Palu (Antara News) - Kasus perburuan satwa endmik burung maleo (macrocephalon maleo) di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) kini semakin berkurang.

        "Kita bersyukur karena masyarakat sudah semakin sadar akan pentingnya melindungi satwa langka tersebut," kata Kepala Balai Besar TNLL Sudayatna di Palu, Rabu.

        Ia mengatakan pada beberapa tahun silam masyarakat banyak sekali memburu satwa tersebut karena telurnya cukup mahal.

        Selain untuk konsumsi, juga diperjualbelikan sehingga satwa endemik yang cantik, cerdik dan cerdas itu kini terancam punah, terutama di sekitar hutan Desa Simoro, Omu, Saluki dan Tuva di Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Konservasi Sigi.

        Di hutan sekitar desa-desa itu, ada beberapa titik habitat burung maleo karena memang wilayahnya terdapat sumber air panas.

        Menyadari akan ancaman kepunahan satwa itu, sejak beberapa tahun lalu, Balai Besar TNLL membangun sistem penangkaran semi alami burung maleo di Desa Saluki, sekitar 50km dari Palu, Ibu kota Provinsi Sulteng.

        Hingga kini, kata Sudayatna, sistem penangkaran maleo dengan pola semi alami tersebut sudah berhasil melahirkan banyak anak maleo dan telah dilepas bebas kembali ke alam di sekitar wilayah hutan TNLL.

        "Kalau mau dihitung-hitung mungkin sudah ada sekitar 1.000 ekor anak maleo hasil tangkaran semi alami yang dilepas kembali setelah cukup umur," katanya.

        Mulai 2016 ini, pihak Balai Besar TNLL akan membangun sistem penangkaran maleo dengan menggunakan inkubator yang diharapkan dapat meningkatkan penetasan telur maleo dengan jumlah besar.

        Langkah dimaksud tidak lain untuk meningkatkan jumlah populasi satwa endemik Sulawesi itu, sebagai salah satu satwa yang banyak menarik wisatawan mancanegara berkunjung ke lokasi penangkaran burung meleo di Desa Saluki.

        Sementara Herman Sasia, salah seorang petugas Polhut TNLL mengatakan lokasi penangkaran meleo di Desa Saluki merupakan salah satu obyek wisata yang mulai banyak dikunjungi wisatawan mancanegara.

        Karena itu, pihaknya terus mengamankan obyek wisata itu dengan mengajak masyarakat lokal tidak lagi merambah hutan dan memburu satwa tersebut.

Pewarta : Anas Masa
Editor :
Copyright © ANTARA 2024