Kupang,   (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Dr Thomas Ola Langoday, SE MSi, mengatakan ancaman rawan pangan yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat pemerintah tidak memiliki daerah sentra produksi pangan yang jelas.

"Jangan salahkan iklim, jika NTT dilanda ancaman rawan pangan. Tetapi karena pemerintah belum memiliki pemetaan yang jelas tentang daerah-daerah sentra produksi pangan," kata Langoday yang ditemui di Kupang, Jumat, menjawab masalah tentang ancaman rawan pangan yang sedang melanda provinsi kepulauan itu.

Dia mengatakan, sejumlah kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah provinsi untuk mengentaskan kemiskinan dan mengangkat derajat ekonomi warga di daerah tersebut, belum diikuti dengan sejumlah indikator pendukung program kebijakan yang nyata dan jelas.

Kebijakan Pemerintah NTT di bawah kendali Gubernur Frans Lebu Raya serta Wakil Gubernur Esthon Foenay, yang akan menjadikan NTT sebagai provinsi jagung, ternak, cendana dan lainnya itu, tidak diikuti dengan peta lokasi dan wilayah sebagai sentra produksi masing-masing.

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu memberikan contoh, untuk menjadikan NTT sebagai provinsi jagung, pemerintah harus menetapkan daerah atau kabupaten mana yang dijadikan sebagai sentra produksinya, sehingga menjadi jelas pengawasan pelaksanaan program dimaksud, melalui sejumlah intervensi yang akan dilakukan pemerintah.

"Kalau mau jadi provinsi jagung, tetapi tidak ada daerah yang ditetapkan sebagai sentra penghasil jagung yang utama, bagaimana bisa mengukur hasil capaiannya," kata Langoday.

Hal yang sama lanjut dia, juga berlaku untuk kebijakan menjadikan NTT sebagai provinsi sapi.

Pemerintah saat ini, kata Langoday masih berkutat kepada rencana kebijakan pada tataran konsep dan belum merambah hingga ke ranah implemetasi nyata, melalui pemetaan kebijakan di daerah yang dimiliki dan disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah.

Jika Kabupaten Lembata kata dia, memberikan usulan, memiliki potensi untuk menghasilkan jagung, jadikan kabupaten itu sebagai salah satu sentra produksi jagung, sehingga menjadi mudah bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pendampingan usaha produksi pertanian jagung di daerah itu, agar produktivitasnya bisa lebih baik.

"Hal yang sama juga misalnya jambu mete dan hasil pertanian lainnya. Jangan karena provinsi jagung lantas semua daerah disilahkan menanamnya, namun tanpa pendapingan dan pengawasan yang profesional.

Akhirnya indikator keberhasilan tidak bisa diukur dan kerawanan pangan datang  secara bertubi-tubi," kata Langoday.

Melihat fenomena tersebut, kata Langoday, Pemerintah NTT masih harus mengubah pola pelaksanaan kebijakan di masyarakat, sehingga tidak sekadar hanya mengubar program tanpa hasil, namun harus memiliki indikator faktual agar dapat terus diawasi dan dievaluasi secara berjenjang dan bertahap dari waktu ke waktu untuk capaian hasil yang maksimal. (Ant)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024