Kendari (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara mengedukasi kalangan civitas akademika baik mahasiswa dan dosen terkait manfaat dan risiko pinjam daring (online) yang dikemas dalam bentuk webinar bertema 'Ekonomi Digital dan Fintech Peer-to-Peer Lending (P2PL) Manfaat dan Tantangan untuk Indonesia'.
Kepala OJK Sultra Mohammad Fredly Nasution di Kendari, Senin, mengatakan kegiatan tersebut untuk mengenalkan industri fintech P2PL atau fintech lending (pinjaman online) sebagai alternatif pendanaan bagi masyarakat, termasuk memberikan pemahaman pada manfaat dan risikonya.
"Kegiatan ini juga ditujukan untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memanfaatkan industri fintech P2PL secara bijak dan tidak terjebak dalam penyelenggara pinjaman online ilegal," kata Fredly dalam rilis Humas OJK Sultra.
Kegiatan 'OJK Goes to Campus 2021' tersebut diikuti sebanyak 262 peserta dari kalangan civitas akademika di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) 66 Kendari dan perguruan tinggi lain di Sulawesi Tenggara dan dihadiri Kepala OJK Sultra Mohammad Fredly Nasution dan Ketua STIE Enam Enam Dr. Bakhtiar Abbas.
Kegiatan itu menghadirkan empat narasumber secara virtual, yakni Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta; Bareskrim Polri Silvester M.M. Simamora; Ketua Sekretariat Satgas Waspada Investasi Akta Bahar Daeng; dan Ketua Prodi Magister Manajemen STIE 66 Kendari Dr. La Utu.
Fredly menyampaikan bahwa OJK Sulawesi Tenggara terus meningkatkan edukasi di masyarakat yang disinergikan dengan program tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD).
Ia optimis dengan sinergi dan kerja keras tersebut target indeks inklusi keuangan sebesar 90 persen dan literasi keuangan sebesar 50 persen pada tahun 2024 diharapkan dapat tercapai.
Dikatakannya, akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan juga perlu terlindungi. Maraknya praktek bisnis yang berkedok investasi namun tidak memiliki izin di masyarakat mengakibatkan kerugian finansial yang materil dan immateril.
Menurutnya, hal tersebut dapat mengganggu sistem keuangan dan berdampak negatif terhadap produk investasi yang telah mendapatkan legalitas perizinan.
Oleh sebab itu, OJK bersama Tim Kerja Satuan Tugas Waspada Investasi Provinsi Sulawesi Tenggara terus meningkatkan koordinasi dan sinergi untuk mencegah dan menindak entitas yang melakukan penawaran investasi ilegal.
“Prinsip untuk memperhatikan legal dan logis terus kami gaungkan kepada masyarakat untuk mencerdaskan masyarakat dalam memilih produk investasi,” tambah Fredly.
Sementara itu Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta sebagai salah satu narasumber menjelaskan bahwa OJK memiliki dalam mengatur dan mengawasi industri pinjaman daring.
“Saat ini baru sekitar 19 persen UMKM di Indonesia yang didanai oleh lembaga jasa keuangan. Industri fintech P2PL dapat mempermudah akses pendanaan UMKM,” ujar Tris.
Kepala OJK Sultra Mohammad Fredly Nasution di Kendari, Senin, mengatakan kegiatan tersebut untuk mengenalkan industri fintech P2PL atau fintech lending (pinjaman online) sebagai alternatif pendanaan bagi masyarakat, termasuk memberikan pemahaman pada manfaat dan risikonya.
"Kegiatan ini juga ditujukan untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memanfaatkan industri fintech P2PL secara bijak dan tidak terjebak dalam penyelenggara pinjaman online ilegal," kata Fredly dalam rilis Humas OJK Sultra.
Kegiatan 'OJK Goes to Campus 2021' tersebut diikuti sebanyak 262 peserta dari kalangan civitas akademika di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) 66 Kendari dan perguruan tinggi lain di Sulawesi Tenggara dan dihadiri Kepala OJK Sultra Mohammad Fredly Nasution dan Ketua STIE Enam Enam Dr. Bakhtiar Abbas.
Kegiatan itu menghadirkan empat narasumber secara virtual, yakni Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta; Bareskrim Polri Silvester M.M. Simamora; Ketua Sekretariat Satgas Waspada Investasi Akta Bahar Daeng; dan Ketua Prodi Magister Manajemen STIE 66 Kendari Dr. La Utu.
Fredly menyampaikan bahwa OJK Sulawesi Tenggara terus meningkatkan edukasi di masyarakat yang disinergikan dengan program tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD).
Ia optimis dengan sinergi dan kerja keras tersebut target indeks inklusi keuangan sebesar 90 persen dan literasi keuangan sebesar 50 persen pada tahun 2024 diharapkan dapat tercapai.
Dikatakannya, akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan juga perlu terlindungi. Maraknya praktek bisnis yang berkedok investasi namun tidak memiliki izin di masyarakat mengakibatkan kerugian finansial yang materil dan immateril.
Menurutnya, hal tersebut dapat mengganggu sistem keuangan dan berdampak negatif terhadap produk investasi yang telah mendapatkan legalitas perizinan.
Oleh sebab itu, OJK bersama Tim Kerja Satuan Tugas Waspada Investasi Provinsi Sulawesi Tenggara terus meningkatkan koordinasi dan sinergi untuk mencegah dan menindak entitas yang melakukan penawaran investasi ilegal.
“Prinsip untuk memperhatikan legal dan logis terus kami gaungkan kepada masyarakat untuk mencerdaskan masyarakat dalam memilih produk investasi,” tambah Fredly.
Sementara itu Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta sebagai salah satu narasumber menjelaskan bahwa OJK memiliki dalam mengatur dan mengawasi industri pinjaman daring.
“Saat ini baru sekitar 19 persen UMKM di Indonesia yang didanai oleh lembaga jasa keuangan. Industri fintech P2PL dapat mempermudah akses pendanaan UMKM,” ujar Tris.