Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai saat ini tingkat kesadaran masyarakat di Tanah Air sudah tergolong tinggi dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
"Dari 48 juta pasangan usia subur di Indonesia sekitar 38 juta sudah menggunakan alat kontrasepsi," kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Dwi Listyawardani BKKBN saat diskusi virtual yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan gambaran penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebagiannya menggunakan kontrasepsi secara mandiri.
"Dan separuhnya lagi baru didukung atau disediakan oleh pemerintah," kata Dani sapaan akrabnya.
Jika melihat metode kontrasepsi yang ada, misalnya kontrasepsi jangka panjang untuk intra uterine device (IUD) dan implan, 90 persen didukung oleh pemerintah.
Sedangkan untuk jangka pendek misalnya pil dan suntik yakni 70 persennya adalah mandiri dan penggunaan kondom 90 persen juga secara mandiri.
"Hal ini menunjukkan kemandirian kita sangat tinggi," ujar dia.
Meskipun demikian, BKKBN menyadari hal tersebut perlu terus ditingkatkan terutama bagi masyarakat di pedesaan terutama petani.
Apalagi, akses informasi dan edukasi terkait keluarga berencana di pedesaan tidak semudah di daerah perkotaan sehingga butuh upaya lebih dalam mencapai program tersebut.
Secara umum, Dani mengatakan selama pandemi COVID-19 memang terjadi penurunan fasilitas layanan karena tidak menerima akseptor.
Hal tersebut cukup memengaruhi layanan fasilitas kontrasepsi bagi masyarakat. Namun, setidaknya hal itu bisa diminimalisir dengan keberadaan praktik bidan mandiri.
"Kita bisa bayangkan kalau tidak ada praktik bidan mandiri maka banyak peserta KB kita yang putus pakai," ujarnya.
"Dari 48 juta pasangan usia subur di Indonesia sekitar 38 juta sudah menggunakan alat kontrasepsi," kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Dwi Listyawardani BKKBN saat diskusi virtual yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan gambaran penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebagiannya menggunakan kontrasepsi secara mandiri.
"Dan separuhnya lagi baru didukung atau disediakan oleh pemerintah," kata Dani sapaan akrabnya.
Jika melihat metode kontrasepsi yang ada, misalnya kontrasepsi jangka panjang untuk intra uterine device (IUD) dan implan, 90 persen didukung oleh pemerintah.
Sedangkan untuk jangka pendek misalnya pil dan suntik yakni 70 persennya adalah mandiri dan penggunaan kondom 90 persen juga secara mandiri.
"Hal ini menunjukkan kemandirian kita sangat tinggi," ujar dia.
Meskipun demikian, BKKBN menyadari hal tersebut perlu terus ditingkatkan terutama bagi masyarakat di pedesaan terutama petani.
Apalagi, akses informasi dan edukasi terkait keluarga berencana di pedesaan tidak semudah di daerah perkotaan sehingga butuh upaya lebih dalam mencapai program tersebut.
Secara umum, Dani mengatakan selama pandemi COVID-19 memang terjadi penurunan fasilitas layanan karena tidak menerima akseptor.
Hal tersebut cukup memengaruhi layanan fasilitas kontrasepsi bagi masyarakat. Namun, setidaknya hal itu bisa diminimalisir dengan keberadaan praktik bidan mandiri.
"Kita bisa bayangkan kalau tidak ada praktik bidan mandiri maka banyak peserta KB kita yang putus pakai," ujarnya.