Baubau (ANTARA News) - Dewan Menteri Kesultanan Buton atau Bonto-bonto menobatkan La Ode Muhammad Djafar sebagai Sultan Buton di Baruga Kraton Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara, Jumat.
Hadir pada prosesi pelantikan tersebut antara lain, Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida, Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Sale Lasatta, para pejabat pemerintah daerah setempat maupun para tokoh masyarakat adat.
Salah seorang yang menobatkan Sultan Buton, Bonto Ogena Sukanaeo mengatakan, penobatan La Ode Muhammad Djafar akan menghidupkan kembali kesultanan Buton yang sudah cukup lama vakum.
Menurut dia, Sultan Buton sebelumnya adalah La Ode Muhammad Falihi yang meninggal dunia pada 1960.
Penobatan Sultan Buton di Baruga Kraton Kesultanan Buton merupakan kelanjutan dari proses sebelumnya yakni proses penjaringan dan seleksi calon sultan.
Pada proses penobatan Sultan Buton antara lain menjalani prosesi pemutaran payung dan menginjakkan kaki di batu "wo paua" serta pemberian ucapan dari para bonto maupun tokoh lainnya dari Kraton Kesultanan Buton.
Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida, mengatakan penobatan Sultan Buton ini adalah wujud dari kearifan lokal yang merupakan simbol pemersatu masyarakat, khususnya di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Melalui Kesultanan Buton, menurut dia, melekat nilai-nilai budaya dari leluhur yang terus dilestarikan.
"Di Kesultanan Boton ada filosofi yang memiliki nilai positif bagi masyarakat yakni martabat tujuh," katanya.
Ia menjelaskan, martabat tujuh tersebut antara lain, berisi Sultan Buton adalah figur yang tidak tercela, serta Kesultanan Buton memiliki konsep pemerintahan yang demokratis.
Ketua Panitia Penobatan Sultan Buton, La Ode Ahmad Monianse menjelaskan, Kesultanan Buton atau Buthuuni adalah kerajaan yang berdaulat sejak abad ke-13, dan kemudian mengubah status pemerintahannya menjadi Kesultanan Buthuuni pada 1 Ramadhan 948 hijriyah atau 1540 masehi.
Sejak saat itu, menurut dia, agama Islam resmi menjadi agama kesultanan.
Ia menjelaskan, Kesultanan Buthuuni telah menetapkan sistem pemerintahan yang modern, struktur pemerintahan yang lengkap dengan mencakup segala bidang, pembagian wilayah antara pusat dan daerah dengan masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-sendiri, selama tujuh abad.
"Namun sejak Sultan Buton ke-37, La Ode Muhammad Falihi meninggal dunia pada 1960, Kesultanan mengalami kekosongan pucuk pemimpin. Hinga akhirnya, La Ode Muhammad Djafar dinobatkan sebagai Sultan Buton pada hari ini," jelasnya. (ANT).
Hadir pada prosesi pelantikan tersebut antara lain, Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida, Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Sale Lasatta, para pejabat pemerintah daerah setempat maupun para tokoh masyarakat adat.
Salah seorang yang menobatkan Sultan Buton, Bonto Ogena Sukanaeo mengatakan, penobatan La Ode Muhammad Djafar akan menghidupkan kembali kesultanan Buton yang sudah cukup lama vakum.
Menurut dia, Sultan Buton sebelumnya adalah La Ode Muhammad Falihi yang meninggal dunia pada 1960.
Penobatan Sultan Buton di Baruga Kraton Kesultanan Buton merupakan kelanjutan dari proses sebelumnya yakni proses penjaringan dan seleksi calon sultan.
Pada proses penobatan Sultan Buton antara lain menjalani prosesi pemutaran payung dan menginjakkan kaki di batu "wo paua" serta pemberian ucapan dari para bonto maupun tokoh lainnya dari Kraton Kesultanan Buton.
Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida, mengatakan penobatan Sultan Buton ini adalah wujud dari kearifan lokal yang merupakan simbol pemersatu masyarakat, khususnya di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Melalui Kesultanan Buton, menurut dia, melekat nilai-nilai budaya dari leluhur yang terus dilestarikan.
"Di Kesultanan Boton ada filosofi yang memiliki nilai positif bagi masyarakat yakni martabat tujuh," katanya.
Ia menjelaskan, martabat tujuh tersebut antara lain, berisi Sultan Buton adalah figur yang tidak tercela, serta Kesultanan Buton memiliki konsep pemerintahan yang demokratis.
Ketua Panitia Penobatan Sultan Buton, La Ode Ahmad Monianse menjelaskan, Kesultanan Buton atau Buthuuni adalah kerajaan yang berdaulat sejak abad ke-13, dan kemudian mengubah status pemerintahannya menjadi Kesultanan Buthuuni pada 1 Ramadhan 948 hijriyah atau 1540 masehi.
Sejak saat itu, menurut dia, agama Islam resmi menjadi agama kesultanan.
Ia menjelaskan, Kesultanan Buthuuni telah menetapkan sistem pemerintahan yang modern, struktur pemerintahan yang lengkap dengan mencakup segala bidang, pembagian wilayah antara pusat dan daerah dengan masing-masing memiliki kedaulatan sendiri-sendiri, selama tujuh abad.
"Namun sejak Sultan Buton ke-37, La Ode Muhammad Falihi meninggal dunia pada 1960, Kesultanan mengalami kekosongan pucuk pemimpin. Hinga akhirnya, La Ode Muhammad Djafar dinobatkan sebagai Sultan Buton pada hari ini," jelasnya. (ANT).