Aung San Suu Kyi ditahan militer, sejumlah negara serukan pembebasan
Jakarta (ANTARA) - Militer Myanmar berupaya mengambil alih kekuasaan, melawan pemerintahan yang terpilih secara demokratis dengan menahan Aung San Suu Kyi bersama sejumlah pimpinan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam penyerbuan Senin fajar.
Pihak militer menyebut penahanan itu dilakukan sebagai respons atas “kecurangan pemilu”, menurut pernyataan yang disampaikan melalui siaran televisi milik militer.
Sejumlah politisi dan pengamat, khususnya dari luar Myanmar, menyampaikan tanggapan mereka atas kejadian tersebut, sebagaimana dikutip dari laporan Reuters.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki
“Amerika Serikat menentang segala upaya mengganti hasil pemilu terakhir ataupun menghalangi transisi demokratis di Myanmar, serta akan mengambil langkah melawan pihak yang bertanggung jawab jika upaya-upaya tersebut tidak dihentikan.”
Menteri Luar Ngeri Australia Marise Payne
“Pemerintah Australia amat prihatin dengan laporan bahwa militer sekali lagi berupaya mengambil alih Myanmar dan telah menahan Kanselir Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint.”
“Kami meminta pihak militer untuk menghormati aturan hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme hukum, juga agar segera membebaskan semua pemimpin sipil dan pihak lainnya dan ditahan dengan melawan hukum.”
Sejarawan dan pengarang Myanmar, Thant Myint-U
“Pintu baru saja terbuka untuk masa depan yang sangat berbeda. Saya khawatir bahwa tidak ada satu pun yang mampu mengontrol apa yang akan terjadi kemudian. Dan mengingat bahwa Myanmar adalah suatu negara yang dibanjiri senjata, dengan beragam etnis dan agama, di mana jutaan orang kesulitan mencari makan.”
Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, John Sifton
“Junta militer yang menguasai Myanmar selama beberapa dekade sesungguhnya tidak pernah mundur dari kekuasaan [...] Mereka tidak pernah menyerah kepada otoritas sipil, maka kejadian hari ini bisa disebut hanyalah menunjukkan realitas politik yang memang telah ada.”
“AS dan negara-negara lain dengan upaya sanksi harus menyampaikan pesan yang kuat hari ini, dengan segera mencabut pelonggaran sanksi dan menjatuhkan sanksi ekonomi secara ketat dan langsung kepada otoritas militer serta para konglomerat; juga menekan negara kunci, termasuk Korea Selatan dan Jepang, agar menarik bisnis mereka (dari Myanmar). Junta Myanmar tidak ingin kembali lagi menjadi pengikut China.”
Pakar Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies di Washington, Murray Hiebert
“AS, pada Jumat (29/1), bergabung dengan negara-negara lain dalam mendesak agar pihak militer tidak menjalankan ancaman kudeta. China akan mendukung Myanmar seperti dilakukannya dahulu ketika militer mengusir Rohingya.”
“Pemerintahan Biden menyebut akan mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Namun para pejabat militer tingkat tinggi (di Myanmar) sudah dikenai sanksi, jadi belum jelas saat ini apa yang dapat dilakukan oleh AS secara konkret.”
Sumber: Reuters
Pihak militer menyebut penahanan itu dilakukan sebagai respons atas “kecurangan pemilu”, menurut pernyataan yang disampaikan melalui siaran televisi milik militer.
Sejumlah politisi dan pengamat, khususnya dari luar Myanmar, menyampaikan tanggapan mereka atas kejadian tersebut, sebagaimana dikutip dari laporan Reuters.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki
“Amerika Serikat menentang segala upaya mengganti hasil pemilu terakhir ataupun menghalangi transisi demokratis di Myanmar, serta akan mengambil langkah melawan pihak yang bertanggung jawab jika upaya-upaya tersebut tidak dihentikan.”
Menteri Luar Ngeri Australia Marise Payne
“Pemerintah Australia amat prihatin dengan laporan bahwa militer sekali lagi berupaya mengambil alih Myanmar dan telah menahan Kanselir Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint.”
“Kami meminta pihak militer untuk menghormati aturan hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme hukum, juga agar segera membebaskan semua pemimpin sipil dan pihak lainnya dan ditahan dengan melawan hukum.”
Sejarawan dan pengarang Myanmar, Thant Myint-U
“Pintu baru saja terbuka untuk masa depan yang sangat berbeda. Saya khawatir bahwa tidak ada satu pun yang mampu mengontrol apa yang akan terjadi kemudian. Dan mengingat bahwa Myanmar adalah suatu negara yang dibanjiri senjata, dengan beragam etnis dan agama, di mana jutaan orang kesulitan mencari makan.”
Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, John Sifton
“Junta militer yang menguasai Myanmar selama beberapa dekade sesungguhnya tidak pernah mundur dari kekuasaan [...] Mereka tidak pernah menyerah kepada otoritas sipil, maka kejadian hari ini bisa disebut hanyalah menunjukkan realitas politik yang memang telah ada.”
“AS dan negara-negara lain dengan upaya sanksi harus menyampaikan pesan yang kuat hari ini, dengan segera mencabut pelonggaran sanksi dan menjatuhkan sanksi ekonomi secara ketat dan langsung kepada otoritas militer serta para konglomerat; juga menekan negara kunci, termasuk Korea Selatan dan Jepang, agar menarik bisnis mereka (dari Myanmar). Junta Myanmar tidak ingin kembali lagi menjadi pengikut China.”
Pakar Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies di Washington, Murray Hiebert
“AS, pada Jumat (29/1), bergabung dengan negara-negara lain dalam mendesak agar pihak militer tidak menjalankan ancaman kudeta. China akan mendukung Myanmar seperti dilakukannya dahulu ketika militer mengusir Rohingya.”
“Pemerintahan Biden menyebut akan mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Namun para pejabat militer tingkat tinggi (di Myanmar) sudah dikenai sanksi, jadi belum jelas saat ini apa yang dapat dilakukan oleh AS secara konkret.”
Sumber: Reuters