumni SMAN 9 Kendari dan Osis telah melakukan beberapa kali menyampaikan aspirasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, ke Polda dan ke DPRD Sultra, namun "AS" yang menjadi Kepala Sekolah Negeri 9 Kendari baru beberapa bulan itu mendapat penolakan karena memiliki kasus saat masih menjadi Kepala SKO.
Sejumlah anggota Komisi IV DPRD Sultra yang ikut dalam dengar pendapat itu di antaranya Fajar Ishak (Partai Hanura), Muhammad Poli (PKS), Rasyid Syawal (PPP), Sudarmanto (Nasdem) juga ikut menyarankan agar Dikbud Sultra sebagai OPD yang berwenang untuk mempertimbangkan jabatan seorang Kepala Sekolah yang kini dalam proses hukum.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sultra, Asrun Lio di hadapan dewan menyatakan proses pemberhentikan seorang kepala sekolah itu punya aturan misalnya, dia meminta memundurkan diri, sakit dan tidak bisa lagi menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah, masuk usia pensiun serta dikenakasan sanski hukum berdasarkan putusan pengadilan bukan adat.
"Artinya jika memenuhi salah satu syarat-syarat ini baru bisa diproses pengajuan pemberhentian sebagai Kepala Sekolah tersebut, " lanjutnya.
Asrun juga menegaskan, dirinya sampai detik ini masih menunggu keputusan dari pihak berwajib soal bukti yang dituduhkan oleh demonstran kepada Kepala SMAN 9 Kendari tersebut.
Kita menunggu putusan dari pihak yang berwajib. Jika dia terbukti bersalah sesaui dengan tuduhan tersebut maka pada hari itu pula diproses untuk dihentikan.
Apalagi, kata Asrun Lio, saat ini Kepala Sekola "AS" juga sudah melapor atas pencemaran baik dirinya, karena yang bersangkutan mengaku tidak pernah melakukan pelecehan sebagaimana yang dituduhkan dari pihak pengunjukrasa.
kegiatan dengar pendapat antara Komisi IV DPRD bersama Diknasbud Sultra, juga menghadirkan Kepala Badan kepegawain Daerah (BKD) Sultra untuk memberi klarifikasi terkait pengangkatan seorang "AS" sebagai kepala SMAN 9 Kendari.