Semarang (ANTARA) - Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) Laksanto Utomo yakin di awal pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mampu melakukan penindakan kejahatan berbasis digital
Namun, kata Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., perlu pula partisipasi masyarakat untuk mengawasi keluarganya terhadap perilaku penggunaan teknologi di lingkungan keluarga dan sekitarnya.
"Penegakan hukum pada era digital harus terus ditegakkan," kata Prof. Laksanto ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin pagi, terkait dengan upaya penguatan sistem penegakan hukum pada masa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.
Prof. Laksanto lantas menyebutkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia pada tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2023.
"Ini menandakan bahwa hampir seluruh penduduk di Indonesia menggunakan internet. Akan tetapi, sangat disayangkan tidak semua pengguna memanfaat dengan bijak teknologi tersebut," kata Prof. Laksanto.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Ubhara Jaya ini mengemukakan bahwa masyarakat hampir ternina bobokan teknologi untuk hal yang tidak berguna, bahkan cenderung melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia lantas mencontohkan pinjaman online (pinjol) yang awalnya untuk solusi guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, malah berakibat fatal karena menjadi ketergantungan masyarakat untuk mencari jalan pintas.
"Mereka tidak mengembalikan karena beban bunga yang relatif tinggi sehingga terjadi suatu penagihan yang tidak wajar, bahkan berakibat orang yang pinjam tersebut meninggal," katanya.
Guru Besar Ilmu Hukum Ubhara Jaya ini lantas menyoroti judi online (judol) yang merasuk ke seluruh masyarakat Indonesia, mulai paling dewasa hingga anak-anak, dari pejabat tinggi dan penegak hukum sampai penganguran pun terjebak pada judol, seperti Pemerintah tidak berdaya menaggulangi hal tersebut.
"Di sinilah letak para penegak hukum untuk memberantas sampai ke akar-akarnya, jangan malah melindungi mereka. Namun, ini benar-benar harus ada penegakan dengan satu konsensus dan komitmen yang tinggi guna mencegah dan menindak kejahatan," katanya.
Namun, kata Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., perlu pula partisipasi masyarakat untuk mengawasi keluarganya terhadap perilaku penggunaan teknologi di lingkungan keluarga dan sekitarnya.
"Penegakan hukum pada era digital harus terus ditegakkan," kata Prof. Laksanto ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin pagi, terkait dengan upaya penguatan sistem penegakan hukum pada masa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi bagian integral dari kehidupan manusia.
Prof. Laksanto lantas menyebutkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia pada tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2023.
"Ini menandakan bahwa hampir seluruh penduduk di Indonesia menggunakan internet. Akan tetapi, sangat disayangkan tidak semua pengguna memanfaat dengan bijak teknologi tersebut," kata Prof. Laksanto.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Ubhara Jaya ini mengemukakan bahwa masyarakat hampir ternina bobokan teknologi untuk hal yang tidak berguna, bahkan cenderung melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia lantas mencontohkan pinjaman online (pinjol) yang awalnya untuk solusi guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, malah berakibat fatal karena menjadi ketergantungan masyarakat untuk mencari jalan pintas.
"Mereka tidak mengembalikan karena beban bunga yang relatif tinggi sehingga terjadi suatu penagihan yang tidak wajar, bahkan berakibat orang yang pinjam tersebut meninggal," katanya.
Guru Besar Ilmu Hukum Ubhara Jaya ini lantas menyoroti judi online (judol) yang merasuk ke seluruh masyarakat Indonesia, mulai paling dewasa hingga anak-anak, dari pejabat tinggi dan penegak hukum sampai penganguran pun terjebak pada judol, seperti Pemerintah tidak berdaya menaggulangi hal tersebut.
"Di sinilah letak para penegak hukum untuk memberantas sampai ke akar-akarnya, jangan malah melindungi mereka. Namun, ini benar-benar harus ada penegakan dengan satu konsensus dan komitmen yang tinggi guna mencegah dan menindak kejahatan," katanya.