Kendari (ANTARA News) - Sejumlah proyek bernilai puluhan miliar rupiah yang didanai melalui APBN dan APBD Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga tidak melalui prosedur resmi melalui jasa Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Ketua Pelaksana LPSE Sulawesi Tenggara, Dr. Rony Y La Ute di Kendari, Rabu mengatakan, dugaan proyek miliaran yang menyalahi aturan itu umumnya terdapat di beberapa proyek di kabupaten di Sultra.
"Hasil evaluasi LPSE Sultra, ternyata ada proyek yang ditenderkan di beberapa dinas di kabupaten hanya dilakukan melalui tender secara manual dengan tidak mencamtumkan hasil lelang melalui media elektronik," katanya.
Ia mencontohkan, proyek di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muna dengan anggaran sebesar Rp20 miliar tidak melalui tender LPSE, sehingga terindikasi telah meyalahi prosedur Peraturan Presiden (Perpres) No:54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa.
Dengan demikian, kata Rony yang juga Kepala Bagian Administrasi an Perencanaan di Biro Pemerintahan Provinsi Sultra itu menilai bahwa semua proyek yang anggarannya di atas Rpp100 juta harus melalui lelang terbuka dengan menggunakan jasa LPSE.
Ketika ditanya alasan pihak instansi di daerah yang tidak menggunakan jasa LPSE, Rony mengatakan, itu merupakan akal-akalan dari panitia tender di daerah, sehingga jika ditemukan bermasalah, yang akan menanggung resikonya adalah Pemda dan panitia lelang.
"Saya kira sanksinya jelas, yakni berupa tindak pidana, ganti rugi dan tindakan administrasi," kata Rony seraya menambahakan selain proyek di Muna juga terjadi di kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan dengan proyek yang sama.
Di Kabupaten Konawe Selatan, kata Rony, juga proyek Nakertrans mengenai proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) dengan anggaran hampir Rp30 miliar juga di duga tidak melalui LPSE, begitu pula proyek di Kabupaten Kolaka kasusnya juga seperti itu.
Gubernur Sultra, Nur Alam, pada keterangan terpisah terkait tender proyek daerah yang tidak melalui prosedur resmi mengatakan, yang akan menanggung resikonya adalah pejabat terkait di tempat proyek itu ditenderkan.
"Saya kira aturannya sudah jelas, bila ada oknum yang berani melanggar aturan terkait proses lelang proyek, tentu ia harus berani bertanggungjawab," katanya. (Ant).
Ketua Pelaksana LPSE Sulawesi Tenggara, Dr. Rony Y La Ute di Kendari, Rabu mengatakan, dugaan proyek miliaran yang menyalahi aturan itu umumnya terdapat di beberapa proyek di kabupaten di Sultra.
"Hasil evaluasi LPSE Sultra, ternyata ada proyek yang ditenderkan di beberapa dinas di kabupaten hanya dilakukan melalui tender secara manual dengan tidak mencamtumkan hasil lelang melalui media elektronik," katanya.
Ia mencontohkan, proyek di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Muna dengan anggaran sebesar Rp20 miliar tidak melalui tender LPSE, sehingga terindikasi telah meyalahi prosedur Peraturan Presiden (Perpres) No:54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa.
Dengan demikian, kata Rony yang juga Kepala Bagian Administrasi an Perencanaan di Biro Pemerintahan Provinsi Sultra itu menilai bahwa semua proyek yang anggarannya di atas Rpp100 juta harus melalui lelang terbuka dengan menggunakan jasa LPSE.
Ketika ditanya alasan pihak instansi di daerah yang tidak menggunakan jasa LPSE, Rony mengatakan, itu merupakan akal-akalan dari panitia tender di daerah, sehingga jika ditemukan bermasalah, yang akan menanggung resikonya adalah Pemda dan panitia lelang.
"Saya kira sanksinya jelas, yakni berupa tindak pidana, ganti rugi dan tindakan administrasi," kata Rony seraya menambahakan selain proyek di Muna juga terjadi di kabupaten Kolaka dan Konawe Selatan dengan proyek yang sama.
Di Kabupaten Konawe Selatan, kata Rony, juga proyek Nakertrans mengenai proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) dengan anggaran hampir Rp30 miliar juga di duga tidak melalui LPSE, begitu pula proyek di Kabupaten Kolaka kasusnya juga seperti itu.
Gubernur Sultra, Nur Alam, pada keterangan terpisah terkait tender proyek daerah yang tidak melalui prosedur resmi mengatakan, yang akan menanggung resikonya adalah pejabat terkait di tempat proyek itu ditenderkan.
"Saya kira aturannya sudah jelas, bila ada oknum yang berani melanggar aturan terkait proses lelang proyek, tentu ia harus berani bertanggungjawab," katanya. (Ant).