Kendari (ANTARA) - Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan tindakan penahanan dan penolakan terhadap masuknya 600 kilogram (kg) daging ayam tanpa dokumen karantina ke wilayah Sultra.
Penahanan dan penolakan dilakukan karena daging ayam tersebut tidak dilengkapi sertifikat sanitasi produk karantina hewan atau KH-2 dari daerah asal, dan tidak melaporkan serta menyerahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran yang ditetapkan.
"Jadi kami telah memberikan waktu selama tiga hari, bagi pemilik untuk melengkapi dokumen persyaratan, namun hingga Rabu (22/1) tidak dapat melengkapi sehingga kami melakukan tindakan penolakan dikembalikan ke daerah asal," tutur Ketua Tim Karantina Hewan, Balai Karantina Sultra Nichlah Rifqiyah dalam pernyataan tertulis yang diterima, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis.
Di tempat terpisah, Kepala Balai Karantina Sultra A. Azhar menjelaskan pengiriman daging ayam tersebut telah melanggar Pasal 88 jo pasal 35 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
"Bahwa media pembawa produk hewan berupa daging yang dilalulintaskan namun tidak disertai dengan dokumen karantina dan tidak dilaporkan petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina, maka dilakukan penahanan melalui penerbitan Surat Perintah Penahanan atau K-6.1," tutur A.Azhar.
Azhar juga menjelaskan ancaman pidana bagi pelaku tidak main-main.
"Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun dan pidana denda paling banyak dua miliar rupiah,” ujarnya.
Menurut Azhar, karantina Sultra berkomitmen menjaga Pulau Sulawesi dari ancaman masuknya penyakit hewan ikan dan tumbuhan yang secara tidak langsung akan merugikan masyarakat.
"Daging ayam tanpa dokumen tersebut dikhawatirkan dapat membawa hama penyakit hewan karantina seperti flu burung atau kontaminasi bakteri menyebar di wilayah Sultra," tutur A. Azhar.
"Saya mengimbau masyarakat dan para pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan terkait pengiriman dan distribusi produk hewan. Kepatuhan terhadap regulasi ini sangat penting demi melindungi kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekosistem hewan di Sulawesi Tenggara," ujarnya.
Lebih jauh A.Azhar menyampaikan, sejalan dengan arahan Kepala Badan karantina Indonesia, Sahat M. Panggabean, Balai Karantina mendukung program prioritas nasional dalam mewujudkan swasembada pangan, dengan berkontribusi aktif melalui pelaksanaan sistem perkarantinaan untuk komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan.
Menurut dia terdapat empat fokus Barantin dalam penguatan sumber daya hayati untuk mendukung program prioritas nasional, yaitu pertama biosecurity, keamanan hayati (biosafety), dan pertahanan hayati (biodefense); kedua keanekaragaman hayati (biodiversity); ketiga deteksi pencegahan dan respon penyakit asal hewan, produk rekayasa genetik, penularan resistensi antimikroba dengan pendekatan One Health; dan keempat ketertelusuran atau traceability yang berkelanjutan.
“Kegiatan Pengawasan kami lakukan untuk mendukung biosecurity yang melibatkan pengelolaan risiko masuk, keluar, dan penyebaran hama atau penyakit melalui regulasi ketat, inspeksi, dan sistem pengawasan di titik-titik kritis, seperti pelabuhan, bandara, serta kawasan perbatasan,” jelas Azhar.
Azhar juga menyampaikan Karantina Sultra telah melakukan tindakan penahanan sebanyak tiga kali di awal tahun ini yakni penahanan Teripang tujuan Jakarta di Satpel Bandara Haluoleo sebanyak 10,5 kg, Penahanan Tanduk Rusa di Satpel Bandara Haluoleo sebanyak 3 pcs dan terakhir penahanan 600 kg daging ayam di Satpel Betoambari.
"Semoga ke depan kami tidak menemukan lagi produk hewan, ikan dan tumbuhan yang tidak berdokumen karantina," ujarnya.