Kendari (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara menyampaikan beberapa syarat bagi dokter yang bisa menjadi tenaga pemeriksa kesehatan para bakal calon bupati dan wakil bupati  yang akan tampil pada Pilkada serentak 2020 mendatang.

“Kami sudah menggelar rapat tentang masalah ini dengan berbagai pihak terkait, Selasa (11/8) lalu. Dalam pertemuan tersebut disepakati berbagai hal utamanya tentang syarat para dokter yang berhak dan boleh menjadi bagian dari tim tes kesehatan bakal calon bupati dan calon wakil bupati untuk Pilkada 2020," kata Ketua KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir di Kendari, Jumat.

Kata dia, dokter pemeriksa kesehatan misalnya, mesti tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta mengantongi STR dan SIP yang berlaku serta harus ditunjuk IDI wilayah atau IDI cabang.

"Kriterianya itu, minimal sudah bekerja lima tahun sebagai dokter dan tiga tahun lebih sebagai spesialis di keahlian masing-masing atau atas rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis cabang terkait," jelas Natsir.

Selain itu, lanjut dia, dokter yang menjadi tim pemeriksa kesehatan calon dipastikan bukan anggota partai dan juga bukan dokter pribadi bakal calon bupati dan wakil bupati atau juga bukan sanak famili atau kerabat dari kandidat.

"Selain dokter spesialis, KPU juga akan melibatkan ahli psikologi. Syaratnya, ia tercatat sebagai anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang berlaku. Ia juga mesti mengantongi sertifikat sebutan psikolog (SSP) yang dikeluarkan oleh HIMPSI termasuk memiliki surat ijin praktek psikologi (SIPP) yang masih berlaku," tuturnya.

Sarat lainnya, lanjut Natsir, Psikolog itu minimal mempunyai pengalaman dalam melaksanakan tes psikologi sekurang-kurangnya lima tahun, dan khusus untuk interview mendalam dapat dilakukan oleh psikolog dengan pengalaman 10 tahun termasuk mempunyai kemampuan untuk melakukan asesmen dengan alat yang ditetapkan PP HIMPSI.

"Psikolog-nya juga tidak mempunyai konflik kepentingan dengan calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah termasuk tidak berafiliasi dengan partai politik serta tidak pernah mendapatkan sanksi etik maupun hukuman karena pelanggaran pidana," ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Ojo ini juga mengatakan, para bakal calon ini tidak hanya bakal dites kesehatan dan psikologinya, namum wajib lolos tes penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang nantinya diperiksa di laboratorium  yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sebagai Laboratorium untuk pemeriksaan Narkotika dan Psikotropika.

Kata Ojo, salah satunya adalah Balai Laboratorium Narkotika dan Psikotropika BNN. Selanjutnya laboratorium harus didukung sarana dan prasarana yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional.

"Kandidat nanti diperiksa urinenya dengan volume minimal 25 milimeter sudah termasuk 10 persen cadangan rapid test urine, sebagai penggantian apabila ada rapid test yang rusak atau memerlukan uji ulang," jelas Ojo.

Kata dia, tes kesehatan ini rencananya bakal digelar selama sepekan, yakni tanggal 4-11 September nanti. Protokol tes kesehatan akan disusun dan ditetapkan oleh masing-masing KPU Kabupaten penyelenggara Pilkada 2020 dan dikoordinasikan oleh KPU Sultra.

"Hasil pemeriksaan paling lambat 12 September 2020 ke KPU kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada. Oh ya, bakal pasangan calon hanya akan dilayani memeriksakan kesehatan jika sudah mendaftar dan diberi pengantar pemeriksaan oleh KPU Kabupaten," pungkasnya.

Pewarta : Muhammad Harianto
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024