Kendari (Antara News) - Penjualan ore (nikel kadar rendah) milik Pemerintah Kabupaten Kolaka pemberian PT Inco dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) oleh PT Kolaka Mining Internasional (PT KMI), murni kasus perdata.
Hal itu dikemukakan Pakar hukum pidana dan acara pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Said Karim, SH MH saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penjualan ore milik Pemkab Kolaka yang menyeret Direktur Utama PT KMI, Atto Sakmiwata Sampetoding sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Kendari, Rabu.
"Dalam kasus ini, kedua pihak, Direktur PT KMI, Atto Sakmiwata Sampetonding dan Bupati Kolaka, Buhari Matta terikat hukum perjanjian jual beli," katanya.
Dalam perjanjian jual beli kedua pihak kata dia, disebutkan jika terjadi perselesihan antara keduanya, akan diselesaikan di Pengadilan sesuai ketentuan jual beli.
"Kalau ada pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian ini, penyelesaiannya harus melalui hukum perdata," katanya.
Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, Baharuddin, pakar hukum Unhas tersebut mengakatakan, kasus itu bisa saja menjadi kasus pidana ketika penyelesaian secara perdata menemui jalan buntu dan pihak yang keberatan mengadukannya ke tindak pidana.
"Sejauh kedua pihak tidak ada yang keberatan dengan perjanjian jual beli tersebut, tidak pula tindak pidana dalam kasus ini," katanya.
Ditanya soal kepemilikan ore, Said Karim berpendapat ore pemberian PT Inco dalam bentuk CSR tersebut tidak boleh dicatat sebagai aset Pemkab Kolaka, sebab PT Inco memberikan CSR itu untuk rakyat Kolaka, bukan untuk Pemkab Kolaka.
"Kalau CSR itu dicatat sebagai aset Pemkab Kolaka bisa dikategorikan sebagai kasus penggelapan hak-hak rakyat," katanya.
Menurut dia, posisi bupati Kolaka, Buhari Matta dalam menerima CSR dari PT Inco, hanya mewakili rakyat Kolaka yang berhak menerima CSR akibat terkena dampak dari aktivitas penambangan nikel.
Sepanjang rakyat Kolaka tidak mempermasalahkan penjualan CSR tersebut oleh Bupati Kolaka bersama Direktur PT KMI kata dia, kasus itu bukanlah perbuatan tindak pidana atau melawan hukum.
"Sabagai pakar hukum pidana dan acara hukum pidana, saya tidak melihat ada pelanggaran hukum dalam perjanjian jual beli antara PT KMI dan Bupati Kolaka atas nama Pemkab Kolaka," katanya.
Hal itu dikemukakan Pakar hukum pidana dan acara pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Said Karim, SH MH saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penjualan ore milik Pemkab Kolaka yang menyeret Direktur Utama PT KMI, Atto Sakmiwata Sampetoding sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Kendari, Rabu.
"Dalam kasus ini, kedua pihak, Direktur PT KMI, Atto Sakmiwata Sampetonding dan Bupati Kolaka, Buhari Matta terikat hukum perjanjian jual beli," katanya.
Dalam perjanjian jual beli kedua pihak kata dia, disebutkan jika terjadi perselesihan antara keduanya, akan diselesaikan di Pengadilan sesuai ketentuan jual beli.
"Kalau ada pihak yang merasa dirugikan dalam perjanjian ini, penyelesaiannya harus melalui hukum perdata," katanya.
Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, Baharuddin, pakar hukum Unhas tersebut mengakatakan, kasus itu bisa saja menjadi kasus pidana ketika penyelesaian secara perdata menemui jalan buntu dan pihak yang keberatan mengadukannya ke tindak pidana.
"Sejauh kedua pihak tidak ada yang keberatan dengan perjanjian jual beli tersebut, tidak pula tindak pidana dalam kasus ini," katanya.
Ditanya soal kepemilikan ore, Said Karim berpendapat ore pemberian PT Inco dalam bentuk CSR tersebut tidak boleh dicatat sebagai aset Pemkab Kolaka, sebab PT Inco memberikan CSR itu untuk rakyat Kolaka, bukan untuk Pemkab Kolaka.
"Kalau CSR itu dicatat sebagai aset Pemkab Kolaka bisa dikategorikan sebagai kasus penggelapan hak-hak rakyat," katanya.
Menurut dia, posisi bupati Kolaka, Buhari Matta dalam menerima CSR dari PT Inco, hanya mewakili rakyat Kolaka yang berhak menerima CSR akibat terkena dampak dari aktivitas penambangan nikel.
Sepanjang rakyat Kolaka tidak mempermasalahkan penjualan CSR tersebut oleh Bupati Kolaka bersama Direktur PT KMI kata dia, kasus itu bukanlah perbuatan tindak pidana atau melawan hukum.
"Sabagai pakar hukum pidana dan acara hukum pidana, saya tidak melihat ada pelanggaran hukum dalam perjanjian jual beli antara PT KMI dan Bupati Kolaka atas nama Pemkab Kolaka," katanya.