Jakarta (Antara News) -  Masa setahun menjadi pembelajaran penting bagi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengelola pemerintahan empat tahun ke depan.

        Harapan yang tumbuh di awal pemerintahan, meredup, seperti hilang ditelan perekonomian yang memburuk dan asap di Kalimantan, dan Sumatera serta daerah lainnya.

        Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) menilai masa setahun kepemimpinan Jokowi-JK sebagai tahun kesempatan yang hilang.

        Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama setahun dinilai 'merah' atau masih berada di bawah performa.

        Hal ini disampaikan Ketua Forum Pemred Suryopratomo dalam konferensi pers pernyataan sikap di Jakarta, Senin.

        "Ini adalah kewajiban kami dalam mengawal agar pemerintahan berjalan dengan lebih baik," kata Direktur Pemberitaan Metro TV tersebut
   Suryopratomo dalam kesempatan itu mengatakan, harapan yang lebih baik sempat dirasakan dalam dua pekan pertama kepemimpinan Jokowi-JK.

        Presiden Jokowi dengan berani mengambil langkah tidak populis menaikan harga bahan bakar minyak dan menghilangkan subsidi.

        Langkah tidak populis Jokowi-JK tersebut diambil karena selama ini, subsidi BBM telah membuat defisit anggaran terus membengkak. Di sisi lain, penikmat subsidi juga lebih banyak dirasakan oleh masyarakat kelas menengah atas.

        Dengan mengambil langkah tidak populis tersebut, subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang diharapkan mampu lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.

        Namun, harapan tersebut kemudian memudar seiring dengan perekonomian yang terus memburuk di tengah perlambatan ekonomi global.

        Pertumbuhan ekonomi jauh dari target tahun ini 5,7 persen dalam APBN-P 2015. Dalam kenyataanya pertumbuhan ekonomi di kuartal I hanya tumbuh 4,71 persen dan turun pada kuartal II menjadi 4,67 persen.

        Diperkirakan, pertumbuhan yang lebih rendah dari lima persen akan bertahan hingga akhir tahun.

        Sementara itu, angka pengangguran terbuka pada Februari 2015 telah meningkat 5,81 persen menjadi 7,24 juta dibandingkan Agustus 2014.

        Angka pengangguran diperkirakan meningkat terus hingga Oktober, dan diperkirakan meningkat lebih dari 500 ribu orang dalam delapan bulan terakhir.

        Kenyataan tersebut masih jauh dari program Nawacita Presiden Jokowi saat berkampanye yang menargetkan 10 juta pekerjaan dalam lima tahun atau dua juta pertahun.

        Sedangkan jumlah penduduk miskin menurut data BPS juga meningkat menjadi 28,59 juta jiwa atau naik 860 ribu orang dibandikan pada Oktober 2014.

        Selain itu, kinerja ekspor juga memburuk, Januari-September 2015 turun 13,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2014.

        Meski kondisi neraca perdagangan surplus 7,13 miliar dolar AS, namun sinyalnya justru negatif karena didukung oleh menurunnya ekspor dan impor.

        Sementara fluktuasi nilai tukar yang tidak terkendali. Setelah sempat menyentuh Rp14.800 naik 17 persen, kemudian dalam selang berapa hari ini Rupiah menguat dengan cepat menjadi Rp13.300 per dolar AS, turun
   Padahal menurut Forum Pemred, Indonesia berpotensi tumbuh lebih baik, sekitar enam persen. Hal ini bila mampu memanfaatkan keuntungan demografi, 170 juta penduduk usia produktif dan 60 juta masyarakat kelas menengah.

        Untuk itu, pihaknya melihat pada 2015 ini sebagai tahun hilangnya kesempatan untuk menjadi lebih baik.

        "Tahun ini menambah lapangan pekerjaan baru kemungkinan sulit dicapai. Mampu mencegah pengangguran baru saja sudah hebat," tuturnya.

    
Kelemahan
   Ia mengatakan, salah satu kelemahan dalam setahun Pemerintahan Jokowi-JK adalah buruknya antisipasi dalam menangani perekonomian.

        Di saat perekonomian dunia terguncang, Pemerintahan Jokowi menurut pihaknya tidak secepatnya melakukan antisipasi serius.

        Respon kebijakan dengan mengeluarkan berbagai paket ekonomi baru dilakukan setelah terkena dampak yang cukup serius.

        Namun sayangnya, paket ekonomi yang dikeluarkan masih berada pada masalah investasi, baik mulai dari perizinan hingga masalah pengupahan.

        Sementara pokok masalah daya beli masyarakat yang kini tergerus justru belum diambil kebijakan yang serius. Padahal menurut dia,  esensi yang utama perekonomian Indonesia adalah pelemahan daya beli.

        "Selama satu dekade kita didorong oleh konsumsi masyarakat, enam puluh persen dari perekonomian," ucapnya.

        Di sisi lain, Forum Pemred juga menilai koordinasi antarinstansi lemah. Pengumuman paket stimulus tidak disertai dengan peraturan pelaksanaan. Koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan kurang baik.

        Selain lemahnya antisipasi, konsolidasi pemerintah juga buruk. Pemerintahan tidak terkoordinasi dan terkonsolidasi dengan baik.

        Terjadi perbedaan tajam antarkabinet di Pemerintahan yang dipertontonkan ke masyarakat, dan konsisten muncul ke permukaan.

        Selain itu, juga munculnya persepsi di kalangan masyarakat adanya perbedaan antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

        "Ada upaya menjauhkan antara RI 1 (Presiden) dan RI 2 (Wakil Presiden). Pada tingkat kebijakan seperti terlihat ada pertentangan antar Presiden dan Wakil Presiden," imbuhnya.

        Sementara kebijakan perombakan kabinet jilid pertama justru tidak menghasilkan sebuah tim yang solid. "Bahkan pertentangan di tingkat kabinet sendiri dan berlanjut sampai sekarang," tukasnya.

Saatnya mengubah
   Untuk itu, Forum Pemred menyatakan, kini saatnya pemerintah harus segera berubah untuk mengembalikan harapan dan optimistis guna meraih masa depan yang lebih baik.

        Belajar dari pengalaman setahun ini, menurut Suryopratomo, pihaknya menyerukan kepada Pemerintah memperhatikan dinamika global dan meresponnya dengan kebijakan yang tepat. Pemerintah juga didorong segera menyelesaikan berbagai persoalan internal agar responsif dalam menanggapi perubahan global.

        Guna memperkuat perekonomian, pemerintah diminta  segera mengakselerasi penyerapan anggaran dan tidak membiarkan nilai tukar berfluktuatif secara tajam.

        Paket kebijakan yang telah disampaikan, agar segera diimplementasikan sehingga tidak menajdi macan kertas. Sementara janji-janji yang telah disampaikan juga perlu direalisasikan untuk meningkatkan kepercayaan investor.

        Sedangkan komunikasi politik juga dilaksanakan dengan elegan, sehingga tidak menambah kerumitan dan kebingungan masyarakat.

        Pemerintah juga didesak untuk memperhatikan dengan seksama daya beli masyarakat. Pemerintah diharapkan segera menerbitkan kebijakan stimulus ekonomi untuk meningkatkan daya beli yang terus tergerus.

        Presiden juga diminta tidak membiarkan terjadinya perbedaan tajam di antara para pembantunya yang dipertontonkan di masyarakat.

        "Presiden sebagai 'CEO' mesti mengambil posisi yang jelas dan memberikan arahan yang terang kepada setiap menteri," tegasnya.

        Ia juga menyerukan agar Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak mudah diganggu oleh intrik-intrik yang merusak harmoni keduanya, dan harus menjadi dwi tunggal yang memimpin negeri.

Pewarta : Oleh Muhammad Arief Iskandar
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024