Baubau (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), melibatkan tokoh-tokoh lintas profesi dan agama dalam menangkal radikalisme dalam di daerah itu.
"Kegiatan ini memang kegiatan rutin, cuma terkadang menghadirkan yang sangat variatif. Ada kalangan umat beragama yang lintas profesi, bisa dari PNS, bisa petani, dan bisa juga yang selama ini kita hadirkan tokoh-tokoh agamanya saja. Misalnya yang simpul-simpul sebagai Pendeta, sebagai Ustadz atau Kia'i," ujar Kepala Kanwil Kemenag Sultra, Dr Abdul Kadir di Baubau, Kamis.
Kakanwil yang usai mengikuti workshop pencegahan konflik melalui deradikalisasi dan counter radikalisasi tingkat provinsi Sultra di Kota Baubau mengatakan, ada indikasi sekarang ini kampus sebagai tempat yang subur munculnya paham radikalisasi dalam agama.
"Itu kita bisa lihat seperti adanya indikator di kalangan mahasiswa yang selalu bicara tentang transideologi. Ada istilah khilafah dan ada juga yang sangat ekslusif," ujarnya.
Menurutnya, langkah dan upaya menangkal radikalisasi dalam agama dengan menghadirkan para tokoh agar mereka bisa menjalankan tentang tugas-tugas dakwah.
Apalagi kemungkinan munculnya paham radikalisasi tersebut adanya pengaruh dan pemahaman agama yang tidak terlalu dalam atau kehidupan sosial ekonominya juga tidak beruntung.
"Tadi saya menyampaikan bahwa menjadi pemicu lahir suburnya aliran inikan maksudnya kan ketidakadlilan, baik ada ketidakadilan ekonomi, politik dan hukum. Terus yang lain-lainnya itu adalah masalah kemiskinan dan keterbelakanggan," jelasnya.
Sebagai orang yang paham sedikit agama, menurut Kakanwil Kemenag paham radikalisasi merupakan sebuah kenyataan yang harus menjadi tugas dan pekerjaan bersama untuk meluruskan dan memberikan pemahaman dengan tema modersasi beragama itu.
"Perlu kita pahami agama itu dengan baik, jadi memahaminya sikap beragama dan sikap kita terhadap umat beragama itu yang harus kita bangun," ujarnya.
Meski Ia tidak menyebutkan data warga Sultra terpapar paham radikalisasi itu, namun menurutnya kalau dilihat dari sisi praktik keagamaan salah satu cirinya sudah tidak mau bersalaman. "Bisa kita telusuri masuk di kampus, coba perhatikan. Anggap saja gurunya saat mau salaman itu tidak salaman," jelasnya.
Pada kegiatan Workshop yang dihadiri Wakil Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse, Kepala Kemenag Baubau, Kemenag Buton, Buton Selatan dan Buton Tengah itu, juga dilakukan sesi tanya jawab peserta kepada narasumber.
"Kegiatan ini memang kegiatan rutin, cuma terkadang menghadirkan yang sangat variatif. Ada kalangan umat beragama yang lintas profesi, bisa dari PNS, bisa petani, dan bisa juga yang selama ini kita hadirkan tokoh-tokoh agamanya saja. Misalnya yang simpul-simpul sebagai Pendeta, sebagai Ustadz atau Kia'i," ujar Kepala Kanwil Kemenag Sultra, Dr Abdul Kadir di Baubau, Kamis.
Kakanwil yang usai mengikuti workshop pencegahan konflik melalui deradikalisasi dan counter radikalisasi tingkat provinsi Sultra di Kota Baubau mengatakan, ada indikasi sekarang ini kampus sebagai tempat yang subur munculnya paham radikalisasi dalam agama.
"Itu kita bisa lihat seperti adanya indikator di kalangan mahasiswa yang selalu bicara tentang transideologi. Ada istilah khilafah dan ada juga yang sangat ekslusif," ujarnya.
Menurutnya, langkah dan upaya menangkal radikalisasi dalam agama dengan menghadirkan para tokoh agar mereka bisa menjalankan tentang tugas-tugas dakwah.
Apalagi kemungkinan munculnya paham radikalisasi tersebut adanya pengaruh dan pemahaman agama yang tidak terlalu dalam atau kehidupan sosial ekonominya juga tidak beruntung.
"Tadi saya menyampaikan bahwa menjadi pemicu lahir suburnya aliran inikan maksudnya kan ketidakadlilan, baik ada ketidakadilan ekonomi, politik dan hukum. Terus yang lain-lainnya itu adalah masalah kemiskinan dan keterbelakanggan," jelasnya.
Sebagai orang yang paham sedikit agama, menurut Kakanwil Kemenag paham radikalisasi merupakan sebuah kenyataan yang harus menjadi tugas dan pekerjaan bersama untuk meluruskan dan memberikan pemahaman dengan tema modersasi beragama itu.
"Perlu kita pahami agama itu dengan baik, jadi memahaminya sikap beragama dan sikap kita terhadap umat beragama itu yang harus kita bangun," ujarnya.
Meski Ia tidak menyebutkan data warga Sultra terpapar paham radikalisasi itu, namun menurutnya kalau dilihat dari sisi praktik keagamaan salah satu cirinya sudah tidak mau bersalaman. "Bisa kita telusuri masuk di kampus, coba perhatikan. Anggap saja gurunya saat mau salaman itu tidak salaman," jelasnya.
Pada kegiatan Workshop yang dihadiri Wakil Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse, Kepala Kemenag Baubau, Kemenag Buton, Buton Selatan dan Buton Tengah itu, juga dilakukan sesi tanya jawab peserta kepada narasumber.