Kendari (Antaranews Sultra) - Ketua Koodinator Wilayah (Korwil) Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita) Sulawesi Tenggara (Sultra), Rustam, mengatakan kendala yang dialami petani jagung di daerah itu adalah pengolahan pascapanen.
"Kebanyakan petani jagung kita hanya sampai bisa memproduksi jagung, tetapi pemahaman pengolahan pascapanen jagung masih minim sehingga masih banyak petani belum bisa hasilkan jagung pipilan kering yang memenuhi standar pembelian pemerintah atau perusahaan," kata Rustam, pada seminar edukasi pengolahan pascapanen petani jagung Sultra di Kendari, Selasa.
Ia mengatakan, keterbatasan pemahaman para petani tersebut mengakibatkan hasil produksi jagung tidak bisa diterima oleh pasar atau pengusaha.
"Karena tidak memenuhi standar, misalnya kadar air itu maksimal 15 persen, lebih dari itu perusahaan tidak mau membelinya karena cepat berjamur," katanya.
Ketika terjadi kondisi seperti itu lanjut Rustam, maka yang rugi petani sehingga bisa melemahkan semangat dan gairah petani untuk menanam jagung.
"Kondisi ini jangan dibiarkan, sehingga kami berusaha mencari mitra seperti perusahaan untuk memberikan edukasi kepada petani terkait cara pengolahan hasil produksi pascapanen," katanya.
Disebutkan, PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah perusahaan pakan ternak yang bersedia mengedukasi petani jagung yang ada di Sultra) terkait pengolahan hasil produksi pascapanen.
"Inilah yang kami lakukan hari ini, menghadirkan 100 petani jagung kemudian mereka diberi edukasi oleh pihak PT Charoen Pokphand Indonesia," katanya.
General Manager HR and GA PT Charoen Pokphand Indonesia Baso Alim Bahri, mengatakan dengan adanya seminar ini dapat membantu kendala petani pasca panen untuk meningkatkan kualitas hasil panen.
"Kebanyakan petani jagung kita hanya sampai bisa memproduksi jagung, tetapi pemahaman pengolahan pascapanen jagung masih minim sehingga masih banyak petani belum bisa hasilkan jagung pipilan kering yang memenuhi standar pembelian pemerintah atau perusahaan," kata Rustam, pada seminar edukasi pengolahan pascapanen petani jagung Sultra di Kendari, Selasa.
Ia mengatakan, keterbatasan pemahaman para petani tersebut mengakibatkan hasil produksi jagung tidak bisa diterima oleh pasar atau pengusaha.
"Karena tidak memenuhi standar, misalnya kadar air itu maksimal 15 persen, lebih dari itu perusahaan tidak mau membelinya karena cepat berjamur," katanya.
Ketika terjadi kondisi seperti itu lanjut Rustam, maka yang rugi petani sehingga bisa melemahkan semangat dan gairah petani untuk menanam jagung.
"Kondisi ini jangan dibiarkan, sehingga kami berusaha mencari mitra seperti perusahaan untuk memberikan edukasi kepada petani terkait cara pengolahan hasil produksi pascapanen," katanya.
Disebutkan, PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) adalah perusahaan pakan ternak yang bersedia mengedukasi petani jagung yang ada di Sultra) terkait pengolahan hasil produksi pascapanen.
"Inilah yang kami lakukan hari ini, menghadirkan 100 petani jagung kemudian mereka diberi edukasi oleh pihak PT Charoen Pokphand Indonesia," katanya.
General Manager HR and GA PT Charoen Pokphand Indonesia Baso Alim Bahri, mengatakan dengan adanya seminar ini dapat membantu kendala petani pasca panen untuk meningkatkan kualitas hasil panen.