Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dalam kasus pengembangan dugaan suap pengusulan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2021.

Dua tersangka itu yaitu LM Rusdianto Emba (LM RE) selaku wiraswasta yang juga adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sultra Sukarman Loke (SL).

"Berdasarkan hasil pengumpulan berbagai informasi dan data hingga kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan menetapkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, KPK terlebih dahulu menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dana PEN tersebut. Sebagai penerima ialah mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).

Sementara itu, sebagai pemberi adalah Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN).

Dalam konstruksi perkara, Ghufron menjelaskan AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.

"Agar prosesnya bisa segera dilakukan maka AMN segera menghubungi LM RE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses
pengusulan dana tersebut," kata dia.

Selanjutnya, LM RE menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.

"SL kemudian menyampaikan lagi pada LMSA karena saat itu Pemkab Muna juga sedang mengajukan pinjaman dana PEN," ujar Ghufron.

Berikutnya, kata dia, dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL, dan LM RE.

"Karena salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui, yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN," ungkapnya.

  Arsip - Terdakwa mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (kanan) dan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) Laode M. Syukur (kiri) menjalani sidang perdana kasus suap persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/6/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

Sementara itu, berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.

"Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar," ucap Ghufron.

KPK menduga SL, LMSA, dan LM RE juga aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut. MAN juga diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar.

"Proses pemberian uang dari AMN pada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai," kata dia.

Atas pembantuannya tersebut, KPK menduga SL dan LMSA menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE, yaitu sekitar Rp750 juta.

Sebagai pemberi, LM RE disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai penerima, SK melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. ANTARA/Benardy Ferdiansyah


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa salah satu tersangka dalam kasus pengembangan dugaan suap pengusulan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021 di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

"Hari ini, tim penyidik KPK memanggil salah satu tersangka yang menjabat kepala dinas di Pemkab Muna, Sulawesi Tenggara, dalam perkara pengembangan dugaan suap pengusulan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan tim penyidik saat ini masih memeriksa tersangka tersebut. "Perkembangannya nanti akan disampaikan," ucap Ali.

KPK telah menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut berdasarkan kecukupan minimal dua alat bukti yang diduga ada keterlibatan pihak-pihak lain baik selaku pemberi maupun penerima.

Adapun, mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pasal yang disangkakan maupun uraian dugaan perbuatan pidana akan disampaikan oleh KPK pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan.
  Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba usai diperiksa sebagai saksi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (20/6/2022). ANTARA/Benardy Ferdiansyah

Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba mengakui adiknya bernama L.M. Rusdianto Emba yang juga seorang pengusaha telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penetapan tersangka itu terkait dengan pengembangan kasus dugaan suap dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2021.

"Iya," kata Rusman Emba usai diperiksa sebagai saksi dalam pengembangan kasus tersebut di Gedung KPK, Jakarta, Senin.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK tetapkan adik Bupati Muna tersangka suap dana PEN

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024