Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ratih Asmana Ningrum mengatakan bahwa virus corona tipe SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 bisa bertahan tujuh hari di bagian dalam masker bedah dan lebih dari tujuh hari di bagian luar masker bedah.
Dalam acara diskusi mengenai pengelolaan limbah masker pada masa pandemi COVID-19 yang disiarkan via daring pada Selasa, Ratih mengemukakan bahwa SARS-CoV-2 memiliki stabilitas atau ketahanan yang berbeda pada setiap material.
"Ternyata stabilitas virusnya di masker bedah di bagian dalam itu ternyata tujuh hari dan di bagian luar lebih dari tujuh hari," kata peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI itu.
Ia menambahkan, masker yang dipakai oleh orang yang terserang COVID-19 bagian dalamnya pasti bervirus dan masker yang dikenakan oleh orang yang tidak terinfeksi virus corona bagian luarnya kemungkinan mengandung virus.
Ratih menjelaskan pula bahwa virus SARS-CoV-2 bisa bertahan sampai 12 hari pada alat pelindung diri yang berbahan plastik, 14 hari pada alat berbahan stainless steel (baja tahan karat), empat hari pada sarung tangan karet, enam hari pada sarung tangan nitrile, satu hari pada kain katun, dan 21 hari pada masker N95.
Virus yang menempel pada masker dan alat pelindung diri yang lain, menurut dia, bisa dimatikan melalui proses disinfeksi.
"Semua tipe disinfektan ternyata bekerja, baik yang sederhana maupun yang sudah lebih banyak digunakan di fasilitas kesehatan. Seperti pemutih di rumah tangga, itu bisa digunakan," kata Ratih.
Inaktivasi virus, ia melanjutkan, juga bisa dilakukan dengan memanaskan perlengkapan pada suhu 70 derajat Celsius selama lima menit atau merendamnya dalam larutan disinfektan selama lima menit.
Ratin mengatakan, pengelolaan limbah medis di tingkat rumah tangga bisa dilakukan dengan memisahkannya dengan sampah rumah tangga lalu mendisinfeksinya menggunakan alkohol.
"Yang paling utama adalah disinfeksi itu harus dilakukan sedini mungkin," katanya.
Ratih menjelaskan pula bahwa limbah medis dari tempat perawatan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan membutuhkan penanganan khusus.
Dia mencontohkan, limbah medis dari penanganan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan bisa disterilisasi menggunakan alat sterilisasi autoklaf.
Dalam acara diskusi mengenai pengelolaan limbah masker pada masa pandemi COVID-19 yang disiarkan via daring pada Selasa, Ratih mengemukakan bahwa SARS-CoV-2 memiliki stabilitas atau ketahanan yang berbeda pada setiap material.
"Ternyata stabilitas virusnya di masker bedah di bagian dalam itu ternyata tujuh hari dan di bagian luar lebih dari tujuh hari," kata peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI itu.
Ia menambahkan, masker yang dipakai oleh orang yang terserang COVID-19 bagian dalamnya pasti bervirus dan masker yang dikenakan oleh orang yang tidak terinfeksi virus corona bagian luarnya kemungkinan mengandung virus.
Ratih menjelaskan pula bahwa virus SARS-CoV-2 bisa bertahan sampai 12 hari pada alat pelindung diri yang berbahan plastik, 14 hari pada alat berbahan stainless steel (baja tahan karat), empat hari pada sarung tangan karet, enam hari pada sarung tangan nitrile, satu hari pada kain katun, dan 21 hari pada masker N95.
Virus yang menempel pada masker dan alat pelindung diri yang lain, menurut dia, bisa dimatikan melalui proses disinfeksi.
"Semua tipe disinfektan ternyata bekerja, baik yang sederhana maupun yang sudah lebih banyak digunakan di fasilitas kesehatan. Seperti pemutih di rumah tangga, itu bisa digunakan," kata Ratih.
Inaktivasi virus, ia melanjutkan, juga bisa dilakukan dengan memanaskan perlengkapan pada suhu 70 derajat Celsius selama lima menit atau merendamnya dalam larutan disinfektan selama lima menit.
Ratin mengatakan, pengelolaan limbah medis di tingkat rumah tangga bisa dilakukan dengan memisahkannya dengan sampah rumah tangga lalu mendisinfeksinya menggunakan alkohol.
"Yang paling utama adalah disinfeksi itu harus dilakukan sedini mungkin," katanya.
Ratih menjelaskan pula bahwa limbah medis dari tempat perawatan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan membutuhkan penanganan khusus.
Dia mencontohkan, limbah medis dari penanganan pasien COVID-19 di fasilitas kesehatan bisa disterilisasi menggunakan alat sterilisasi autoklaf.