Kendari (ANTARA) - Akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara, Dr Faisal Danu S.Hut, MSi menyatakan bawah penanganan dan pelestarian mangrove (bakau) di Tanah Air dan di Sultra khususnya tidak hanya dibebankan pada satu instansi atau lembaga teknis saja, namun perlu kerja sama semua pihak.

"Dalam pelestarian tanaman mangrove, tidak bisa hanya melibatkan pada instansi tertentu saja tetapi harus bersama-sama dengan sejumlah pemangku kepentingan dan terutama masyarakat yang ada di pesisir," kata Dr. Faisal Danu Tuheturu, S,Hut, MSi, saat menjadi nara sumber pada acara sosialisasi Peta Mangrove Nasional tahun 2021 yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS HL) Sampara di Kendari, Selasa.

Menurut dosen Fakultas Kehutanan UHO itu, mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting (esensial), dan untuk menjamin hutan mangrove mampu memberikan jasa ekosistem maka perlu diimbangi dengan  upaya-upaya mitigasi dan adaptasi antara lain, melalui konservasi, rehabilitasi, pengelolaan berkelanjutan atau dengan langkah-langka adaptasi lainnya.

"Olehnya itu perlu melibatkan dan kerja sama para pihak," ujar Faisal Danu.
  Peserta dari berbagai instasni saat mengikuti sosialisasi Peta Mangrove Nasional 2021 yang diselenggarakan Balai BPDASHL Samopara di salah satu hotel di Kendari, Selasa. (Foto ANTARA/Azis Senong)
Sementara itu, Kepala BPDASHL Sampara Muhammad Aziz Ahsori dalam pemaparannya menyebutkan bahwa berdasarkan peta mangrov tahun 2021, luas tanaman dan pengembangan mangrove di Sultra sekitar 94.020,40 hektare (ha) yang tersebar di 16 kabupaten kota di Sultra.

Ia mengatakan, dari luas tanaman dan potensi mangrove di Sultra itu terdiri atas potensi habitat mangrove seluas 27.787,74 hektare dan eksisting mangrove seluas 66.232,66v hektare.

"Jadi Potensi habitat mangrove yang luasnya lebih dari 27 ribu hektare itu meliputi area terabrasi seluas 0,74 ha, lahan terbuka 1.116,12 ha, mangrove terabrasi 283,69 ha, tambak seluas 26.093,06 ha dan tanah timbul seluas 294,14 ha. Sementara eksisting mangrove dari 66 ribu lebih meliputi mangrove jarang seluas 3.902,78 ha, mangrove lebat 40.811,13 ha dan mangrove sedang seluas 21.518,74 ha," ujarnya.

Azis Ashori mengatakan selama 2019 hingga 2021 atau tiga tahun terakhir Badan DASHL Sampara melaksanakan penanaman mangrove di Kabupaten Buton Utara seluas 75 hektare. tahun 2020 seluas 67 hektare di Pulau Wawonii Konawe Kepulauan dan Muna serta sebagian di kawasan konservasi.

  Nara sumber dari kiri ke kanan, Abd, Jalil (moderator), Dr. Faisal Danu Tuheteru, Kepala BPDASHL Sampara Muhammad Aziz Ahsoni, dan Ketua PWI Sultra Sarjono, S,Sos, MSi. pada sosialisasi Peta Mangrove Nasional 2021 yang diselenggarakan Balai BPDASHL Samopara di salah satu hotel di Kendari, Selasa. (Foto ANTARA/Azis Senong) "Dalam mendukung penanaman mangrove yang berkelanjutan saat ini BPDASHL telah memiliki bibit persemaian sebanyak 20.000 mangrove dengan ukuran bibit mulai 75 centimeter hingga 1 meter yang pengembangannya di kawasan Kampung Bakau Kota Kendari," ujarnya.

Dalam rangkaian sosialisasi peta mangrove itu, juga melibatkan nara sumber dari PWI Sultra dalam rangka persiapan Penanaman Mangrove oleh Presiden RI , dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) yang akan diselenggarakan 9 Februari 2022 mendatang.

Kegiatan Sosialisasi yang dibuka Kadis Kehutanan Sultra, Sahid dan dihadiri juga Kadis Lingkungan Hidup Sultra Ansar serta 28 peserta dari instansi terkait seperti Bappeda, DKP, Balai KSDA Sultra TNRAW, dan para KPH kabupaten kota se-Sultra dan konsorsium pencinta alam.
 

Pewarta : Abdul Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024