Banjarmasin (ANTARA) -  

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ikut memperkenalkan maskot Tugu Persatuan pada moment Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXVI tahun 2019 di Banjarmasin dan Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Miniatur tugu persatuan Kendari menjadi ornamen penting kapal hias Sultra pada acara Susur Sungai Martapura Banjarmasin yang diikuti 34 provinsi sebagai rangkaian Harganas XXVI di Menara Pandang Sungai Martapura Banjarmasin, Rabu.

Miniatur Tugu Persatuan Kendari nampak terlihat kokoh berdiri menjulang tinggi dari maskot provinsi lainnya yang juga menampilkan miniatur tugu terkenal  dan bersejarah di daerah masing-masing.

Kegiatan yang dimulai sekitar pukul 19.00 Wita sampai 22.00 wita tersebut mengundang perhatian ribuan masyarakat Banjarmasin yang memadati sepanjang bibir sungai yang menjadi rute susur sungai tersebut.

Selain menampilkan miniatur Tugu Persatuan Kendari, kapal hias sultra diisi peserta dengan pakian adat asal Wakatobi yang disebut "Tanda Pungo dan Karia'a Wakatobi.

Kata 'Tanda' juga berarti tanda, pungo berarti bahagia, sejahtera, indah dan gembira yang artinya sebuah ungkapan tanda kegembiraan keluarga yang berkualitas.

Selain itu, di perahu hias terselip kalimat sekaligus tag line yang diusung BKKBN Sultra memperingati Harganas tahun 2019 ini. Tag line itu diambil dari bahasa daerah Wakatobi. "Sabaane'e Naniati Topamedombi'e". Artinya kalau terencana semua lebih mudah.

Kabid KSPK BKKBN Sultra, Asmar dan Kabid Pengendalian Penduduk BKKBN Sultra, dr Fitriani Aboe Kasim ikut menyaksikan acara tersebut.

dr Fitriani Aboe Kasim, mengatakan alasan menampilkan miniatur tugu persatuan sebagai ornamen kapal hias kontingen Harganas Sultra karena menjadi salah satu ikon Sultra dan menjadi spot untuk berfoto ketika orang berkunjung di Kendari.

Sekilas tentang Tugu Persatuan Kendari dibangun era gubernur Ali Mazi periode pertama tahun 2003-2008. Tugu persatuan merupakan simbol semangat, cita-cita dan tujuan luhur untuk membangun daerah dengan damai dan membangun SDM Sultra untuk kesejahteraan di dunia hingga akhirat kelak.

Dengan harapan, Sultra yang terdiri atas berbagai etnis dan agama untuk bekerja keras, bahu membahu, membangun Sultra.

Menara ini memang dirancang dengan bentuk dan setiap bagian penuh dengan simbol-simbol kehidupan yang positif. Terutama budaya daerah. Simbol-simbol itu. Tergambar pada hampir semua bagian dan bentuk bangunan.

Setiap bentuk dan bagian memiliki makna tersendiri. Namun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah. Di dasar menara dibuat kolam melingkar bulat melambangkan kalosara, yang merupakan lambang persatuan masyarakat etnis Tolaki. Kedalaman air kolam hanya 60 centimeter. Air melambangkan ketenangan, kedamaian, dan kesejahteraan.

Setelah pondasi, berdiri tegak lima tiang penyangga melambangkan pancasila. Di atas penyangga terdapat sebuah bundaran besar seperti mutiara, dikelilingi tiang-tiang kecil menghadap ke atas. Seolah-olah seperti menengadahkan tangan sedang berdoa.

Angka lima ini memiliki makna bahwa ada lima etnis asli terbesar yang mendiami Sultra. Lima etnis itu yakni suku Tolaki, Muna, Buton, Mekongga dan
Moronene.

Menara persatuan tingginya 95 meter, melambangkan jumlah angka dari ulang tahun Sultra yakni 27 April 1964 (27 + 4 + 64 = 95).

Di ujung menara dipasang antena anti petir setinggi 4 meter. Jadi tinggu keseluruhan menara adalah 99 meter yang melambangkan Asmaul Husna yakni 99 nama Allah, sebagaimana keyakinan umat islam.

Dari jauh, tugu persatuan nampak berdiri kokoh dan berkelas. DI puncak tugu persatuan, orang bisa menyaksikan keindahan Kota Kendari dengan teluknya dan latar bukit menghijau.

Hampir semua tamu yang berkunjung ke Kota Kendari, selalu mampir ke tugu persatuan untuk melihat lebih dekat. Mereka juga kadang ber swafoto (selfie), sebagai bukti bahwa tamu itu pernah berada di Kendari.


Pewarta : Suparman
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024