Jakarta (ANTARA) - Sejak diumumkan pertama kali adanya warga Depok positif terjangkit virus corona pada 2 Maret, dari hari ke hari grafik penularannya terus naik.
Angkanya semakin mencemaskan. Tak seorang pun tahu kapan grafiknya akan turun atau landai.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat hingga Minggu jumlah orang yang positif terjangkit virus corona (COVID-19) di Indonesia sebanyak 1.285 kasus. Dari jumlah itu, 64 orang sembuh dan 114 meninggal dunia.
Data tersebut merupakan pembaruan yang dilakukan sejak Sabtu (28/3) pukul 12.00 WIB hingga Minggu pukul 12.00 WIB. Pada Sabtu, tercatat 1.155 kasus positif, 102 meninggal dan 59 orang sembuh.
Dari data pada dua hari itu saja, tercatat ada penambahan kasus konfirmasi positif sebanyak 130 kasus baru. Pasien yang sembuh bertambah 5 kasus, sementara yang meninggal bertambah 12 kasus.
"Penambahan kasus positif ini menggambarkan masih ada penularan di tengah masyarakat," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB di Jakarta yang disiarkan secara daring, Minggu.
Dari sebanyak 1.285 kasus, DKI Jakarta adalah episentrum atau pusat terjadinya pagebluk ini. Dengan 675 kasus pada Minggu, Jakarta harus berjuang keras untuk mampu mengendalikannya.
Pada Sabtu 28 Maret 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di DKI baru sebanyak 603 kasus dengan 62 orang meninggal.
Secara nasional, gugus tugas menyampaikan pula data positif COVID-19 di Indonesia, yaitu di Provinsi Aceh lima kasus, Bali (10), Banten (106) dan Yogyakarta 22 kasus. Sedangkan di Jambi (1), Jawa Barat (149), Jawa Tengah (63) dan Jawa Timur 90 kasus.
Kalimantan Barat delapan kasus, Kalimantan Timur (17), Kalimantan Tengah (7), Kalimantan Selatan (1) dan Kalimantan Utara dua kasus. Kepulauan Riau (5), NTB (2), Sumatera Selatan (2), Sumatera Barat (5), Sulawesi Utara (2), Sumatera Utara (8) dan Sulawesi Tenggara tiga kasus.
Ada 47 kasus di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah (2), Lampung (4), Riau (2), Maluku Utara dan Maluku masing-masing satu kasus, Papua Barat (2) serta sembilan kasus positif di Papua.
Diperpanjang
Mencermati grafik yang terus naik, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang status tanggap darurat di ibu kota hingga 19 April. Semula status itu dilaksanakan sejak dua minggu lalu sampai 5 April 2020.
Artinya, hingga 19 April masih diberlakukan kegiatan bekerja dari rumah (work from home/wfh) untuk jajaran pemerintahan dan jajarannya. Begitu juga untuk karyawan pada sektor usaha baik di bawah badan usaha milik pemerintah maupun swasta.
Bersamaan dengan hal itu, dilakukan pula perpanjangan penutupan operasional terhadap tempat-tempat wisata. Kegiatan belajar-mengajar pun menyesuaikan dengan aturan itu.
"Semuanya mengikuti status tanggap darurat yang diperpanjang sampai 19 April 2020," kata Anies.
Selama masa tanggap darurat, seluruh warga yang berdomisili di DKI Jakarta diimbau agar tetap tinggal di rumah guna mencegah penularan virus corona. Bukti menunjukkan bahwa tingginya mobilitas memicu tingginya penularan.
Karena itu, warga harus mengurangi aktivitas di luar dan tetap tinggal di rumah. Jangan bepergian kecuali untuk kegiatan yang esensial terkait kebutuhan pokok dan kesehatan.
Anies kembali meminta masyarakat di ibu kota untuk tidak meninggalkan atau keluar dari Jakarta. Misalnya mudik ke kampung halaman karena masih terjadi wabah pandemi COVID-19.
Pesan ini sesungguhnya sudah disampaikan berkali-kali. Masyarakat Jakarta dilarang meninggalkan Jakarta, khususnya ke kampung halaman.
Potensi Penularan
Imbauan itu disampaikan dengan maksud dan tujuan untuk memastikan agar warga di Ibu Kota sehat. Jika pun ada yang membutuhkan pelayanan kesehatan dapat segera diberikan.
Walaupun fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta jumlahnya terbatas dibandingkan total kasus COVID-19, kondisinya masih relatif tersedia dibanding di daerah lain.
Apalagi jika warga yang ingin pulang kampung tersebut berstatus sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) sehingga kemungkinan terburuk makin besar. Yakni ada potensi penularan di kampung halaman, terlebih bila hasil lab ternyata menunjukkan positif terjangkit virus corona.
Artinya, maksud dan tujuan dari larangan mudik itu pun demi keluarga di kampung agar terhindar dari potensi penularan wabah ini. Mengingat informasi yang sudah dipublikasikan di beragam platform media, 85 persen pasien yang terjangkit ternyata tidak merasakan gejala apa-apa.
Kalaupun seseorang tidak merasakan gejala apa-apa kemudian dianggap sehat karena imunitas (kekebalan) tubuhnya mampu meredam virus, maka yang dikhawatirkan adalah menjadi pembawa (carrier) virus ini bagi yang lain.
Maka larangan mudik selama masa tanggap darurat pun mendapat sambutan baik dari pemerintah daerah. Banyak pemerintah daerah meminta agar warganya di perantauan tidak pulang kampung guna menghindari semakin luasnya penyebaran virus ini.
Kalaupun ada yang sudah telanjur pulang kampung harus mengikuti prosedur pencegahan penyebaran virus. Antara lain melapor ke aparat desa serta menjalani karantina mandiri, menjaga jarak sosial dan jarak fisik.
Kontemplasi
Kini warga DKI Jakarta menjalani perpanjangan masa tanggap darurat dengan keharusan tetap tinggal di rumah. Yang sehari-hari bekerja di perusahaan atau pegawai diminta bekerja dari rumah.
Situasinya juga tidak mendukung untuk kumpul-kumpul di warung kopi atau kafe karena banyak yang tutup. Untuk ke tempat wisata juga tutup.
Hal itu untuk menunjang upaya keras pengendalian penyebaran virus. Kalau masih ada yang nekad "nongkrong" bakal dibubarkan polisi.
Di sisi lain, kecemasan dan kekhawatiran masih mewarnai keseharian warga yang harus berada di rumah. Itu tak lain karena jumlah orang yang terjangkit virus ini terus bertambah dari hari ke hari.
Apalagi sampai saat ini obat dan anti virusnya belum ditemukan. Hal itu menambah cemas dan takut.
Dalam situasi seperti itu, semua pihak menyandarkan harapan yang sangat besar kepada dokter dan paramedis dalam perang melawan virus ini.
Yang tak kalah penting adalah meminta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka banyak orang yang mengingatkan bahwa saat ini adalah momentum terbaik untuk melakukan kontemplasi dan meningkatkan keimanan dengan selalu berdoa.
Tentu saja berdoa agar kecemasan dan kepanikan ini segera berakhir. Tak sedikit pihak juga selalu mengingatkan agar tidak terlalu cemas dan terlalu panik dalam menghadapi situasi berat ini.
Selain kontemplasi dan doa, jauh sebelumnya filsuf dan ilmuwan kedokteran Ibnu Sina mengingatkan pula bahwa "kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan".
Angkanya semakin mencemaskan. Tak seorang pun tahu kapan grafiknya akan turun atau landai.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat hingga Minggu jumlah orang yang positif terjangkit virus corona (COVID-19) di Indonesia sebanyak 1.285 kasus. Dari jumlah itu, 64 orang sembuh dan 114 meninggal dunia.
Data tersebut merupakan pembaruan yang dilakukan sejak Sabtu (28/3) pukul 12.00 WIB hingga Minggu pukul 12.00 WIB. Pada Sabtu, tercatat 1.155 kasus positif, 102 meninggal dan 59 orang sembuh.
Dari data pada dua hari itu saja, tercatat ada penambahan kasus konfirmasi positif sebanyak 130 kasus baru. Pasien yang sembuh bertambah 5 kasus, sementara yang meninggal bertambah 12 kasus.
"Penambahan kasus positif ini menggambarkan masih ada penularan di tengah masyarakat," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB di Jakarta yang disiarkan secara daring, Minggu.
Dari sebanyak 1.285 kasus, DKI Jakarta adalah episentrum atau pusat terjadinya pagebluk ini. Dengan 675 kasus pada Minggu, Jakarta harus berjuang keras untuk mampu mengendalikannya.
Pada Sabtu 28 Maret 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di DKI baru sebanyak 603 kasus dengan 62 orang meninggal.
Secara nasional, gugus tugas menyampaikan pula data positif COVID-19 di Indonesia, yaitu di Provinsi Aceh lima kasus, Bali (10), Banten (106) dan Yogyakarta 22 kasus. Sedangkan di Jambi (1), Jawa Barat (149), Jawa Tengah (63) dan Jawa Timur 90 kasus.
Kalimantan Barat delapan kasus, Kalimantan Timur (17), Kalimantan Tengah (7), Kalimantan Selatan (1) dan Kalimantan Utara dua kasus. Kepulauan Riau (5), NTB (2), Sumatera Selatan (2), Sumatera Barat (5), Sulawesi Utara (2), Sumatera Utara (8) dan Sulawesi Tenggara tiga kasus.
Ada 47 kasus di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah (2), Lampung (4), Riau (2), Maluku Utara dan Maluku masing-masing satu kasus, Papua Barat (2) serta sembilan kasus positif di Papua.
Diperpanjang
Mencermati grafik yang terus naik, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang status tanggap darurat di ibu kota hingga 19 April. Semula status itu dilaksanakan sejak dua minggu lalu sampai 5 April 2020.
Artinya, hingga 19 April masih diberlakukan kegiatan bekerja dari rumah (work from home/wfh) untuk jajaran pemerintahan dan jajarannya. Begitu juga untuk karyawan pada sektor usaha baik di bawah badan usaha milik pemerintah maupun swasta.
Bersamaan dengan hal itu, dilakukan pula perpanjangan penutupan operasional terhadap tempat-tempat wisata. Kegiatan belajar-mengajar pun menyesuaikan dengan aturan itu.
"Semuanya mengikuti status tanggap darurat yang diperpanjang sampai 19 April 2020," kata Anies.
Selama masa tanggap darurat, seluruh warga yang berdomisili di DKI Jakarta diimbau agar tetap tinggal di rumah guna mencegah penularan virus corona. Bukti menunjukkan bahwa tingginya mobilitas memicu tingginya penularan.
Karena itu, warga harus mengurangi aktivitas di luar dan tetap tinggal di rumah. Jangan bepergian kecuali untuk kegiatan yang esensial terkait kebutuhan pokok dan kesehatan.
Anies kembali meminta masyarakat di ibu kota untuk tidak meninggalkan atau keluar dari Jakarta. Misalnya mudik ke kampung halaman karena masih terjadi wabah pandemi COVID-19.
Pesan ini sesungguhnya sudah disampaikan berkali-kali. Masyarakat Jakarta dilarang meninggalkan Jakarta, khususnya ke kampung halaman.
Potensi Penularan
Imbauan itu disampaikan dengan maksud dan tujuan untuk memastikan agar warga di Ibu Kota sehat. Jika pun ada yang membutuhkan pelayanan kesehatan dapat segera diberikan.
Walaupun fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta jumlahnya terbatas dibandingkan total kasus COVID-19, kondisinya masih relatif tersedia dibanding di daerah lain.
Apalagi jika warga yang ingin pulang kampung tersebut berstatus sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) sehingga kemungkinan terburuk makin besar. Yakni ada potensi penularan di kampung halaman, terlebih bila hasil lab ternyata menunjukkan positif terjangkit virus corona.
Artinya, maksud dan tujuan dari larangan mudik itu pun demi keluarga di kampung agar terhindar dari potensi penularan wabah ini. Mengingat informasi yang sudah dipublikasikan di beragam platform media, 85 persen pasien yang terjangkit ternyata tidak merasakan gejala apa-apa.
Kalaupun seseorang tidak merasakan gejala apa-apa kemudian dianggap sehat karena imunitas (kekebalan) tubuhnya mampu meredam virus, maka yang dikhawatirkan adalah menjadi pembawa (carrier) virus ini bagi yang lain.
Maka larangan mudik selama masa tanggap darurat pun mendapat sambutan baik dari pemerintah daerah. Banyak pemerintah daerah meminta agar warganya di perantauan tidak pulang kampung guna menghindari semakin luasnya penyebaran virus ini.
Kalaupun ada yang sudah telanjur pulang kampung harus mengikuti prosedur pencegahan penyebaran virus. Antara lain melapor ke aparat desa serta menjalani karantina mandiri, menjaga jarak sosial dan jarak fisik.
Kontemplasi
Kini warga DKI Jakarta menjalani perpanjangan masa tanggap darurat dengan keharusan tetap tinggal di rumah. Yang sehari-hari bekerja di perusahaan atau pegawai diminta bekerja dari rumah.
Situasinya juga tidak mendukung untuk kumpul-kumpul di warung kopi atau kafe karena banyak yang tutup. Untuk ke tempat wisata juga tutup.
Hal itu untuk menunjang upaya keras pengendalian penyebaran virus. Kalau masih ada yang nekad "nongkrong" bakal dibubarkan polisi.
Di sisi lain, kecemasan dan kekhawatiran masih mewarnai keseharian warga yang harus berada di rumah. Itu tak lain karena jumlah orang yang terjangkit virus ini terus bertambah dari hari ke hari.
Apalagi sampai saat ini obat dan anti virusnya belum ditemukan. Hal itu menambah cemas dan takut.
Dalam situasi seperti itu, semua pihak menyandarkan harapan yang sangat besar kepada dokter dan paramedis dalam perang melawan virus ini.
Yang tak kalah penting adalah meminta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka banyak orang yang mengingatkan bahwa saat ini adalah momentum terbaik untuk melakukan kontemplasi dan meningkatkan keimanan dengan selalu berdoa.
Tentu saja berdoa agar kecemasan dan kepanikan ini segera berakhir. Tak sedikit pihak juga selalu mengingatkan agar tidak terlalu cemas dan terlalu panik dalam menghadapi situasi berat ini.
Selain kontemplasi dan doa, jauh sebelumnya filsuf dan ilmuwan kedokteran Ibnu Sina mengingatkan pula bahwa "kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan".