Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengedepankan pendekatan humanis dalam penyelesaian konflik pertanahan.
Nusron mengatakan Kementerian ATR/BPN selain menyiapkan lahan untuk pembangunan, juga bertanggung jawab untuk menyelesaikan jika terjadi konflik terkait pertanahan.
"Kalau tanya tentang konflik agrarianya kami yang tanggung jawab atasi. Pertama begini, yang namanya setiap kebijakan pasti akan menimbulkan reaksi. Intinya kami mempunyai kebijakan akan menyelesaikan setiap konflik itu secara humanis. Pendekatan kemanusiaan akan kami utamakan dalam setiap penyelesaian konflik berbasis tanah," ujarnya, di Jakarta, Selasa.
Pengadaan dan penyiapan tanah untuk pembangunan merupakan tugas rutin Kementerian ATR/BPN. Setiap ada Proyek Strategis Nasional (PSN) dan membutuhkan tanah, maka selalu dibentuk tim gabungan untuk panitia pengadaan tanah.
Ketua pengadaan tanahnya adalah Kementerian ATR/BPN kemudian yang membayar adalah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan dan yang menggunakan lahannya adalah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk pembangunan jalan tol, bendungan, tanggul, dan sebagainya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan sebanyak 13,8 juta bidang tanah yang memiliki sertifikat namun tidak memiliki peta lahan, berpotensi menimbulkan sengketa lahan.
Dirinya telah mendalami bahwa akibat masa lalu memang ada sekitar 6,4 juta hektare, yang kalau di sertifikatnya itu jumlahnya 13,8 juta bidang tanah, ada sertifikatnya, tapi tidak ada petanya. Hal ini memang berpotensi tumpang tindih dan persoalan 6,4 juta hektare lahan itu tersebar merata di seluruh Indonesia.
Ia mengatakan bahwa tumpang tindih kepemilikan lahan dapat memicu konflik sengketa lahan.
Nusron telah meminta kepada aparat penegak hukum agar para mafia tanah dikenakan pasal berlapis, tidak hanya tindak pidana umum atau tindak pidana korupsi, melainkan juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca juga: Menko Infrastruktur: Swasembada pangan penting bagi kebutuhan domestik
Nusron mengatakan Kementerian ATR/BPN selain menyiapkan lahan untuk pembangunan, juga bertanggung jawab untuk menyelesaikan jika terjadi konflik terkait pertanahan.
"Kalau tanya tentang konflik agrarianya kami yang tanggung jawab atasi. Pertama begini, yang namanya setiap kebijakan pasti akan menimbulkan reaksi. Intinya kami mempunyai kebijakan akan menyelesaikan setiap konflik itu secara humanis. Pendekatan kemanusiaan akan kami utamakan dalam setiap penyelesaian konflik berbasis tanah," ujarnya, di Jakarta, Selasa.
Pengadaan dan penyiapan tanah untuk pembangunan merupakan tugas rutin Kementerian ATR/BPN. Setiap ada Proyek Strategis Nasional (PSN) dan membutuhkan tanah, maka selalu dibentuk tim gabungan untuk panitia pengadaan tanah.
Ketua pengadaan tanahnya adalah Kementerian ATR/BPN kemudian yang membayar adalah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kementerian Keuangan dan yang menggunakan lahannya adalah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk pembangunan jalan tol, bendungan, tanggul, dan sebagainya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan sebanyak 13,8 juta bidang tanah yang memiliki sertifikat namun tidak memiliki peta lahan, berpotensi menimbulkan sengketa lahan.
Dirinya telah mendalami bahwa akibat masa lalu memang ada sekitar 6,4 juta hektare, yang kalau di sertifikatnya itu jumlahnya 13,8 juta bidang tanah, ada sertifikatnya, tapi tidak ada petanya. Hal ini memang berpotensi tumpang tindih dan persoalan 6,4 juta hektare lahan itu tersebar merata di seluruh Indonesia.
Ia mengatakan bahwa tumpang tindih kepemilikan lahan dapat memicu konflik sengketa lahan.
Nusron telah meminta kepada aparat penegak hukum agar para mafia tanah dikenakan pasal berlapis, tidak hanya tindak pidana umum atau tindak pidana korupsi, melainkan juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca juga: Menko Infrastruktur: Swasembada pangan penting bagi kebutuhan domestik