Laju perubahan temperatur udara di wilayah Kota Kendari terus meningkat akibat aktivitas pembukaan kawasan hutan, baik sebagai areal permukiman, pertanian maupun pertambangan.

Pada saat yang sama, jumlah kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua sebagai salah satu penyumbang emisi gas karbon di udara, terus bertambah dari tahun ke tahun.

Menurut data di BMKG Kendari, selama tahun 2005 suhu udara maksimum Kota Kendari sudah tercatat sebesar 32,83 derajat celcius dan suhu minimum 19,58.

Saat ini, suhu udara maksimum di kota tersebut sudah meningkat mencapai 33,60 C dan suhu minimum sebesar 20,35 C.

Untuk mengendalikan laju perubahan temperatur udara yang terus meningkat tersebut, Pemerintah Kota Kendari menggulirkan program bangunan hijau atau `green building` yang diyakini dapat mengurangi emisi karbon dan mengurangi efek gas rumah kaca sehingga peningkatan temperatur udara di kota itu dapat ditekan.

Bangunan hijau merupakan kawasan permukiman penduduk di mana di dalamnya tersedia area kawasan hijau yang berfungsi mengatur temperatur udara dan tataguna air.

"Tujuan utama dari penerapan bangunan hijau yang kita gulirkan, untuk mengurangi dampak lingkungan terhadap kesehatan manusia, karena bangunan hijau dapat menciptakan lingkungan alam yang sehat dan menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan manusia serta memelihara sumber daya air secara berkelanjutan," kata Wali Kota Kendari, Asrun di Kendari, Kamis (2/7).

Menurut dia, perkembangan dan pertumbuhan penduduk Kota Kendari saat ini sudah semakin padat, sehingga apa bila ketersediaan oksigen di kota ini tidak diciptakan oleh pemerintah kota melalui bangunan hijau, maka ke depan bukanlah hal yang mustahil Kendari akan kekurangan oksigen.

"Jika jumlah oksigen di wilayah kota berkurang, hampir dipastikan suhu di kota ini akan meningkat dan pada gilirannya akan membuat hidup warga kota menjadi tidak nyaman," katanya.

Dampaknya yang lebih jauh, biaya hidup akan menjadi tinggi, karena warga harus mengeluarkan biaya untuk mengatur suhu udara, terutama suhu udara di setiap kamar rumah.

Sementara itu, salah seorang aktivis lingkungan hidup di Sultra, Hartono mengapresiasi program bangunan hijau yang digulirkan Pemerintah Kota Kendari tersebut.

Menurut dia, program tersebut bisa menjadi solusi jitu mempertahankan temperatur upara dan kenyamanan hidup warga di Kota Kendari.

"Semua pihak perlu mendukung program dari Pemerintah Kota Kendari itu, karena hal tersebut bisa menyelamatkan warga kota ini dari dampak perubahan iklim yang ekstrem," katanya.

                                            Rentan Banjir

Selain temperatur udara di wilayah Kota Kendari mulai meningkat, juga beberapa kawasan permukiman penduduk sudah mulai rentan dilanda musibah banjir dan tanah longsor.

Kondisi tersebut membuat warga penghuni kota menjadi tidak nyaman karena hidup dalam ancaman musibah berupa bencana banjir dan tanah longsor yang sewaktu-waktu mengancam keselamatan jiwa dan harta benda.

Menurut pakar Kehutanan dan Lingkungan Universitas Haluoleo Kendari, Prof Dr Ir Laode Sabaruddin, MSi, ancaman banjir dan tanah longsor yang menghantui hidup warga kota tersebut dipicu oleh aktivitas pembukaan kawasan hutan, baik sebagai permukiman, pertanian maupun pertambangan yang tidak terkendali.

Tingkat kerusakan hutan paling parah di wilayah Sultra, termasuk di wilayah Kota Kendari terjadi dalam tahun 2012.

Sepanjang tahun tersebut, luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan mencapai 102 ribu hektare lebih dari total luas kawasan hutan 2,6 juta hektare lebih.

Prof Sabaruddin memastikan, jika kerusakan kawasan hutan dan pembukaan kawasan permukiman baru di Kota Kendari terus meluas, maka temperatur udara di kota ini akan terus meningkat.

Pada saat yang sama, musibah banjir, kekeringan dan tanah longsor di wilayah Kota Kendari juga tidak bisa lagi dielakkan.

Demikian pula dengan perubahan iklim ekstrem maupun perlahan yang mengancam keselamatan hidup umat manusia dan seluruh penghuni bumi, akan semakin sulit dihindari.

                                  Ekstra Hati-hati

Untuk mencegah hal menakutkan tersebut terjadi, semua pihak pemangku kepentingan menurut Prof Sabaruddin, harus ekstra hati-hati dalam memanfaatkan sumber daya kehutanan, baik berupa kayu maupun bahan mineral tambang di area kawasan hutan.

Ia mengatakan, dampak dari kerusakan sumber daya hutan, bukan hanya bisa menimbulkan perubahan iklim melainkan juga dapat merusak seluruh sektor kehidupan. "Merusak seluruh tananan sektor kehidupan, karena tanaman pertanian yang menjadi sumber pangan penduduk tidak akan mendapat kebutuhan air yang memadai jika kawasan hutan terus dirusak," katanya.

Demikian pula, ujarnya, dengan umat manusia tidak akan bisa hidup sehat bila kebutuhan air bersih yang sangat dibutuhkan tidak tersedia secara memadai.

Lebih-lebih jika temperatur udara sudah meningkat jauh melebihi ambang batas suhu udara normal, maka kehidupan di kota ini akan semakin sulit dan tidak nyaman.

Dalam pandangan Prof Sabaruddin, menghadapi perubahan iklim, hanya ada dua hal yang bisa dilakukan, yakni adaptasi dan mitigasi.

Adaptasi merupakan upaya menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, sedangkan mitigasi, serangkaian upaya mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran masyarakat dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

"Hanya dua hal itu yang bisa dilakukan umat manusia ketika perubahan iklim ekstrim terjadi, beradaptasi dengan lingkungan dan melakukan upaya mengatasi perubahan ilkim yang sedang terjadi," katanya.

Upaya Pemerintah Kota Kendari menggulirkan program bangunan hijau, ujarnya, merupakan salah satu rangkaian upaya mengatasi risiko bencana yang perlu didukung oleh semua pihak.

Sebab keberhasilan dari upaya tersebut bukan hanya dapat mengendalikan temperatur udara kota, melainkan juga bisa mempertahakan ketersediaan sumber air bersih secara memadai.

Pewarta : Oleh Agus
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024