Kupang, 25/4 (ANTARA) - Sebuah keindahan religi dalam bentuk kerukunan hidup umat beragama dan antaragama tampak ketika Musabaqah Tilawatil Quran tingkat Kabupaten Flores Timur di Desa Boleng, sebuah perkampungan muslim di selatan Pulau Adonara pada Hari Kartini.

Lomba membaca Al Quran bukan sesuatu yang baru terjadi di ujung timur Pulau Flores yang mayoritas beragama Katolik itu.

Arena MTQ sudah lama dikenal rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak era 1940-an ketika berdirinya Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz yang diprakarsai oleh Nahdlatul Ulama.

MTQ kemudian melembaga secara nasional sejak 1968 ketika Menteri Agama dijabat oleh KH Muhammad Dahlan, salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU),yang ditandai dengan penyelenggaraan MTQ secara nasional di Makassar, Sulawesi Selatan pada bulan suci Ramadan 1968.

Dalam pelaksanaan lomba membaca Al Quran di Desa Boleng itu, tidak hanya umat muslim yang terlibat di dalamnya, tetapi juga umat Katolik, di mana ketua panitia MTQ tingkat Kabupaten Flores Timur itu adalah seorang rohaniawan Katolik, Romo Kustam, Pr.

Pastor Paroki Tanah Boleng ini mau menunjukkan kepada masyarakat dunia, dan Indonesia pada khususnya bahwa harmonisasi hubungan antaragama dan antarumat beragama di Kabupaten Flores Timur, khususnya Islam dan Katolik, bukanlah sesuatu yang tabu.

Ketika umat muslim membangun masjid, saudara-saudaranya dari Katolik ikut membantu.

Demikian pun sebaliknya, ketika umat Katolik membangun Kapel atau gereja kecil, saudara-saudaranya dari muslim akan datang untuk membantunya.

Tradisi ini didasarkan pada hubungan kekerabatan dan kawin mawin, sehingga berbeda agama atau aliran kepercayaan, bukanlah menjadi penghalang bagi orang Flores Timur untuk membangun kerukunan dalam perbedaan.

Romo Kustam dan pihak panitia kemudian merancang sebuah konfigurasi dalam bentuk tarian yang bertuliskan "Allah-Muhammad dan MTQ" yang dilakonkan oleh 150 orang anak dari SD Katolik Gayak dan SD Negeri Boleng dengan iringan lagu kasidah "Ya Thoiba" gubahan Hadad Alwi.

"Sungguh sangat indah dan luar biasa pembukaan MTQ di Desa Boleng itu," komentar Saiman Peten Sili, salah seorang pejabat di Kabupaten Flores Timur dalam situs jejaring sosial facebook melukiskan kehebatan panitia dalam merancang acara tersebut.

Suasana terasa bertambah indah dan haru, kata Saiman, ketika mars MTQ dinyanyikan secara rapi oleh paduan suara dari Gereja Katedral Waiwerang.

"Ribuan orang yang hadir di arena MTQ tersebut berlinang air mata menyaksikan acara tersebut. Mereka menangis bukan karena alunan nada Hadad Alwi yang menyayat kalbu, tetapi karena sebuah sikap kebersamaan dalam kerukunan yang tak pernah ditemukan di tempat lain di belahan nusantara ini," katanya.

Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin hampir tak sanggup berujar melukiskan peristiwa kerukunan tersebut, tetapi dalam nada yang lirih, ia hanya sanggup mengatakan "ini sangat luar biasa".

"Peristiwa yang hebat ini baru pertama kali saya rasakan kesuksesannya. Setting kegiatannya begitu menggambarkan rasa kebersamaan masyarakat Flores Timur yang tidak mengenal perbedaan agama. Semua menyatu dalam selimut kebersamaan yang tulus," kata mantan jurnalis itu.

"Kebersamaan ini sangat nyata dan membuat saya sangat terharu. Terima kasih kepada semua pihak yang bersinergi. Sinergi ini telah mengantar kita untuk membangun ukhwah dan kerukunan antarumat beragama di daerah ini," ujarnya.

Mantan Duta Besar Portugal untuk Indonesia Carlos Manuel Leitao Frota sangat mengagumi kerukunan hidup umat beragama di Flores Timur, khsusunya Katolik dan Islam, ketika menghadiri perayaan 500 Tahun Prosesi Jumat Agung di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur.

Tradisi keagamaan yang merupakan peninggalan Bangsa Portugis itu tetap dilestarikan oleh umat Katolik di ujung timur Pulau Flores itu, dan dilaksanakan setiap Jumat Agung menjelang perayaan Paskah yang diyakini umat Kristiani sebagai hari kebangkitan Yesus Kristus setelah wafat di kayu salib.

Ketika prosesi ini berlangsung, umat Islam yang ada di Kota Larantuka, ikut serta menjaga keamanan di wilayah itu agar tidak mengganggu saudaranya dari Katolik melaksakana prosesi dengan mengarak keliling Patung Bunda Maria atau orang Larantuka menyebutnya Tuan Ma mengelilingi kota yang terletak di kaki Gunung (Ile) Mandiri itu.

"Saya baru pulang dari acara pelantikan dan serah terima jabatan Duta Besar Portugal untuk Indonesia di Jakarta. Orang Portugal sangat memuji kerukunan hidup beragama di Flores Timur yang mereka saksikan pada setiap perayaan proses Jumat Agung di Kota Reinha Rosari, sebutah khas untuk Kota Larantuka," kata Yosni, demikian sapaan akrab Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin.

Flores Timur memberi warna tersendiri dalam proses kerukunan umat beragama di Nusa Tenggara Timur dan Indonesia, karena letak pemahaman mereka pada hubungan keluarga dan kekerabatan, sehingga perbedaan agama bukanlah menjadi penghalang bagi mereka untuk membangun kebersamaan.

MTQ telah memberi warna yang terang akan makna kerukunan hidup umat beragama dan antaragama di Flores Timur. Unsur non muslim yang terlibat dalam kegiatan itu, tidak sekadar untuk berpartipasi, tetapi menjadi bagian terpenting dalam lomba baca Al Quran itu.

MTQ yang hanya diikuti 13 kafilah mulai dari tingkat kanak-kanak, remaja dan dewasa di selatan Pulau Adonara itu, tetah memberi sebuah warna baru akan makna kerukunan hidup umat beragama dan antaragama di NTT pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.

*Penulisa adalah Kepala LKBN ANTARA Biro NTT

Pewarta : Oleh Laurensius Molan*
Editor :
Copyright © ANTARA 2024