Kendari (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar penguatan moderasi pemahaman beragama sebagai salah satu upaya mencegah radikalisme di daerah itu.

Kegiatan yang diikuti 150 orang ini berlangsung selama tiga hari mengusung tema "penguatan wawasan kebangsaan dan keagamaan untuk Sultra yang aman, rukun, maju, sejahtera dan martabat" dibuka oleh Wakil Gubernur Sultra, Lukman Abunawas, di Kendari, Rabu.

"Dalam setiap aktivitas sosial yang kita jalani harus senantiasa mengutamakan kerukunan beragama dalam konteks moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama di daerah ini," kata Wagub Sultra, Lukman Abunawas, saat membuka kegiatan tersebut.

Pemda Sultra melalui program Sultra beriman dan berbudaya kata Wagub, sudah berkolaborasi dengan Kemenag Sultra dalam membangun kehidupan umat beragama yang damai, dan melalui kolaborasi  itu pernah menggelar melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan berskala nasional didaerah ini yakni MTQ Nasional 2006, Utsawa  Dharma Gita Nasional 2008 dan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) nasional 2010.

"Semua kegiatan itu berjalan dengan sukses, menunjukkan bahwa keharmonisan umat beragama di Sultra terjalin dengan baik sehingga saling bantu dan saling mendukung untuk menyukseskan setiap hajatan agama apa saja di daerah ini," katanya.

Selain itu katanya, ada beberapa rumah ibadah yang berdiri berdampingan seperti gereja dan masjid di Kendari dan Baubau. Ini menunjukkan betapa toleransi kehidupan beragama di Sulawesi Tenggara.

"Bukan hanya slogan, tapi senantiasa betul-betul kedepankan bagaimana rasa persaudaraan untuk selalu harga menghargai dalam beribadah dan melaksanakan keyakinan masing-masing," katanya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenag Sultra, Fesal Musaad, mengatakan salah satu program prioritas Kementerian Agama saat ini adalah moderasi beragama.

"Yang ditawarkan Kemenag melalui moderasi gama bukan berarti beragama setengah-setengah, tetapi tidak berlebihan, pengurangan kekerasan, pengurangan keekstreman dalam menjalankan dan memahami agama," katanya.

Mengapa moderasi beragama perlu digaungkan katanya, supaya bisa disamakan persepsi diantara semua pihak, sehingga jangan ada yang membenturkan antara agama dan kearifan budaya lokal.

"Kearifan lokal masyarakat Sultra harus dipelihara sebagai benteng moderasi beragama atau kerukunan beragama, ada adat Tolaki, adat Buton, adat Muna adat Moronene dan berbagai suku yang ada di Sultra. Adat istiadat itu merupakan kearifan lokal yang harus kita lestarikan sepanjang masa karena dapat digunakan untuk meredam konflik akibat kesenjangan sosial," katanya.

Menurut dia, saat sebagian elemen masih disibukkan menolak pemimpin yang beda agama, ada orang yang mengatasnamakan agama ingin menggantikan ideologi negara yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa.

"Yang sangat dikuatirkan adalah isu jihad agama untuk mengkafirkan sesama bahkan bisa untuk membunuh sehingga kasus-kasus sepertinya harus kita renungkan secara bersama-sama, harus kita hentikan dengan cara kita merubah sikap masyarakat yang keras menjadi lunak, menjadi toleran dan moderat serta tidak berlebihan menuju provinsi Sultra yang aman, rukun, damai, sejahtera dan bermartabat," katanya.

Kegiatan ini dihadiri Kapolda Sultra Irjen Yan Sultra, Danrem 143 Haluoleo, Brigjen  Jannie Siahaan, Sekda Sultra, Nur Endang Abbas, wakil ketua DPRD Sultra, Nur Salam Lada, Kajati Sultra, Kabinda Sultra, Danlanal Kendari, Danlanud Haluoleo, FKUB dan dan berbagai pihak terkait.


Pewarta : Suparman
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024