Kendari (Antara News) - Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara tampak sepi usai penggeledahan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi yang menyeret Gubernur Sultra.

Pantauan di kantor Gubernur Sultra di Kendari Rabu, sejumlah meja kerja di dalam ruang kerja staf tampak kosong, demikian pula beberapa ruang kerja kepala biro.

"Tadi kepala biro sempat berkantor, namun tidak lama keluar kantor karena pergi melayat ke rumah keluarga yang berduka," kata salah seorang staf Biro Humas Sekretariat Kantor Gubernur Sultra.

Pemandangan yang sama juga tampak di ruang kerja Sekretaris Pemerintah Provinsi Sultra, Lukman Abunawas.

Di ruang tempat tamu Sekretaris Pronvisi, tampak beberapa orang tamu, sedangkan staf yang ada di ruang tersebut hanya satu orang. "Kalau mau bertemu Pak Sekda, nanti siang. Saat ini beliau lagi keluar kantor," kata staf tersebut.

Pada Selasa Tim Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Gubernur Sultra, ruang kerja Sekda dan ruang kerja Biro Hukum Sekretariat Pemerintah Provinsi Sultra.

Dari tiga ruangan yang digeledah tersebut, tim penyidik KPK membawa dua koper berisi sejumlah dokumen penting terkait dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Sultra, NA.

Gubernur Sultra diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi.

NA yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK juga menerbitkan SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana Sultra.

Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada jabatannya atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta : Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024