Boa Vista, Brazil (ANTARA) - Ketua masyarakat adat Yanomami di Brazil mengeluhkan kunjungan tentara ke wilayah mereka yang tertutup karena kedatangan orang luar justru meningkatkan risiko penularan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab COVID-19.
Pasalnya, tentara tidak hanya membawa bantuan berupa obat-obatan dan pemeriksaan COVID-19 untuk masyarakat adat Yanomami. Pasukan militer Brasil turut membawa sekelompok wartawan.
Kejaksaan federal mengatakan mereka masih menyelidiki kunjungan tersebut. Kedatangan tentara diduga bertentangan dengan keinginan suku adat Yanomami yang ingin menjauh dari masyarakat Brazil. Kunjungan itu juga dinilai melanggar aturan jaga jarak.
"Kami tidak ingin jadi alat propaganda pemerintah," kata Parana Yanomami, salah satu ketua adat. "Kami tidak ingin orang luar datang ke sini hanya untuk mengambil foto anak-anak kami. Kunjungan mereka mengejutkan kami," kata dia.
Masyarakat adat Yanomami merupakan suku asli terakhir yang hidup dalam komunitas tertutup. Suku adat itu menempati wilayah cagar alam yang luasnya sama dengan luas negara bagian Indiana di Amerika Serikat. Selama puluhan tahun, wilayah mereka telah dirusak oleh para penambang emas yang turut menularkan penyakit berbahaya ke masyarakat adat.
Roberto Yanomami, kepala komunitas Surucucu, mengatakan pemerintah datang tanpa berkonsultasi dengan ketua adat.
"Kami khawatir orang asing datang ke sini dan menyebarkan COVID-19. Orang Yanomami dipanggil ke markas tentara tanpa diberi penjelasan apapun," kata dia lewat pesan yang direkam lewat video. Ada sejumlah ornamen yang digambar dengan cat hitam dari buah Pohon Genipapo di wajah Roberto.
Menteri Pertahanan Brazil Fernando Azevedo, yang memimpin kunjungan itu, mengatakan wabah berhasil ditanggulangi karena hasil pemeriksaan di komunitas adat Yanomami menunjukkan hasil negatif.
Namun, Dewan Kesehatan Yanomami, CONDISI, menyangkal pernyataan itu. Ia mengatakan lebih dari 160 orang Yanomami positif COVID-19 dan lima di antaranya meninggal dunia. Masyarakat adat Yanomami beranggotakan sekitar 27.000 orang.
Dewan kesehatan meminta kejaksaan untuk menyelidiki kunjungan itu dan memeriksa penyerahan chloroquine, obat anti-malaria kontroversial yang dinilai dapat menyembuhkan COVID-19.
Pihak kejaksaan mengatakan tentara tidak melindungi komunitas adat Yanomami dari risiko penularan COVID-19. Setidaknya, ada lebih dari 20.000 penambang emas ilegal yang diperkirakan masuk ke daerah masyarakat adat Yanomami di Brazil.
Sumber: Reuters
Pasalnya, tentara tidak hanya membawa bantuan berupa obat-obatan dan pemeriksaan COVID-19 untuk masyarakat adat Yanomami. Pasukan militer Brasil turut membawa sekelompok wartawan.
Kejaksaan federal mengatakan mereka masih menyelidiki kunjungan tersebut. Kedatangan tentara diduga bertentangan dengan keinginan suku adat Yanomami yang ingin menjauh dari masyarakat Brazil. Kunjungan itu juga dinilai melanggar aturan jaga jarak.
"Kami tidak ingin jadi alat propaganda pemerintah," kata Parana Yanomami, salah satu ketua adat. "Kami tidak ingin orang luar datang ke sini hanya untuk mengambil foto anak-anak kami. Kunjungan mereka mengejutkan kami," kata dia.
Masyarakat adat Yanomami merupakan suku asli terakhir yang hidup dalam komunitas tertutup. Suku adat itu menempati wilayah cagar alam yang luasnya sama dengan luas negara bagian Indiana di Amerika Serikat. Selama puluhan tahun, wilayah mereka telah dirusak oleh para penambang emas yang turut menularkan penyakit berbahaya ke masyarakat adat.
Roberto Yanomami, kepala komunitas Surucucu, mengatakan pemerintah datang tanpa berkonsultasi dengan ketua adat.
"Kami khawatir orang asing datang ke sini dan menyebarkan COVID-19. Orang Yanomami dipanggil ke markas tentara tanpa diberi penjelasan apapun," kata dia lewat pesan yang direkam lewat video. Ada sejumlah ornamen yang digambar dengan cat hitam dari buah Pohon Genipapo di wajah Roberto.
Menteri Pertahanan Brazil Fernando Azevedo, yang memimpin kunjungan itu, mengatakan wabah berhasil ditanggulangi karena hasil pemeriksaan di komunitas adat Yanomami menunjukkan hasil negatif.
Namun, Dewan Kesehatan Yanomami, CONDISI, menyangkal pernyataan itu. Ia mengatakan lebih dari 160 orang Yanomami positif COVID-19 dan lima di antaranya meninggal dunia. Masyarakat adat Yanomami beranggotakan sekitar 27.000 orang.
Dewan kesehatan meminta kejaksaan untuk menyelidiki kunjungan itu dan memeriksa penyerahan chloroquine, obat anti-malaria kontroversial yang dinilai dapat menyembuhkan COVID-19.
Pihak kejaksaan mengatakan tentara tidak melindungi komunitas adat Yanomami dari risiko penularan COVID-19. Setidaknya, ada lebih dari 20.000 penambang emas ilegal yang diperkirakan masuk ke daerah masyarakat adat Yanomami di Brazil.
Sumber: Reuters