Kolaka (ANTARA News) - Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sonny Keraf mengatakan, dengan berlakunya Undang-Undang No 40 tahun 2009 tentang Minerba akan memiliki banyak manfaat.

"Dengan berlakunya UU tersebut banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh pemerintah pusat dengan melakukan pengawasan serta kontrol terhadap pemerintah daerah," ujarnya ketika menjadi salah satu narasuber pada acara dialog nasional tentang pertambangan di Kolaka, Rabu.

Hanya saja, kata Keraf, adanya UU yang telah disahkan DPR RI ini dan akan berlaku efektif pada tahun 2014, juga masih membuat pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat menjadi "galau", bahkan ada wacana untuk merevisi UU itu.

"Kita diakui permasalahan terkait tambang tidak berkurang, bahkan masih menonjol seperti konflik sosial, kerusakan lingkungan, peningkatan eksploitasi sumber daya alam tanpa disertai peningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan," ujarnya.

Keraf menyebutkan sampai tahun 2012 terdapat 143 kasus konflik terkait pengelolaan tambang di antaranya masalah lingkungan hidup seperti pencemaran, pertambangan di hutan lindung, kecelakaan tambang, dan kerusakan lahan.

Selain itu juga terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di antaranya, hak atas tanah, termasuk hak masyarakat adat serta konflik horizontal dan vertikal tentang pembagian hasil, serta gangguan masalah kesehatan masyarakat.

"Selain itu permasalahan lain sebelum adanya UU Minerba, usaha pertambangan belum menyejahterakan rakyat, dan sebaliknya menyejahterakan investor asing. Banyak uang lari ke luar negeri, sementara rakyat lokal kita kehilangan mata pencarian," ujarnya.

Di sisi lain juga terkait dengan masalah tambang marak korupsi dan manipulasi pajak, kapasitas produksi, pendapatan negara dan lain-lain yang menimbulkan ketidakadilan sosial, kata politisi PDI-P ini.

Untuk menjawab permasalahan sektor pertambangan ini, menurut Keraf, pemerintah pusat dan DPR-RI yang menyetujui penerbitan UU Minerba sangat tepat, terutama untuk menjawab tuntutan otonomi daerah.

Ia juga mengatakan, banyak penafsiran yang keliru terkait kewenangan daerah dalam menerbitkan izin usaha pertambangan yang dikaitkan dengan UU otonomi daerah.

"Saya katakan UU Minerba ini sangat pro-Republik dan pro rakyat sekaligus juga kental dengan semangat otonomi daerah dan semangat perlindungan lingkungan hidup karena pada prinsipnya UU ini mengemban visi dan misi untuk mengatasi berbagai kekacauan pengelolaan sumber daya alam," ujarnya.

"Jadi, kalau ada masalah dengan UU Minerba, maka yang salah adalah pelaksanaannya yang tidak konsisten dan konsekuen, termasuk kurangnya sosialisasi," ujar lagi politisi PDI-P itu.

Sonny juga menjelaskan, tidak benar UU Minerba disusun oleh `otak` yang neoliberal.

"Malah kalau UU Minerba ini direvisi, yang tepuk tangan adalah kepentingan asing yg terganggu akibat UU ini," ujarnya seraya mengatakan, yang harus diperbaiki bukan UU Minerba, tetapi pelaksanaanya yang salah arah tanpa melaksanakan kendali sebagaimana tercantum dalam UU tersebut.

Sementara itu, Kepala Subdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Kementerian ESDM, Ir. Syaiful Hidayat mengatakan, sejak diberlakukannya Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2012 meningkatkan nilai tambah mineral bagi pemerintah melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri.

"Permen ESDM nomor 7 tahun 2012 dan Permen ESDM nomor 11 tahun 2012 menjadi dasar hukum yang kuat bagi pemerintah guna mendorong perusahaan melakukan peningkatan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri," katanya.

Menurut dia, untuk menjamin keberlanjutan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri pada masa mendatang, perlu dilakukan pengendalian penjualan mineral ke luar Negeri dalam bentuk biji.

"Untuk itu perlu dukungan semua pihak pemangku kepentingan untuk mewujudkan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri sesuai dengan amanah UU nomor 40 tahun 2009 tentang Minerba," ujarnya.

Syaiful mengatakan, eksport besar-besaran biji nikel tahun 2011 meningkat delapan kali lipat yakni 33 juta ton, sehingga tidak mendorong tumbuhnya industri nikel dalam negeri.

"Untuk menekan itu perlunya penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan sehingga dapat menumbuhkan industri pengolahan biji nikel dalam negeri," ujarnya.

Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mineral bidang pertambangan umum tahun 2011 hanya mencapai 14 persen atau berkisar Rp3 triliun lebih.

Sonny Keraf dan Syaiful Hidayat berada di Kolaka, sebagai salah satu narasumber pada acara dialog nasional yang bertema "Tambang Untuk Rakyat" yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan (Permata) dari 11 perguruan tinggi se-Indonesia di Kampus Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka. (ANT).

Pewarta : Darwis Sarkani
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024