Seoul (ANTARA) - Kantor Kepresidenan Korea Selatan menyatakan pada Sabtu bahwa pihaknya akan meminta Korea Utara untuk menjalankan penyelidikan lebih lanjut atas penembakan yang dilakukan terhadap pejabat perikanan Korea Selatan di wilayah perbatasan kedua negara.
Usai pertemuan Dewan Keamanan Nasional pada Jumat (25/6) malam, Korea Selatan mengatakan akan melakukan penyelidikan bersama dengan Korea Utara terhadap kasus ini jika diperlukan, dan menyebut ada perbedaan laporan dari dua belah pihak.
Militer Korea Selatan pada Kamis (24/9) menyatakan sejumlah tentara Korea Utara membunuh korban, menyiram jenazahnya dengan bensin, dan membakarnya di dekat perbatasan perairan dua Korea.
Pemerintah Korea Utara, dalam surat yang disampaikan kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Jumat (25/9), menyebut bahwa tentaranya menembak korban yang disebut sebagai "penyusup ilegal" namun tidak membakar jenazahnya.
Dalam surat tersebut, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga menghaturkan permohonan maaf karena telah mengecewakan Moon Jae-in dan rakyat Korea Selatan--sebagaimana dikutip dari pernyataan penasihat keamanan Moon.
Sementara pihak oposisi, Partai Kekuatan Rakyat, menilai bahwa permintaan maaf Kim tidak tulus, serta kasus tersebut harus dikirim ke Pengadilan Kejahatan Internasional dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Pemerintahan Moon sendiri menghadapi tekanan politis atas bagaimana pihaknya merespons peristiwa penembakan itu, yang beriringan dengan dorongan untuk memperbaharui kebijakan terhadap Korea Utara.
Para pengkritik menuduh Moon telah gagal melindungi nyawa warganya dan bersikap lembek terhadap Korea Utara, dengan menyebut bahwa pihak militer tidak berupaya menyelamatkan meski telah mendeteksi keberadaan korban enam jam sebelum terjadi penembakan.
Korban yang merupakan pejabat pemerintahan itu dilaporkan hilang ketika bertugas di atas sebuah kapal dekat Pulau Yeonpyeongdo.
Militer Korea Selatan menyebut bahwa korban nampak tengah berupaya membelot ke Korea Utara, namun saudara korban membantah klaim tersebut dan menyebut ia mungkin mengalami kecelakaan saat itu.
Sumber: Reuters
Usai pertemuan Dewan Keamanan Nasional pada Jumat (25/6) malam, Korea Selatan mengatakan akan melakukan penyelidikan bersama dengan Korea Utara terhadap kasus ini jika diperlukan, dan menyebut ada perbedaan laporan dari dua belah pihak.
Militer Korea Selatan pada Kamis (24/9) menyatakan sejumlah tentara Korea Utara membunuh korban, menyiram jenazahnya dengan bensin, dan membakarnya di dekat perbatasan perairan dua Korea.
Pemerintah Korea Utara, dalam surat yang disampaikan kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Jumat (25/9), menyebut bahwa tentaranya menembak korban yang disebut sebagai "penyusup ilegal" namun tidak membakar jenazahnya.
Dalam surat tersebut, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga menghaturkan permohonan maaf karena telah mengecewakan Moon Jae-in dan rakyat Korea Selatan--sebagaimana dikutip dari pernyataan penasihat keamanan Moon.
Sementara pihak oposisi, Partai Kekuatan Rakyat, menilai bahwa permintaan maaf Kim tidak tulus, serta kasus tersebut harus dikirim ke Pengadilan Kejahatan Internasional dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.
Pemerintahan Moon sendiri menghadapi tekanan politis atas bagaimana pihaknya merespons peristiwa penembakan itu, yang beriringan dengan dorongan untuk memperbaharui kebijakan terhadap Korea Utara.
Para pengkritik menuduh Moon telah gagal melindungi nyawa warganya dan bersikap lembek terhadap Korea Utara, dengan menyebut bahwa pihak militer tidak berupaya menyelamatkan meski telah mendeteksi keberadaan korban enam jam sebelum terjadi penembakan.
Korban yang merupakan pejabat pemerintahan itu dilaporkan hilang ketika bertugas di atas sebuah kapal dekat Pulau Yeonpyeongdo.
Militer Korea Selatan menyebut bahwa korban nampak tengah berupaya membelot ke Korea Utara, namun saudara korban membantah klaim tersebut dan menyebut ia mungkin mengalami kecelakaan saat itu.
Sumber: Reuters