"Email dari masing-masing perusahan dibajak oleh hacker, kemudian dipelajari isi konten yang ada di dalamnya termasuk dokumen dan invoice-invoice yang telah dikirim melalui email itu."
Jakarta (Antaranews Sultra) - Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri berhasil membongkar kasus kejahatan lintas negara yang menggunakan modus penipuan melalui surat elektronik (e-mail fraud).
Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap tiga pelaku yakni satu Warga Negara Nigeria Ndubuike Gilber Ukpogu (30 tahun) serta dua WNI, yakni nama Dina Febriyanti (31 tahun) dan Puput Bambang (35 tahun).
"Email dari masing-masing perusahan dibajak oleh hacker, kemudian dipelajari isi konten yang ada di dalamnya termasuk dokumen dan invoice-invoice yang telah dikirim melalui email itu," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul di gedung Direktorat Siber Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat.
Setealah terjadi transaksi dan pengiriman barang, lanjut Rickynaldo, saat melakukan pembayaran, korban mendapat email yang mirip surat elektronik yang selama ini mereka bekerja sama dan isinya tersebut meminta mengalihkan ke rekening, yang awalnya disebutkan dalam trasaksi berdasarkan kesepatan, dengan alasan ada masalah.
"Tanpa mengecek lagi, apakah email itu benar atau tidak, korban ini langsung menstrafer, sehingga pemilik barang menelpon kepada rekan bisnisnya mengapa barang sudah sampai uangnya belum dikirim juga. Baru disadari setelah dilakukan kroscek bahwa terjadi kesalahan menerima email," jelasnya.
Rickynaldo mengungkapkan bahwa pelapor, LP, memiliki toko di Ternate melakukan kerjasama bisnis dengan PT M di Kerawang yang sudah berjalan puluhan tahun dan tidak pernah ada masalah, yakni bisnis pembelian baja ringan.
Pada 5 September 2017 lalu, korban harus membayar Rp271 juta dan ternyata email dari hacker dari Negeria masuk meminta untuk mengalihkan rekening karena rekening sebelumnya ada masalah.
Peran tersangka Gilber Ukpogu menerima perintah dari hacker yang diduga rekannya di Negeria untuk membuat penampung di Indonesia, kemudian bekerja sama dengan Dina Febriyanti, yang merupakan istrinya, untuk membuka rekening bank dengan KTP palsu.
"Rekeningnya banyak yang dibuka di bank yang ada di Jakarta. Mulai dari bank pemerintah, bank swasta maupun bank luar negeri," kata Rickynaldo. Untuk memudahkan kerjanya, kedua tersangka ini dibantu oleh Puput Bambang, yang juga masih keluarga dari Dina Febriyanti.
Hasil dari analisis transaksi keuangan bahwa rekening tersangka Dina Febriyanti yang memiliki beberapa nama samaran ini mencapai Rp75 miliar dari aksi penipuan mereka selama 3 tahun terakhir.
"Ini sudah dipantau oleh analisis transaksi keuangan (PPATK), uang bukan hanya dari dalam negeri, uang juga masuk dari luar negeri. Jadi saya ambil kesimpulan sementara hacker ini juga melakukan penipuan di luar negeri," ungkapnya.
Polisi juga menyita barang bukti berupa 25 buku tabungan yang dibuat tersangka Dina menggunakan KTP palsu, paspor yang sudah mati atas nama Ndubuike Gilber Ukpogu, buku nikah, 15 handphone, satu buah laptop dan satu modem, Para tersangka dijerat pasal 263 dan 378 KUHP, serta pasal 30 UU ITE.
Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap tiga pelaku yakni satu Warga Negara Nigeria Ndubuike Gilber Ukpogu (30 tahun) serta dua WNI, yakni nama Dina Febriyanti (31 tahun) dan Puput Bambang (35 tahun).
"Email dari masing-masing perusahan dibajak oleh hacker, kemudian dipelajari isi konten yang ada di dalamnya termasuk dokumen dan invoice-invoice yang telah dikirim melalui email itu," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul di gedung Direktorat Siber Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat.
Setealah terjadi transaksi dan pengiriman barang, lanjut Rickynaldo, saat melakukan pembayaran, korban mendapat email yang mirip surat elektronik yang selama ini mereka bekerja sama dan isinya tersebut meminta mengalihkan ke rekening, yang awalnya disebutkan dalam trasaksi berdasarkan kesepatan, dengan alasan ada masalah.
"Tanpa mengecek lagi, apakah email itu benar atau tidak, korban ini langsung menstrafer, sehingga pemilik barang menelpon kepada rekan bisnisnya mengapa barang sudah sampai uangnya belum dikirim juga. Baru disadari setelah dilakukan kroscek bahwa terjadi kesalahan menerima email," jelasnya.
Rickynaldo mengungkapkan bahwa pelapor, LP, memiliki toko di Ternate melakukan kerjasama bisnis dengan PT M di Kerawang yang sudah berjalan puluhan tahun dan tidak pernah ada masalah, yakni bisnis pembelian baja ringan.
Pada 5 September 2017 lalu, korban harus membayar Rp271 juta dan ternyata email dari hacker dari Negeria masuk meminta untuk mengalihkan rekening karena rekening sebelumnya ada masalah.
Peran tersangka Gilber Ukpogu menerima perintah dari hacker yang diduga rekannya di Negeria untuk membuat penampung di Indonesia, kemudian bekerja sama dengan Dina Febriyanti, yang merupakan istrinya, untuk membuka rekening bank dengan KTP palsu.
"Rekeningnya banyak yang dibuka di bank yang ada di Jakarta. Mulai dari bank pemerintah, bank swasta maupun bank luar negeri," kata Rickynaldo. Untuk memudahkan kerjanya, kedua tersangka ini dibantu oleh Puput Bambang, yang juga masih keluarga dari Dina Febriyanti.
Hasil dari analisis transaksi keuangan bahwa rekening tersangka Dina Febriyanti yang memiliki beberapa nama samaran ini mencapai Rp75 miliar dari aksi penipuan mereka selama 3 tahun terakhir.
"Ini sudah dipantau oleh analisis transaksi keuangan (PPATK), uang bukan hanya dari dalam negeri, uang juga masuk dari luar negeri. Jadi saya ambil kesimpulan sementara hacker ini juga melakukan penipuan di luar negeri," ungkapnya.
Polisi juga menyita barang bukti berupa 25 buku tabungan yang dibuat tersangka Dina menggunakan KTP palsu, paspor yang sudah mati atas nama Ndubuike Gilber Ukpogu, buku nikah, 15 handphone, satu buah laptop dan satu modem, Para tersangka dijerat pasal 263 dan 378 KUHP, serta pasal 30 UU ITE.