Kendari (ANTARANews) - Perusahaan tambang nikel di sejumlah kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang diduga mencemari lingkungan terutama pada area yang menjadi lahan usaha bagi warga di sekitar kawasan tambang, harus ditindak tegas oleh pemerintah kabupaten setempat.
"Pemerintah kabupaten pemilik lahan tambang nikel, harus berani menindak perusahaan tambang nikel pencemar lingkungan, sehingga masyarakat di sekitar kawasan tambang tidak menjadi korban," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Minggu.
Tindakan tegas dari pemerintah kabupaten, kata Nursalam, dapat berupa pencabutan izin operasional perusahaan tambang atau memaksa perusahaan memperhatikan limbahnya sehingga tidak mencemari lingkungan.
Dengan begitu ujarnya, maka lingkungan pemukiman dan area lahan usaha masyarakat seperti lahan pertanian, tambak atau budidaya rumput laut di sekitar kawasan tambang tidak tercemar limbah perusahaan nikel.
Anggota DPRD dari PDIP itu, mengaku sudah banyak mendapat pengaduan dari masyarakat di sekitar kawasan tambang seperti di Kabupaten Bombana, Konawe Selatan dan Kolaka, yang lahan usaha pertanian, budidaya rumput laut maupun tambak mereka sudah tercemar limbah berupa lumpur tanah dari area penambangan nikel.
Ribuan warga di tiga kabupaten tersebut, kata dia, sudah kesulitan mengembangkan usaha ekonomi produktif seperti budidaya rumput laut atau usaha tambak, karena lahan usaha mereka tidak cocok lagi untuk kegiatan usaha tersebut.
"Agar lahan usaha warga itu tidak terganggu oleh limbah tanah lumpur dari lokasi tambang, maka perusahaan pengelola tambang harus bertanggung jawab mencegah hal yang sangat merugikan masyarakat itu," katanya.
Sebelumnya, warga di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sultra mengeluhkan area usaha budidaya rumput laut mereka yang telah tercemar limbah tambang nikel dari perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut.
Sebelum ada penambangan nikel oleh PT Bily di Pulau Kabaena, budidaya rumput laut menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian besar warga, terutama yang tinggal di wilayah-wilayah pesisir pantai.
Saat ini, warga tidak dapat lagi mengembangkan usaha budidaya rumput laut akibat limbah dari penambangan nikel tersebut berupa lumpur yang meluber di area tempat warga membudidayakan rumput laut.
Selain menyebabkan pencemaran wilayah pesisir akibat luapan lumpur saat musim hujan, aktivitas penambangan nikel di Kabaena juga telah menjadi ancaman serius bagi mengeringnya sejumlah sumber mata air di sekitar kawasan tambang. (Ant).
"Pemerintah kabupaten pemilik lahan tambang nikel, harus berani menindak perusahaan tambang nikel pencemar lingkungan, sehingga masyarakat di sekitar kawasan tambang tidak menjadi korban," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Minggu.
Tindakan tegas dari pemerintah kabupaten, kata Nursalam, dapat berupa pencabutan izin operasional perusahaan tambang atau memaksa perusahaan memperhatikan limbahnya sehingga tidak mencemari lingkungan.
Dengan begitu ujarnya, maka lingkungan pemukiman dan area lahan usaha masyarakat seperti lahan pertanian, tambak atau budidaya rumput laut di sekitar kawasan tambang tidak tercemar limbah perusahaan nikel.
Anggota DPRD dari PDIP itu, mengaku sudah banyak mendapat pengaduan dari masyarakat di sekitar kawasan tambang seperti di Kabupaten Bombana, Konawe Selatan dan Kolaka, yang lahan usaha pertanian, budidaya rumput laut maupun tambak mereka sudah tercemar limbah berupa lumpur tanah dari area penambangan nikel.
Ribuan warga di tiga kabupaten tersebut, kata dia, sudah kesulitan mengembangkan usaha ekonomi produktif seperti budidaya rumput laut atau usaha tambak, karena lahan usaha mereka tidak cocok lagi untuk kegiatan usaha tersebut.
"Agar lahan usaha warga itu tidak terganggu oleh limbah tanah lumpur dari lokasi tambang, maka perusahaan pengelola tambang harus bertanggung jawab mencegah hal yang sangat merugikan masyarakat itu," katanya.
Sebelumnya, warga di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sultra mengeluhkan area usaha budidaya rumput laut mereka yang telah tercemar limbah tambang nikel dari perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut.
Sebelum ada penambangan nikel oleh PT Bily di Pulau Kabaena, budidaya rumput laut menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian besar warga, terutama yang tinggal di wilayah-wilayah pesisir pantai.
Saat ini, warga tidak dapat lagi mengembangkan usaha budidaya rumput laut akibat limbah dari penambangan nikel tersebut berupa lumpur yang meluber di area tempat warga membudidayakan rumput laut.
Selain menyebabkan pencemaran wilayah pesisir akibat luapan lumpur saat musim hujan, aktivitas penambangan nikel di Kabaena juga telah menjadi ancaman serius bagi mengeringnya sejumlah sumber mata air di sekitar kawasan tambang. (Ant).