Jakarta (ANTARA) - Komisi XIII DPR RI berencana untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) pengawasan pemasyarakatan menyoal berbagai persoalan di lembaga pemasyarakatan (lapas).
"Iya, kami sudah mendengar itu dan kami sudah dalam trajectory ingin membuat panja pemasyarakatan khusus untuk pengawasan," kata Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya ketika menanggapi kaburnya tujuh tahanan kasus narkoba dengan cara menjebol teralis kamar Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (12/11) dini hari.
Dia mengatakan sebelum Panja tersebut mulai bekerja, pihaknya akan menggelar rapat dengan mitra kerja Komisi XIII DPR terkait bidang permasyarakatan terlebih dahulu.
"Kami sudah sepakati tinggal kami bentuk, kami selesaikan dulu dengan mitra kerja, lalu kemudian mungkin ada 1-2 kali RDPU (rapat dengar pendapat umum) untuk mendapatkan masukan kemudian baru kita rapat Panja," ujarnya.
Dia menyebut Panja tersebut nantinya akan mencoba menggunakan perspektif pendekatan yang berbeda dalam mengevaluasi penyelenggaraan lapas di tanah air dengan jumlah tahanan yang kerap melampaui kapasitas seharusnya.
"Dalam perspektif yang jauh lebih komprehensif, sejauh ini kami cuma mendapatkan laporan bagaimana over capacity selalu pendekatannya membangun lapas baru. Kami ingin pendekatannya yang jauh lebih integratif bagaimana Panja lebih berfungsi untuk melihat dan berkoordinasi karena Komisi XIII basisnya adalah reformasi hukum, di mana kami tidak mengenal sanksi di luar sanksi penjara," tuturnya.
Sebab, kata dia, pendekatan yang kerap digunakan selama ini dalam membina warga yang menjalani hukuman tahanan di lembaga pemasyarakatan ialah berbasis pada "hard skills".
"Kalau kita liat di luar negeri itu ada sanksi bersih-bersih taman, bersih-bersih rumah ibadah, sosial sanksi itu kita enggak ada. Kita lihat bagaimana tren dunia hari ini lapasnya pada sepi bahkan beberapa lapas disewakan karena enggak ada penghuninya," katanya.
Untuk itu, Willy menyebut pihaknya akan mencoba mengelaborasi masukan-masukan dari berbagai pihak untuk menggunakan pendekatan "soft skills" dalam membina warga di lembaga pemasyarakatan.
"Pembinaannya itu (selama ini) hanya pada 'hard skill', kita harus melihat beberapa perspektif lain. Untuk itu, kami akan mengundang sosiolog, psikolog, dan beberapa masyarakat sipil untuk bersama-sama memberi masukan terhadap proses Panja ini," ucapnya.
Dia menuturkan pihaknya telah berkomunikasi banyak hal dengan Kementerian Hukum untuk mempelajari berbagai catatan-catatan lembaga pemasyarakatan, termasuk melakukan peninjauan ke Lapas Sukamiskin.
"Dengan output (pembentukan Panja): Satu, bagaimana lembaga pemasyarakatan jauh lebih manageble, lebih humanis, dan kapasitasnya kemudian benar-benar kami cermati formatnya seperti apa," tuturnya.
Dia menegaskan persoalan kaburnya tahanan ikut menjadi tanggung jawab pihaknya dalam merumuskan kebijakan pemasyarakatan efektif.
"Tentu ini jadi pembelajaran bagi kami, jangan kemudian adagium mengatakan 'Bandit jauh lebih hebat, penjahat jauh lebih hebat, daripada penegak hukumnya', itu tanggung jawab kami juga bagaimana kemudian menyelesaikan ini secara regulatif dan secara pengawasan sehingga kemudian teman-teman di lembaga pemasyarakatan bisa jauh lebih efektif," kata dia.