London (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Inggris pada Rabu (27/11) menyebutkan bahwa Israel memiliki kewajiban hukum sebagai kekuatan penjajah, dan penting bagi komunitas internasional untuk memastikan Tel Aviv bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.

Menjawab pertanyaan dalam sidang Komite Urusan Luar Negeri di parlemen, David Lammy menggambarkan situasi mengenaskan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza sebagai sesuatu yang "sangat mengerikan."

 

Lammy menekankan bahwa Israel harus mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional.

"Ada kewajiban hukum sebagai kekuatan penjajah, dan komunitas internasional sangat jelas mengenai kewajiban itu. Kita harus meminta pertanggungjawaban Israel," katanya.

Hukum humaniter internasional atau hukum perang mengatur hak dan kewajiban yang sama antara negara maupun pihak non-negara yang sedang berkonflik.

Terdapat sejumlah kewajiban yang harus dilakukan pihak-pihak yang bersengketa dalam peperangan antara lain membedakan antara kombatan dan penduduk sipil; memastikan perlindungan warga sipil, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia.

Selain itu, wajib melindungi petugas medis, transportasi, dan peralatan medis; tidak melakukan serangan yang mengakibatkan kerusakan yang luas dan berkepanjangan terhadap lingkungan hidup; mematuhi hukum humaniter internasional atau hukum perang; dan menghormati Konvensi Jenewa.

Lammy menambahkan bahwa "Sebagai negara demokratis, saya berharap Israel mengingat kewajibannya di bawah hukum internasional."

Terkait pernyataan kontroversial pihak Israel yang mengusulkan aneksasi Tepi Barat yang diduduki, Lammy menyatakan, "Saya akan melakukan segala cara untuk memastikan hal itu tidak terjadi."

Lammy juga menegaskan keinginan Inggris untuk solusi dua negara, seraya memperingatkan bahwa tidak ada ruang untuk aneksasi ilegal.

Sebelumnya pada bulan ini, Menteri Keuangan Israel dari sayap kanan, Bezalel Smotrich, menyatakan bahwa "satu-satunya cara untuk menghapus ancaman negara Palestina adalah dengan menerapkan kedaulatan Israel atas permukiman di Yudea dan Samaria (Tepi Barat)."

Smotrich menyebut 2025 sebagai "tahun kedaulatan Israel di Tepi Barat" dan mengatakan telah menginstruksikan Divisi Permukiman serta Administrasi Sipil untuk mempersiapkan infrastruktur guna mendukung kebijakan tersebut.

Gencatan senjata

Lammy menegaskan kembali bahwa Inggris terus mendorong gencatan senjata di Gaza dan bekerja keras untuk mencapainya.

Pada hari yang sama, Lammy berbicara dengan Philippe Lazzarini, kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), mengenai situasi di Gaza yang ia sebut "sangat suram."

"Situasinya sangat mengerikan. Laporan mengenai kelaparan dan kelangkaan makanan sangat memprihatinkan," ujar Lammy.

Lammy menggarisbawahi pentingnya akses kemanusiaan yang tidak terhalang, seraya menuduh Israel telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap bantuan yang masuk ke Gaza.

"Konflik ini telah menyebabkan sebagian besar korban jiwa adalah anak-anak, yang sangat mengkhawatirkan," tambahnya.

Mengenai rancangan undang-undang di Knesset Israel yang akan menangguhkan UNRWA, Lammy memperingatkan bahwa keputusan tersebut akan memiliki "dampak besar dan bencana," tidak hanya di Gaza tetapi juga di wilayah pendudukan lainnya.

Inggris menyambut baik kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon yang mulai berlaku Rabu pagi, mengakhiri lebih dari 14 bulan pertempuran antara tentara Israel dan kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah.

"Kami ingin situasi di mana warga Lebanon dapat kembali ke selatan dan warga Israel dapat kembali ke utara," kata Lammy, seraya berharap pertempuran, tembakan senjata, dan korban jiwa dapat segera dihentikan.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Israel akan menarik pasukan ke selatan Garis Biru secara bertahap, sementara tentara Lebanon akan dikerahkan di Lebanon selatan dalam waktu tidak lebih dari 60 hari.

Kesepakatan ini diumumkan setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan proposal untuk mengakhiri konflik telah tercapai.

Langkah ini diharapkan dapat menghentikan serangan udara Israel terhadap kota-kota di Lebanon dan mengakhiri pertempuran lintas perbatasan yang berlangsung selama lebih dari setahun.

Surat penangkapan ICC

Pekan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengumumkan surat penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang" yang dilakukan sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024.

ICC mendapati "alasan yang masuk akal" untuk percaya bahwa Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas "kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode perang; dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, serta tindakan tidak manusiawi lainnya."

Serangan Israel yang terus berlangsung di Gaza selama lebih dari satu tahun telah menewaskan lebih dari 44.000 warga Palestina, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.

Blokade yang dilakukan Israel telah menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi, serta kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, yang mendorong penduduk Gaza menuju ambang kelaparan.

Sumber: Anadolu

 


 


Pewarta : Primayanti
Editor : Faidin
Copyright © ANTARA 2024