Jakarta (ANTARA) - Ahli penyakit pernafasan ternama di China Prof Zhong Nanshan memperkirakan 60-70 persen penduduk dunia akan terdampak COVID-19 dengan tingkat kematian mendekati tujuh persen.
"Jika tidak ada intervensi, COVID-19 kemungkinan akan berdampak pada 60-70 persen populasi global, dengan tingkat kematian mendekati tujuh persen," katanya dikutip Global Times, Sabtu.
Pakar kesehatan kelahiran Nanjing, Provinsi Jiangsu, itu, juga mengatakan pasien yang terinfeksi COVID-19 lima hari sebelum dan lima hari sesudah munculnya gejala dengan disertai penyakit parah memiliki risiko kematian yang tinggi.
Pandemi itu juga masih akan terus berlangsung hingga musim dingin dan musim semi mendatang, kata ahli berusia 83 tahun itu, yang mencetuskan rekomendasi masa karantina 14 hari setelah mempelajari pola penularan COVID-19 di Wuhan.
Zhong juga menyarankan Pemerintah China untuk melakukan pencegahan dan pengendalian bersama masyarakat, memperluas jangkauan tes asam nukleat, melacak kontak dekat, dan mengisolasi pasien.
Kekebalan tubuh hanya bisa diperoleh melalui vaksinasi massal melalui kerja sama global dalam satu hingga dua tahun, kata sang profesor yang pernah mengalami pneumonia saat SARS mewabah di China pada 2003.
Sementara itu, Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Jumat (18/9), menyebutkan 11 vaksin COVID-19 buatan dalam negeri telah memasuki uji klinis, empat di antaranya sudah memasuki tahap ketiga uji klinis.
Lebih dari 100.000 warga China telah disuntik vaksin COVID-19 dan setelah itu mereka tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Pakar vaksin di Shanghai, Tao Lina, mengatakan bahwa jika 70 persen warga China berhasil divaksin, pada 2021 sedikitnya 90 persen warga China sudah divaksin sehingga tindakan pencegahan COVID-19 akan lebih fleksibel dan berbiaya rendah.
China juga telah mendirikan pusat COVID-19 nasional sebagai langkah awal untuk melakukan kerja sama internasional dalam menghadapi pandemi tersebut.
Kepala Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular China, Gao Fu, mengatakan bahwa institusi baru tersebut nantinya akan mengumpulkan sampel virus dan menggelar pelatihan pengurutan DNA terkait COVID-19.
"Jika tidak ada intervensi, COVID-19 kemungkinan akan berdampak pada 60-70 persen populasi global, dengan tingkat kematian mendekati tujuh persen," katanya dikutip Global Times, Sabtu.
Pakar kesehatan kelahiran Nanjing, Provinsi Jiangsu, itu, juga mengatakan pasien yang terinfeksi COVID-19 lima hari sebelum dan lima hari sesudah munculnya gejala dengan disertai penyakit parah memiliki risiko kematian yang tinggi.
Pandemi itu juga masih akan terus berlangsung hingga musim dingin dan musim semi mendatang, kata ahli berusia 83 tahun itu, yang mencetuskan rekomendasi masa karantina 14 hari setelah mempelajari pola penularan COVID-19 di Wuhan.
Zhong juga menyarankan Pemerintah China untuk melakukan pencegahan dan pengendalian bersama masyarakat, memperluas jangkauan tes asam nukleat, melacak kontak dekat, dan mengisolasi pasien.
Kekebalan tubuh hanya bisa diperoleh melalui vaksinasi massal melalui kerja sama global dalam satu hingga dua tahun, kata sang profesor yang pernah mengalami pneumonia saat SARS mewabah di China pada 2003.
Sementara itu, Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Jumat (18/9), menyebutkan 11 vaksin COVID-19 buatan dalam negeri telah memasuki uji klinis, empat di antaranya sudah memasuki tahap ketiga uji klinis.
Lebih dari 100.000 warga China telah disuntik vaksin COVID-19 dan setelah itu mereka tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Pakar vaksin di Shanghai, Tao Lina, mengatakan bahwa jika 70 persen warga China berhasil divaksin, pada 2021 sedikitnya 90 persen warga China sudah divaksin sehingga tindakan pencegahan COVID-19 akan lebih fleksibel dan berbiaya rendah.
China juga telah mendirikan pusat COVID-19 nasional sebagai langkah awal untuk melakukan kerja sama internasional dalam menghadapi pandemi tersebut.
Kepala Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular China, Gao Fu, mengatakan bahwa institusi baru tersebut nantinya akan mengumpulkan sampel virus dan menggelar pelatihan pengurutan DNA terkait COVID-19.