Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tersangka LM Rusdianto Emba (LMRE) selaku wiraswasta yang juga adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba di Gedung KPK, Jakarta, Senin.
Rusdianto Emba telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengembangan dugaan suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra), tahun 2021.
"Hari ini, Tim Penyidik KPK memanggil tersangka LMRE dalam perkara dugaan korupsi pengurusan dana PEN Kolaka Timur 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Saat ini, kata Ali, tersangka Rusdianto Emba masih diperiksa oleh Tim Penyidik KPK.
"Perkembangannya akan disampaikan," ucap Ali.
Baca juga: KPK tetapkan adik Bupati Muna sebagai tersangka kasus suap dana PEN
Baca juga: Bupati Muna Rusman Emba akui adiknya jadi tersangka kasus dana PEN
Arsip - Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara Sukarman Loke (tengah) mengenakan rompi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/6/2022). . ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
Baca juga: KPK tahan tersangka suap pengajuan dana PEN 2021 Kolaka Timur
KPK, Kamis (23/6), telah menetapkan Rusdianto Emba bersama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sultra, Sukarman Loke (SL) sebagai tersangka.
Sebelumnya, KPK terlebih dahulu menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dana PEN tersebut. Sebagai penerima ialah mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).
Sementara itu, sebagai pemberi adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN).
Arsip - Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari, Jalan Mayjen Sutoyo, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Selasa (25/1/2022). (ANTARA/Harianto)
Baca juga: Bupati Kolaka Timur Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Kendari
Baca juga: Bupati Kolaka Timur nonaktif divonis tiga tahun penjara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.
Adapun agar prosesnya bisa segera dilakukan maka AMN segera menghubungi LMRE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut.
KPK menyebut LMRE menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.
Berikutnya dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari, Sultra untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL, dan LM RE.
Sebab, salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui, yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN.
Sementara itu, berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.
Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar.
KPK menduga SL, LMSA, dan LM RE juga aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut. MAN juga diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar.
Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai.
Atas pembantuannya tersebut, KPK menduga SL dan LMSA menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE, yaitu sekitar Rp750 juta.
Untuk tersangka SL, KPK telah menahannya sejak 23 Juni 2022 sampai dengan 12 Juli 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1. Jakarta.
Ilustrasi - Stop Korupsi (Larasati) (Larasati/)
Sebelumnya Eks Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah (FDPPD) Kementerian Dalam Negeri Marisi Parulian menyebut dua orang staf khusus (stafsus) Menteri Dalam Negeri meminta ada perubahan redaksional dalam konsep surat pertimbangan usulan pinjaman PEN Kolaka Timur 2021.
"Surat Kolaka Timur tidak mendapat tanda tangan Menteri Dalam Negeri karena di staf khusus ada redaksional yang harus diperbaiki, terkait soal penyetujuan pinjaman, jadi dikoreksi oleh stafsus dan dikembalikan kepada kami selaku pengelola," kata Marisi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Marisi menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang didakwa mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dari Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya dan dan LM Rusdianto Emba untuk mendapatkan persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.
"Apakah dari dari terdakwa ada koreksi?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Tidak ada, makanya lanjut terus ke stafsus," jawab Marisi
JPU KPK lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Marisi soal permintaan perubahan redaksional permohonan surat pertimbangan Mendagri tersebut.
"Dalam BAP Saudara mengatakan, 'Ada permintaan persetujuan pinjaman PEN kabupaten Kolaka Timur tahun 2021 maksimal sebesar Rp151 miliar sehingga pada draf berikutnya yang sudah diparaf kepala seksi, kasubag TU, kasubdit serta saya sebagai direktur FDPPD dan paraf sesditjen kemudian ditandatangani Dirjen Bina Keuangan Daerah M Ardian Noervianto pada 20 September 2021, poin 4 tentang persetujuan 'dihapus'. Apa Saudara tahu mengapa poin 4 persetujuan dihapus? Bisa dijelaskan?" tanya jaksa KPK.
"Terkait draf surat pertimbangan perlu dikoreksi di bagian kata 'menyetujui pinjaman' sebesar Rp151 miliar untuk tidak dicantumkan sebagaimana arahan Bapak Stafsus kepada kami," jawab Marisi.
"Stafsus namanya siapa?" tanya jaksa.
"Ada lima orang," jawab Marisi.
"Iya saat itu siapa stafsusnya?" tanya jaksa KPK.
"Pak Apep dan Pak Mahendra," jawab Marisi.
Apep yang dimaksud adalah Stafsus Mendgari Bidang Politik dan Pembentukan Jaringan Apep Fajar Kurniawan dan Mahendra adalah Stafsus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum Irjen Pol. Sang Made Mahendra Jaya.
"Saudara sampaikan ada arahan dihapus?" tanya jaksa.
"Kalau ada arahan dihapus dari stafsus otomatis sudah melewati dari Bapak Dirjen," jawab Marisi.
"Apa kata-kata Bapak Dirjen?" tanya jaksa.
"Kita menyesuaikan dengan arahan perbaikan redaksional," jawab Marisi.
Menurut Marisi, sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman PEN, pemda butuh surat pertimbangan Mendgari yang prosesnya adalah meminta paraf dari subdit FDPPD dilanjutkan paraf Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah, lalu paraf biro hukum, kemudian paraf Irjen, paraf sekjen Kemendagri, paraf stafsus Mendagri, baru mendapat tanda tangan Mendagri.
Marisi juga menjelaskan bahwa ada konsep surat pertimbangan dari dua pemda, yaitu dari Kabupaten Wajo dan Enrekang, Sulawesi Selatan, yang tidak ditandatangani konsep surat pertimbangannya oleh Ardian.
"Di BAP Saudara mengatakan Ardian Noervianto selaku Dirjen pernah tidak menandatangani konsep surat pertimbangan Mendagri terhadap usulan PEN yang saya ajukan, yaitu pertama sekitar akhir 2020 untuk konsep surat pinjaman PEN Pemda Enrekang. Ardian tidak mau membubuhkan parafnya. Saya tidak tahu apa alasannya, dan surat tersebut tidak dikembalikan kepada kami. Saat itu kami mencoba mengusulkan kembali namun tetap tidak ditandatanganinya," ungkap jaksa membacakan BAP Marisi.
Kedua, berdasarkan BAP Marisi yang dibacakan jaksa, sekitar pertengahan 2021, Marisi juga mengajukan konsep surat pertimbangan Mendagri pada Pemda Bone dan Ardian juga tidak mau membubuhkan parafnya.
"Saya tidak tahu apa alasannya. Akan tetapi, surat tersebut hanya disimpan dan tidak diturunkan kepada kami kembali. Saat itu saya mencoba mengusulkan kembali namun tetap tidak ditandatangan. Saya tidak tahu mengapa Ardian tidak menandatangani konsep surat Bone tersebut dan dia tidak pernah menjelaskan kepada saya mengapa tidak mau menandatanganinya. Namun, karena dia memiliki kewenangan menandatangani atau tidak menandatangani, saya selaku pelaksana tidak mungkin memaksakan dia selaku pimpinan untuk menandatangani', benar BAP ini?" kata jaksa.
"Ya, benar," jawab Marisi.
Atas jawaban tersebut Ardian mengatakan bahwa saat itu dia meminta Marisi menyelidiki dugaan jual nama Ardian.
"Kenapa saya tunda Bone? Karena saya minta tolong Bu Direktur menyelidiki karena ada dugaan menjual nama saya, meminta fee, mungkin Bu Direktur lupa," kata Ardian.
"Terkait dengan Bone saya tidak tahu, yang saya tahu itu (Kabupaten) Wajo katanya ada diminta 2,5 persen," ungkap Marisi.
Atas dugaan permintaan 2,5 persen yang disampaikan oleh pihak Kabupaten Wajo tersebut, Marisi sudah pernah menanyakan langsung kepada Ardian dan Ardian pun membantahnya.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M. Syukur Akbar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke pada tanggal 10 Juni 2021 bertemu Ardian di Kemendagri dan Ardian meminta 1 persen kepada La Ode untuk pengusulan surat pertimbangan Mendagri untuk pinjaman PEN Kolaka Timur.
Atas permintaan tersebut, Bupati Kolaka Timur Andi Merya meminta suaminya Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang sebesar Rp2 miliar ke rekening Rusdianto Emba (pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna).
Ardian pun lalu memberikan prioritas dengan membahasnya dalam rapat koordinasi teknis dengan PT SMI, Pemkab Kolaka Timur, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu dan Kemendagri yang hasilnya kabupaten Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN sebesar Rp151 miliar.
Ardian kemudian menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal Nomor: 979/6187/Keuda pada tanggal 14 September 2021 hal Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemda Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar yang sudah diajukan Andi Merya sejak 14 Juni 2021.
Selain itu Ardian juga memberikan paraf pada draf surat yang akan ditandatangani oleh Mendagri mengenai Pertimbangan Pinjaman Daerah pada tanggal 13 September 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai syarat dalam pemberian pinjaman Dana PEN.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK periksa adik Bupati Muna sebagai tersangka
Rusdianto Emba telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengembangan dugaan suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra), tahun 2021.
"Hari ini, Tim Penyidik KPK memanggil tersangka LMRE dalam perkara dugaan korupsi pengurusan dana PEN Kolaka Timur 2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Saat ini, kata Ali, tersangka Rusdianto Emba masih diperiksa oleh Tim Penyidik KPK.
"Perkembangannya akan disampaikan," ucap Ali.
Baca juga: KPK tetapkan adik Bupati Muna sebagai tersangka kasus suap dana PEN
Baca juga: Bupati Muna Rusman Emba akui adiknya jadi tersangka kasus dana PEN
Baca juga: KPK tahan tersangka suap pengajuan dana PEN 2021 Kolaka Timur
KPK, Kamis (23/6), telah menetapkan Rusdianto Emba bersama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sultra, Sukarman Loke (SL) sebagai tersangka.
Sebelumnya, KPK terlebih dahulu menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dana PEN tersebut. Sebagai penerima ialah mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).
Sementara itu, sebagai pemberi adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN).
Baca juga: Bupati Kolaka Timur Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Kendari
Baca juga: Bupati Kolaka Timur nonaktif divonis tiga tahun penjara
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.
Adapun agar prosesnya bisa segera dilakukan maka AMN segera menghubungi LMRE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut.
KPK menyebut LMRE menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.
Berikutnya dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari, Sultra untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL, dan LM RE.
Sebab, salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui, yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN.
Sementara itu, berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.
Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar.
KPK menduga SL, LMSA, dan LM RE juga aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut. MAN juga diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar.
Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai.
Atas pembantuannya tersebut, KPK menduga SL dan LMSA menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE, yaitu sekitar Rp750 juta.
Untuk tersangka SL, KPK telah menahannya sejak 23 Juni 2022 sampai dengan 12 Juli 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1. Jakarta.
Sebelumnya Eks Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah (FDPPD) Kementerian Dalam Negeri Marisi Parulian menyebut dua orang staf khusus (stafsus) Menteri Dalam Negeri meminta ada perubahan redaksional dalam konsep surat pertimbangan usulan pinjaman PEN Kolaka Timur 2021.
"Surat Kolaka Timur tidak mendapat tanda tangan Menteri Dalam Negeri karena di staf khusus ada redaksional yang harus diperbaiki, terkait soal penyetujuan pinjaman, jadi dikoreksi oleh stafsus dan dikembalikan kepada kami selaku pengelola," kata Marisi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Marisi menjadi saksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang didakwa mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dari Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya dan dan LM Rusdianto Emba untuk mendapatkan persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur.
"Apakah dari dari terdakwa ada koreksi?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Tidak ada, makanya lanjut terus ke stafsus," jawab Marisi
JPU KPK lalu membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Marisi soal permintaan perubahan redaksional permohonan surat pertimbangan Mendagri tersebut.
"Dalam BAP Saudara mengatakan, 'Ada permintaan persetujuan pinjaman PEN kabupaten Kolaka Timur tahun 2021 maksimal sebesar Rp151 miliar sehingga pada draf berikutnya yang sudah diparaf kepala seksi, kasubag TU, kasubdit serta saya sebagai direktur FDPPD dan paraf sesditjen kemudian ditandatangani Dirjen Bina Keuangan Daerah M Ardian Noervianto pada 20 September 2021, poin 4 tentang persetujuan 'dihapus'. Apa Saudara tahu mengapa poin 4 persetujuan dihapus? Bisa dijelaskan?" tanya jaksa KPK.
"Terkait draf surat pertimbangan perlu dikoreksi di bagian kata 'menyetujui pinjaman' sebesar Rp151 miliar untuk tidak dicantumkan sebagaimana arahan Bapak Stafsus kepada kami," jawab Marisi.
"Stafsus namanya siapa?" tanya jaksa.
"Ada lima orang," jawab Marisi.
"Iya saat itu siapa stafsusnya?" tanya jaksa KPK.
"Pak Apep dan Pak Mahendra," jawab Marisi.
Apep yang dimaksud adalah Stafsus Mendgari Bidang Politik dan Pembentukan Jaringan Apep Fajar Kurniawan dan Mahendra adalah Stafsus Mendagri Bidang Keamanan dan Hukum Irjen Pol. Sang Made Mahendra Jaya.
"Saudara sampaikan ada arahan dihapus?" tanya jaksa.
"Kalau ada arahan dihapus dari stafsus otomatis sudah melewati dari Bapak Dirjen," jawab Marisi.
"Apa kata-kata Bapak Dirjen?" tanya jaksa.
"Kita menyesuaikan dengan arahan perbaikan redaksional," jawab Marisi.
Menurut Marisi, sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman PEN, pemda butuh surat pertimbangan Mendgari yang prosesnya adalah meminta paraf dari subdit FDPPD dilanjutkan paraf Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah, lalu paraf biro hukum, kemudian paraf Irjen, paraf sekjen Kemendagri, paraf stafsus Mendagri, baru mendapat tanda tangan Mendagri.
Marisi juga menjelaskan bahwa ada konsep surat pertimbangan dari dua pemda, yaitu dari Kabupaten Wajo dan Enrekang, Sulawesi Selatan, yang tidak ditandatangani konsep surat pertimbangannya oleh Ardian.
"Di BAP Saudara mengatakan Ardian Noervianto selaku Dirjen pernah tidak menandatangani konsep surat pertimbangan Mendagri terhadap usulan PEN yang saya ajukan, yaitu pertama sekitar akhir 2020 untuk konsep surat pinjaman PEN Pemda Enrekang. Ardian tidak mau membubuhkan parafnya. Saya tidak tahu apa alasannya, dan surat tersebut tidak dikembalikan kepada kami. Saat itu kami mencoba mengusulkan kembali namun tetap tidak ditandatanganinya," ungkap jaksa membacakan BAP Marisi.
Kedua, berdasarkan BAP Marisi yang dibacakan jaksa, sekitar pertengahan 2021, Marisi juga mengajukan konsep surat pertimbangan Mendagri pada Pemda Bone dan Ardian juga tidak mau membubuhkan parafnya.
"Saya tidak tahu apa alasannya. Akan tetapi, surat tersebut hanya disimpan dan tidak diturunkan kepada kami kembali. Saat itu saya mencoba mengusulkan kembali namun tetap tidak ditandatangan. Saya tidak tahu mengapa Ardian tidak menandatangani konsep surat Bone tersebut dan dia tidak pernah menjelaskan kepada saya mengapa tidak mau menandatanganinya. Namun, karena dia memiliki kewenangan menandatangani atau tidak menandatangani, saya selaku pelaksana tidak mungkin memaksakan dia selaku pimpinan untuk menandatangani', benar BAP ini?" kata jaksa.
"Ya, benar," jawab Marisi.
Atas jawaban tersebut Ardian mengatakan bahwa saat itu dia meminta Marisi menyelidiki dugaan jual nama Ardian.
"Kenapa saya tunda Bone? Karena saya minta tolong Bu Direktur menyelidiki karena ada dugaan menjual nama saya, meminta fee, mungkin Bu Direktur lupa," kata Ardian.
"Terkait dengan Bone saya tidak tahu, yang saya tahu itu (Kabupaten) Wajo katanya ada diminta 2,5 persen," ungkap Marisi.
Atas dugaan permintaan 2,5 persen yang disampaikan oleh pihak Kabupaten Wajo tersebut, Marisi sudah pernah menanyakan langsung kepada Ardian dan Ardian pun membantahnya.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M. Syukur Akbar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke pada tanggal 10 Juni 2021 bertemu Ardian di Kemendagri dan Ardian meminta 1 persen kepada La Ode untuk pengusulan surat pertimbangan Mendagri untuk pinjaman PEN Kolaka Timur.
Atas permintaan tersebut, Bupati Kolaka Timur Andi Merya meminta suaminya Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang sebesar Rp2 miliar ke rekening Rusdianto Emba (pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna).
Ardian pun lalu memberikan prioritas dengan membahasnya dalam rapat koordinasi teknis dengan PT SMI, Pemkab Kolaka Timur, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu dan Kemendagri yang hasilnya kabupaten Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN sebesar Rp151 miliar.
Ardian kemudian menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal Nomor: 979/6187/Keuda pada tanggal 14 September 2021 hal Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemda Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar yang sudah diajukan Andi Merya sejak 14 Juni 2021.
Selain itu Ardian juga memberikan paraf pada draf surat yang akan ditandatangani oleh Mendagri mengenai Pertimbangan Pinjaman Daerah pada tanggal 13 September 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai syarat dalam pemberian pinjaman Dana PEN.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK periksa adik Bupati Muna sebagai tersangka