Ketika cuaca buruk melanda wilayah perairan laut Sulawesi Tenggara, hampir sebagian besar nelayan tradisional di daerah itu tidak dapat menjalankan pekerjaan rutinnya, melaut menangkap ikan.

Sedangkan untuk menyambung hidup, mereka biasanya hanya beroperasi di sekitar wilayah laut dangkal tidak jauh dari pinggir pantai, sehingga hasil tangkapan ikannya sangat sedikit, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.

Mohammad Idris (40), nelayan tradisional Abeli, Kota Kendari misalnya, ketika cuaca buruk Juni-Juli ini hanya bisa pasrah menunggu cuaca membaik kembali untuk bisa melaut.

Selama kurang lebih tiga pekan terakhir, bapak dari tiga anak itu hanya sibuk memperbaiki pukat dan merawat perahu miliknya yang ditambatkan tidak jauh dari rumahnya.

Ia bersama empat anggota kelompoknya tak dapat melaut karena kapal yang didapat dari bantuan Pemerintah Kota Kendari tak mampu menahan gelombang laut akibat ukurannya sangat kecil. Panjang bodi kapal hanya enam meter, tinggi sekitar satu meter dan lebar 1,5 meter.

"Kita bisa apa. Mau beralih profesi menjadi buruh bangunan atau tukang ojek, situasinya juga tidak mendukung karena hampir setiap hari terjadi hujan lebat," kata Idris di kediamannya di Abeli Kendari, Minggu (28/6).

Idris mengaku dalam mengatasi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, terpaksa menguras uang tabungan yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya.

Ia hanya bisa berharap, situasi cuaca buruk saat ini cepat berakhir sehingga dirinya bisa segera kembali melaut.

Idris hanyalah salah satu dari ribuan nelayan tradisional di Sulawesi Tenggara yang kesulitan melaut akibat cuaca buruk melanda wilayah Sultra itu dalam beberapa pekan terakhir.

Syukur (48), salah seorang nelayan Lapulu, Kota Kendari, dalam beberapa hari ini juga tak dapat melaut.

Lelaki ayah dari empat anak itu, terpaksa mengojek untuk mengatasi kesulitan hidup keluarga sehari-hari, meski hasil mengojek tak seberapa karena penumpang sepi akibat hujan namun hal itu sedikit membantu kesulitan ekonomi keluarga.

"Kesulitan keluarga saya sedikit terbantu dengan hasil mengojek. Setiap hari, bisa memperoleh pendapatan antara Rp40 ribu sampai Rp50 ribu," katanya.

Pendapatan sebanyak itu, ujarnya, sudah bisa membeli sayur dan beberapa potong tempe, sedangkan membeli kebutuhan lain, diatasi dengan uang tabungan yang disiapkan untuk biaya anak-anak bersekolah.

"Saya berharap cuaca buruk ini segera berlalu sehingga kami para nelayan tradisional bisa kembali melaut sehingga semuanya mampu mengatasi kesulitan hidup keluarga, terutama menghadapi lebaran Idul Fitri di mana seluruh barang kebutuhan pokok harganya pada meningkat," katanya.

Baik Syukur maupun Idris mengaku cemas dengan siatuasi cuaca buruk yang melanda wilkayah perairan laut Sultra saat ini.

Bila kondisi tersebut tidak segera berlalu, maka keluarga mereka dan para nelayan lainnya dalam ancaman kesulitan besar. "Kami tidak bisa memprediksi nasib keluarga nelayan dalam menghadapi lebaran nanti karena sudah menjadi tradisi, pada setiap menjelang lebaran, para pedagang selalu menaikkan harga barang kebutuhan pokok," kata Idris.

                                              Sulit Diprediksi
Sementara itu, Kepala Kantor SAR (Search and Rescue/pencarian dan penyelamatan) Kendari, Amiruddin dalam keterangan terpisah mengatakan cuaca buruk yang melanda wilayah Sultra saat ini masih sulit diprediksi kapan akan berakhir.

Menurut dia, sesuai informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kendari, di wilayah Sultra saat ini tengah memasuki musim angin timur. "Pada musim ini, di wilayah perairan laut Sultra kerap kali terjadi tiupan angin kencang yang menimbulkan badai gelombang laut cukup tinggi, antara empat sampai lima meter," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, para nelayan diingatkan untuk tidak melaut, sehingga tidak menjadi korban dari badai kelombang laut yang ganas tersebut.

Kalau pun melaut, lanjutnya, para nelayan harus tetap waspada, jangan berlayar ke tempat jauh, sehingga saat kondisi cuaca berubah memburuk, para nelayan bisa segera kembali ke pantai untuk berlindung.

Menurut dia, peringatan keselamatan melaut tersebut, juga disampaikan kepada pemilik kapal atau nakhoda yang melakukan pelayaran dari Kota Kendari menuju beberapa daerah tujuan seperti Pulau Wawonii, Pulau Menui (Sulawesi Tengah) dan yang menuju Kabupaten Wakatobi, Muna, Buton Utara dan Baubau.

"Kita harapkan para nakhoda tidak memaksakan berlayar membawa penumpang kalau cuaca di laut tidak memungkinkan. Sebab dalam kondisi cuaca buruk, bisa membahayakan keselamatan pelayaran termasuk mengancam jiwa penumpang," katanya.

                                                      Stok Ikan Berkurang
Cuaca buruk yang melanda wilayah perairan laut Sultra akhir-akhir ini, telah menyebabkan ketersediaan stok ikan segar berbagai jenis berkurang yang mengakibatkan harga ikan berbagai jenis di sejumlah pasar tradisional di Kota Kendari melonjak tajam.

Di pasar Andonohu Kendari dan Pasar Mandonga menisalnya, harga ikan segar berbagai jenis rata-rata naik antara 50-100 persen dari biasanya.

Ikan cakalang ukuran sedang yang biasanya seharga Rp30 ribu-Rp40 ribu per ekor, naik menjadi Rp50 ribu-Rp60 ribu per ekor.

Demikian pula dengan harga ikan putih naik dari Rp40 ribu hingga Rp80.000 per ekor, sedangkan ikan teri yang biasanya dijual seharga Rp10 ribu per kilogram, naik menjadi Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per kilogram.

"Kami terpaksa menjual ikan dengan harga tinggi, karena ketika kami membeli ikan dari para nelayan juga mahal. Satu peti gabus yang sebelumnya hanya Rp900 ribu, naik menjadi Rp1,8 juta sampai Rp2,3 juta per peti gabus," kata Syamsuddin, salah seorang penjual ikan di Pasar Andonohu Kendari.

Selain harga ikan mahal, kata dia, stok ikan yang didapat dari para nelayan juga sangat terbatas.

Sebelumnya bisa mendapat pasokan ikan tiga sampai empat peti gabus, saat ini sudah beruntung bisa dapat dua peti gabus. "Hasil tangkapan ikan nelayan dalam kondisi cuaca saat ini rata-rata turun hingga 50 persen, sehingga stok ikan di pasar sangat terbatas," katanya.

Keterangan serupa juga disampaikan pedagang ikan di Pasar Mandonga, Daeng Hasan (42).

Menurut dia, para nelayan menaikkan harga jual ikan karena melaut dalam cuaca buruk mempertaruhkan keselamatan jiwa dan kapal mereka. "Masyarakat pembeli ikan hanya menanggung beban harga ikan tinggi tanpa risiko, sedangkan nelayan menangkap ikan mempertaruhkan nyawa dan keselamatan kapal serta alat tangkap ikan mereka," katanya.

Oleh karena itu, sangatlah wajar kalau para nelayan yang hasil tangkapannya minim, saat ini menaikkan harga jual ikan hingga 100 persen dan hal itu belum juga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Pewarta : Oleh Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024