Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan peta jalan (roadmap) pengembangan industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 2021-2025 di Jakarta, Selasa.
Adapun peta jalan tersebut memiliki visi agar BPR dan BPRS bisa menjadi bank yang cerdas (agile), adaptif, kontributif, dan berdaya tahan (resilient) dalam memberi akses keuangan kepada usaha mikro kecil (UMK) dan masyarakat di daerah atau wilayahnya.
"Di dalam peta jalan ini terdapat empat pilar yang akan dijalankan," tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam Launching Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS 2021-2025.
Pilar pertama adalah penguatan struktur dan keunggulan kompetitif yang terdiri dari memperkuat permodalan dan terus mendorong akselerasi konsolidasi, meningkatkan daya saing melalui penguatan tata kelola dan manajemen risiko, mendorong inovasi produk dan layanan, serta meningkatkan kolaborasi dan konektivitas dengan lembaga atau institusi lain.
Heru melanjutkan, pilar kedua yaitu akselerasi transformasi digital yang meliputi mendorong digitalisasi BPR dan BPRS, optimalisasi layanan transfer dana melalui pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi, dan meningkatkan penggunaan teknologi terkini pada BPR dan BPRS.
"Ini tentunya sangat kritikal karena tantangan ke depan adalah mengenai digitalisasi," tegasnya.
Jika pilar pertama dan kedua bisa dilakukan dengan baik, ia berpendapat pilar ketiga dalam peta jalan juga merupakan sebuah keharusan yang harus dijalankan, yaitu penguatan peran BPR dan BPRS terhadap daerah atau wilayah.
Pilar tersebut terdiri dari meningkatkan peran BPR dan BPRS dalam pembiayaan kepada UMK di daerah atau wilayah dan meningkatkan akses dan edukasi keuangan di daerah atau wilayah.
Kemudian, kata Heru, pilar keempat yaitu penguatan peraturan, perizinan, dan pengawasan yang meliputi memperkuat pengaturan melalui pendekatan principle based, mempercepat proses perizinan melalui pemanfaatan teknologi, serta memperkuat pengawasan dengan pemanfaatan teknologi yang optimal (supervisory technology) dan pengembangan early warning system.
Dengan demikian, diharapkan kepemimpinan dan manajemen perubahan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, infrastruktur teknologi informasi, serta kolaborasi dan kerja sama sektoral, bisa menjadi enabler untuk peta jalan ini.
Adapun peta jalan tersebut memiliki visi agar BPR dan BPRS bisa menjadi bank yang cerdas (agile), adaptif, kontributif, dan berdaya tahan (resilient) dalam memberi akses keuangan kepada usaha mikro kecil (UMK) dan masyarakat di daerah atau wilayahnya.
"Di dalam peta jalan ini terdapat empat pilar yang akan dijalankan," tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam Launching Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS 2021-2025.
Pilar pertama adalah penguatan struktur dan keunggulan kompetitif yang terdiri dari memperkuat permodalan dan terus mendorong akselerasi konsolidasi, meningkatkan daya saing melalui penguatan tata kelola dan manajemen risiko, mendorong inovasi produk dan layanan, serta meningkatkan kolaborasi dan konektivitas dengan lembaga atau institusi lain.
Heru melanjutkan, pilar kedua yaitu akselerasi transformasi digital yang meliputi mendorong digitalisasi BPR dan BPRS, optimalisasi layanan transfer dana melalui pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi, dan meningkatkan penggunaan teknologi terkini pada BPR dan BPRS.
"Ini tentunya sangat kritikal karena tantangan ke depan adalah mengenai digitalisasi," tegasnya.
Jika pilar pertama dan kedua bisa dilakukan dengan baik, ia berpendapat pilar ketiga dalam peta jalan juga merupakan sebuah keharusan yang harus dijalankan, yaitu penguatan peran BPR dan BPRS terhadap daerah atau wilayah.
Pilar tersebut terdiri dari meningkatkan peran BPR dan BPRS dalam pembiayaan kepada UMK di daerah atau wilayah dan meningkatkan akses dan edukasi keuangan di daerah atau wilayah.
Kemudian, kata Heru, pilar keempat yaitu penguatan peraturan, perizinan, dan pengawasan yang meliputi memperkuat pengaturan melalui pendekatan principle based, mempercepat proses perizinan melalui pemanfaatan teknologi, serta memperkuat pengawasan dengan pemanfaatan teknologi yang optimal (supervisory technology) dan pengembangan early warning system.
Dengan demikian, diharapkan kepemimpinan dan manajemen perubahan, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, infrastruktur teknologi informasi, serta kolaborasi dan kerja sama sektoral, bisa menjadi enabler untuk peta jalan ini.