Jakarta (Antara News) - Sekelompok orang melakukan aksi cukup unik di sela-sela "car free day" di Bundaran Hotel Indonesia (HI) Jakarta, Minggu (22/2).
Aksi tersebut berupa pengumpulan koin. Mereka mengatakan, aksi simbolis itu untuk diberikan kepada Pemerintah Australia sebagai reaksi atas pernyataan pemerintah negara itu yang mengungkit kembali bantuan kemanusiaan kepada masyarakat Indonesia, antara lain untuk korban tsunami Aceh tahun 2004.
Dalam hitungan para aktivis itu, kalau 100 juta warga Indonesia menyumbang 10 koin uang saja, maka terkumpul satu triliun. "Kita bisa kembalikan kepada mereka (Australia)," kata Andi Sinulingga, pimpinan aksi "Koin untuk Australia".
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi) Aceh juga telah menggelar aksi pengumpulan koin sebagai protes atas pernyataan PM Australia Tony Abbott sejak Sabtu (21/2) lalu.
Bahkan masyarakat korban tsunami di Kabupaten Aceh Barat siap mengembalikan bantuan Australia untuk Aceh senilai Rp13 triliun. Bantuan untuk rehab rekonstruksi pascatsunami 26 Desember 2004.
Masyarakat Aceh marah dan tersinggung atas pernyataan Perdana Menteri Tonny Abbott yang mengungkit bantuan tersebut.
Untuk mengembalikan bantuan tersebut, masyarakat melakukan pengalangan dana serta lelang batu giok Aceh. "Kami berharap pemerintah mendukung aksi mereka itu," kata Koordinator Gerakan Pejuang Rumah Tsunami (GPRS) Aceh Barat Edi Candra di Meulaboh, akhir pekan lalu.
"Sakit hati masyarakat korban tsunami atas pernyataan PM Australia ini tidak dapat kita terima, rakyat Aceh, bahkan Indonesia kami yakin tidak pernah meminta bantuan dari mereka, itu dana kemanusiaan," katanya pula.
Korban tsunami di Aceh Barat merasa kesal atas pernyataan PM Tonny Abbott yang mengaitkan bantuan kemanusiaan dan toleransi eksekusi hukuman mati terhadap terpidana mati WNA Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Karena itu mereka meminta pernyataan tersebut dicabut dan meminta maaf kepada rakyat Aceh.
Selain melakukan aksi lelang batu giok, belasan masyarakat korban tsunami di Aceh Barat, Minggu (22/2) siang, membuat aksi menggali dua lubang kubur di Desa Ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan sebagai bentuk dukungan terhadap eksekusi mati terpidana mati WNA Australia.
"Kami meminta terpidana mati ini segera dieksekusi dan mayatnya dikubur di Aceh Barat untuk mengobati rasa sakit hati rakyat Aceh atas pernyataan petinggi Australia itu," katanya.
Narkotika
Bagi korban tsunami, mengaitkan kontribusi pemerintah Australia yang membantu pembangunan infrastruktur di provinsi ujung barat Indonesia itu, tidak seimbang apabila dua terpidana mati Australia harus dibatalkan ataupun dikurangi hukumannya.
Bantuan yang diberikan tidak seimbang dengan kerusakan negara dan masyarakat Indonesia akibat perbuatan gembong narkotika. Karena itu, pantas apabila eksekusi mati mendapat dukungan rakyat Indonesia.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah ikut geram dan mengecam pernyataan PM Tonny Abbott karena mengaitkan bantuan untuk Aceh dengan persoalan penegakan hukum di Indonesia. Hal itu sebagai sikap yang tidak etis.
"Kami dukung eksekusi hukuman mati untuk WNA mana pun yang jelas-jelas menghancurkan rakyat Indonesia dengan narkoba. Persoalan mereka beri bantuan, biar kami galang dana untuk mengganti," katanya.
Presiden Joko Widodo telah menolak permohonan grasi terpidana mati asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Penolakan itu diumumkan pihak Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/1) siang waktu setempat.
Penolakan dituangkan dalanm Surat Keputusan Presiden Nomor 9/10 Tahun 2015. Isinya, permohonan grasi Andrew Chan melalui kuasa hukumnya ditolak dan tidak cukup alasan untuk memberikan grasi.
Andrew Chan merupakan bagian dari kelompok "Bali Sembilan" (Bali Nine) yang terdiri atas delapan lelaki dan seorang perempuan. Mereka ditangkap 17 April 2005 di Denpasar, Bali, saat berusaha menyelundupkan 8,3 kilogram heroin yang ditaksir seharga sekitar Rp40 miliar ke Australia.
Setelah melalui serangkaian peradilan banding, tujuh yang lain menjalani hukuman penjara antara 20 tahun hingga seumur hidup. Sedangkan Chan dan rekannya, Myuran Sukumaran, mendapat vonis mati. Permohonan grasi Sukumaran juga telah ditolak presiden.
Belum diketahui kapan mereka akan dieksekusi. Juru bicara Kejaksaan Agung, Tony Spontana mengatakan, Jaksa Agung HM Prasetyo masih melakukan tinjauan atas rangkaian eksekusi sebelumnya.
Menurut BBC, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengaku pada Desember 2014 telah menyurati Menlu RI Retno Marsudi tentang pengampunan terhadap kedua warganya. Namun dalam jawaban yang diterima Bishop belum lama ini, Menlu Indonesia menyampaikan penolakan "dengan dasar bahwa Indonesia mengaku sedang menghadapi krisis soal narkoba dan mereka percaya bahwa hukuman mati mesti diterapkan."
Reaksi
Aksi simbolis berupa pengumpulan "Koin Untuk Australia" pun mencuat sebagai reaksi atas pernyataan PM Tony Abbott yang dianggap mengaitkan bantuan Australia dalam tsunami Aceh dan hukuman mati.
Sementara itu, warga Australia secara umum juga masih mempertanyakan sikap Indonesia yang akan menghukum mati dua warga Australia, walaupun mereka tidak setuju dengan pernyataan Tony Abbott tersebut.
Pernyataan PM Australia Tony Abbott kemudian dikoreksi oleh pejabat Australia lainnya yang menyebutnya sebagai "kesalahan".
Meski sudah dikoreksi, aksi protes berupa pengumpulan uang koin ini terus marak, bahkan merambah media sosial yang ditandai kehadiran ribuan tagar #CoinForAustralia dan juga #KoinUntukAustralia.
Entah sampai kapan aksi-reaksi itu akan terus terjadi dan kapan pula akan berakhir.