Jakarta (Antara News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perekonomian nasional pada 2016 akan menghadapi sejumlah risiko eksternal, terutama dari Tiongkok yang perekonomiannya sedang melambat.    

        "Perlambatan di Tiongkok itu akan sangat memengaruhi, lebih dibanding unsur global lainnya bahkan unsur domestik," kata Menkeu saat jumpa pers sosialisasi APBN 2016 di Jakarta, Selasa.

        Menkeu menjelaskan Tiongkok saat ini merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, padahal perlambatan ekonomi sedang terjadi di negara tersebut yang disebabkan oleh turunnya kontribusi dari sektor investasi.

        Kondisi tersebut, lanjut dia, bisa melemahkan kinerja ekspor nasional dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, karena apabila perekonomian di Tiongkok melemah maka permintaan atas komoditas asal Indonesia menjadi berkurang.

        "Kita harus mengubah ekspor ke Tiongkok, tidak bisa terus-terusan mencoba ekspor komoditas. Kita harus bergerak ke ekspor produk jadi karena itu yang dibutuhkan Tiongkok, yang saat ini ekonominya didorong oleh konsumsi," ujarnya.

        Untuk itu, kata Menkeu, pemerintah menyiapkan antisipasi agar ekonomi tidak rentan terhadap tekanan eksternal antara lain mendorong kinerja investasi serta memperkuat sektor konsumsi rumah tangga dengan menjaga daya beli masyarakat.

        "Prioritas kami saat ini adalah di pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan, jasa pariwisata dan penguatan industrialisasi di sektor manufaktur, terutama yang berbasis sumber daya alam," jelasnya.

        Menkeu memastikan pemerintah tidak lagi bergantung pada ekspor komoditas mentah yang tidak bernilai tambah tinggi dan hanya menciptakan keuntungan sesaat, apabila ingin meningkatkan efisiensi perekonomian di masa mendatang.

        Pemerintah menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dalam APBN 2016, yang diputuskan dengan mempertimbangkan risiko eksternal yang berasal dari ketidakpastian global, kebijakan moneter negara maju dan perlambatan ekonomi Tiongkok.

        Sebagai antisipasi terhadap risiko global tersebut, pemerintah memperkuat ketahanan ekonomi domestik dan mengalokasikan anggaran untuk berbagai program pembangunan serta pemberdayaan masyarakat dalam APBN.

        Salah satu antisipasi tersebut adalah pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur sebesar Rp310 triliun dalam APBN 2016 serta menambah alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa hingga mencapai Rp770,2 triliun.

                                    
                                         Dorong Kesejahteraan

        Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan APBN 2016 sudah memiliki kemajuan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat, meskipun belum sepenuhnya memenuhi harapan.

        "APBN belum sempurna, karena masih bisa lebih sempurna, tapi paling tidak ada kemajuan," kata Menkeu saat jumpa pers sosialisasi APBN 2016 di Jakarta, Selasa.

        Menkeu mengatakan keunggulan APBN 2016 dibandingkan APBN sebelumnya adalah anggaran kesehatan sebesar lima persen dari belanja negara serta dana transfer ke daerah yang alokasinya mendekati pagu belanja kementerian lembaga.

        "Kita mempunyai Nawa Cita dan ingin membangun daerah dari pinggir, maka dana desa kita perbesar dua kali lipat. Sekarang selisih dana transfer ke daerah dengan belanja kementerian lembaga hanya tinggal Rp14 triliun," ujarnya.

        Selain itu, pemerintah memberikan anggaran lebih dalam APBN 2016 untuk melanjutkan program prioritas lainnya seperti belanja infrastruktur serta upaya pengentasan kemiskinan dengan memastikan pemberian subisidi tepat sasaran.

        "Belanja prioritas untuk infrastruktur terus didorong. Kita juga membantu keluarga sangat miskin melalui program penerima bantuan tunai bersyarat. Upaya lainnya adalah mendorong subsidi agar makin tepat sasaran," jelas Menkeu.

        APBN 2016 disusun dengan asumsi dasar ekonomi makro antara lain pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, tingkat inflasi 4,7 persen, nilai tukar rupiah Rp13.900 per dolar AS, serta tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen.

        Asumsi makro lainnya yang disusun pemerintah dengan DPR adalah harga minyak mentah Indonesia 50 dolar AS per barel, lifting minyak 830 ribu barel per hari dan lifting gas 1.155 ribu barel setara minyak per hari.

        Selain itu, APBN 2016 memiliki target tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,2 persen-5,5 persen, angka kemiskinan 9,0 persen-10 persen, indeks gini ratio sebesar 0,39 dan indeks pembangunan manusia 70,1.

        Berdasarkan asumsi dasar serta target pembangunan tersebut, target pendapatan dalam APBN 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822,5 triliun atau lebih rendah Rp25,6 triliun dari yang diusulkan dalam RAPBN.

        Target pendapatan tersebut berasal dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan mencapai Rp1.546,7 triliun dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp273,8 triliun. Dengan target penerimaan itu, tax ratio ditetapkan sebesar 13,11 persen.

        Sementara, pagu belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.095,7 triliun atau lebih rendah Rp25,6 triliun dari yang diusulkan dalam RAPBN. Pemerintah memastikan belanja negara akan diarahkan untuk sembilan agenda prioritas Nawa Cita.

        Pagu belanja negara yang fokusnya untuk mendorong kesejahteraan rakyat tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.325,6 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa yang ditetapkan sebesar Rp770,2 triliun.

        Dengan demikian, defisit anggaran dalam APBN 2016 ditetapkan Rp273,2 triliun atau 2,15 persen terhadap PDB, yang akan ditutup dari pembiayaan utang Rp330,9 triliun dan pembiayaan non utang negatif Rp57,7 triliun.

Pewarta : Satyagraha
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024