Kendari (ANTARA News) - Kebijakan Pemerintah menerapkan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang berbasis teknologi informasi, akan menghambat lulusan SMA dari daerah terpencil untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN).

"Anak-anak SMA dan sederajat di daerah-daerah terpencil, masih sulit mendapatkan akses informasi karena di daerah mereka belum memiliki jaringan telekomunikasi dan fasilitas listrik," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Jumat.

Kondisi demikian itu kata dia, akan menyulitkan anak-anak daerah terpencil untuk mengetahui cara-cara mendaftar masuk perguruan tinggi yang berbasis teknologi informasi itu.

Dampaknya yang lebih jauh ujarnya, kesempatan anak-anak dari daerah terpencil atau tertinggal masuk PTN, menjadi lebih kecil.

"Ketersediaan jaringan telekomunikasi dan energi listrik, menjadi kebutuhan utama untuk mengakses informasi apa pun, termasuk cara-cara mendaftar di PTN," katanya.

Selain itu, kesenjangan fasilitas sekolah dan kualitas tenaga pengajar antara daerah terpencil dan daerah perkotaan, terutama pulau Jawa, juga menjadi hambatan utama yang akan menghadang anak-anak daerah terpencil masuk PTN.

Sebab menurut dia, nilai kelulusan UN anak-anak di wilayah terpencil hampir dipastikan akan lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak di kota, sehingga saat mengikuti SNMPTN yang mendasarkan kelulusan dari nilai UN, peluang bisa diterima lebih kecil.

Karena memang kata dia, kuota kursi mahasiswa baru yang tersedia di setiap perguruan tinggi negeri, sangat terbatas.

"Keterbatasan kuota itu, juga akan mengurangi kesempatan anak dari daerah terpencil untuk kuliah di perguruan tinggi negeri," katanya.

Oleh karena itu tegas politisi PDIP itu, jika ingin memeratakan kesempatan semua anak tamatan SMA atau sederajat masuk PTN, pemerintah harus lebih dahulu menghilangkan kesenjangan fasilitas sekolah di daerah-daerah, termasuk kualitas tenaga pengajar.

"Bagaimana bisa anak-anak yang belajar di sekolah yang serba kekurangan fasilitas dan tenaga guru kurang berbobot, bisa diuji dengan tes yang sama dengan anak-anak di kota, kan tidak adil," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah seharusnya memeratakan dahulu fasilitas sekolah dan kualitas tenaga pengajar di seluruh Indonesia, baru menerapkan kebijakan nilai UN jadi standar masuk PTN.

"Kebijakan itu sama saja mempersempit kesempatan anak-anak dari berbagai daerah di luar Jawa untuk memasuki PTN," katanya.

Anak-anak dari daerah tertinggal yang sebagian besar dari kalangan ekonomi lemah, jelas Nursalam, hanya punya kesempatan kuliah di perguruan tinggi swasta.

Praktis para orangtua mahasiswa yang tergolong kurang mampu, kata dia, akan menanggung biaya kuliah yang tidak sedikit.

"Makanya, kebijakan itu mestinya didahului dengan upaya pemerataan fasilitas sekolah dan kualitas tenaga guru, sehingga setiap anak memiliki kesempatan yang sama masuk PTN," katanya. (Ant).

Pewarta : Agus
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024