Baubau(Antaranews Sultra) - Kejaksaan Negeri Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengembalikan berkas penyelidikan untuk dilengkapi atas dugaan tindak pidana Pemilu yang menyeret anggota DPR RI, Umar Arsal.
Tim jaksa peneliti yang tergabung dalam sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Baubau menganggap berkas penyidikan sunatan massal itu masih banyak kekurangan baik syarat formil maupun materil.
"Hari ini kita kembalikan ke penyidik untuk dilengkapi. Pengembaliannya hari ini (kemarin, red) bertempat di kantor Bawaslu Baubau," kata Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Baubau, Awaluddin Muhammad, di Baubau, Senin.?
Sesuai regulasi, kata dia, penyidik hanya punya jangka waktu tiga hari untuk melengkapi petunjuk yang diberikan, sehingga berkas sudah dilengkapi paling lambat Rabu (20/2).
"Pada intinya Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ini hanya mengenal satu kali pengembalian berkas. Jadi, tidak ada lagi bolak-balik berkas seperti pidana lain pada umumnya," jelasnya.
Ia mengatakan dalam berkas perkara tersebut, Umar Arsal tidak berstatus sebagai tersangka.
"Yang jelas di berkas yang kami terima dari penyidik, pak UA ini berstatus terlapor," imbuhnya.
Awaluddin merasa sedikit janggal dengan status terlapor tersebut. Sebab, jika merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan kebiasaan pada umumnya, berkas perkara penyidikan mestinya sudah ada tersangka di dalamnya.
"Kalau kembali pada KUHAP, definisi penyidikan itu menemukan tindak pidana dan tersangka. Jadi, menurut saya ketika tidak diatur dalam Undang-undang Pemilu, dia bisa kembali ke KUHAP," tambahnya.
Sebelumnya Umar Arsal yang kembali mencalonkan diri pada Pemilu 2019 harus berurusan dengan Gakkumdu lantaran Bawaslu Baubau menggagap terselip pelanggaran pidana pada sunatan massal yang digelar di Kelurahan Batulo Kecamatan Wolio beberapa waktu lalu.
Umar Arsal dijerat UU Pemilu pasal 280 ayat (1) huruf j tentang memberikan materi lainnya dan pasal 280 ayat (2) huruf k tentang pelibatan warga negara yang tidak memiliki hak pilih dalam hal ini anak-anak. Politisi Partai Demokrat ini pun menganggap aneh dengan tindakan Bawaslu tersebut.