Jakarta (ANTARA) - Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah menekankan bahwa harmonisasi data Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) penting untuk direalisasikan demi menjamin implementasi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).
"Bukan lagi kesegeraan ya, tapi kewajiban yang sangat mendesak dan darurat, karena dengan data yang terintegrasi akan memudahkan semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa," kata Tantan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia menekankan harmonisasi data penting untuk memastikan tidak ada penerima manfaat yang terlewat ataupun menerima bantuan secara dobel atau bahkan tripel.
Ia menyebut data yang terintegrasi harus menjadi standar dalam pemerintahan yang baru ini, di mana sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman hanya memiliki satu data yang terpusat, sehingga sistem jaminan sosial di negara tersebut menjadi lebih kuat.
"Berbeda dengan negara kita, Kemensos punya, KemenHAM punya, nanti Kementerian Pendidikan juga punya, serta institusi lain. Belum lagi kalau di-breakdown di level pemda, pemkot, bahkan masing-masing unit dinas itu punya datanya sendiri-sendiri," ujarnya.
"Bisa jadi penerima manfaat mendapatkan dobel karena belum update datanya di pemkot, bisa jadi dapat lagi karena data provinsi belum update, dan di nasional bisa jadi dapat lagi, sementara ada yang terlewat di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan pusat juga terlewat. Dengan data yang terintegrasi, semuanya akan dimudahkan dan bisa menyejahterakan masyarakat," lanjutnya.
Menurut Tantan, semua masyarakat yang berhak atas skema PBI Jamsostek akan mendapatkan haknya bila data tersebut terintegrasi dengan baik.
Dengan adanya integrasi data, kata dia, hal tersebut tidak hanya membantu negara, namun juga turut menjadi sarana akselerasi percepatan pembangunan masyarakat di Indonesia.
"Jadi, nanti bisa ketahuan itu sasaran yang menjadi entitas utama yang wajib dibantu dan diberdayakan," ujarnya.
Senada dengan Tantan, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto sebelumnya menyatakan integrasi data menjadi penting demi merealisasikan skema PBI Jamsostek.
"Jaminan sosial harus berkesinambungan dan pemerintah baru harus segera mengambil langkah konkret agar pekerja miskin tidak tertinggal dalam perlindungan sosial," ucapnya.
Menurut Edy, setiap orang berhak atas jaminan sosial karena merupakan jaring pengaman perekonomian masyarakat.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan mengenai hak setiap individu atas jaminan sosial. Kemudian, Pasal 14 dan 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang menggarisbawahi kewajiban pemerintah untuk mendaftarkan penerima bantuan iuran, terutama bagi fakir miskin dan orang tidak mampu.
Oleh karena itu, Edy menekankan penting bagi pemerintah untuk segera mendaftarkan pekerja miskin ke dalam program Jamsostek, yang salah satunya bisa diwujudkan dengan melakukan integrasi data antara Kemensos dan KemenHAM.
"Bukan lagi kesegeraan ya, tapi kewajiban yang sangat mendesak dan darurat, karena dengan data yang terintegrasi akan memudahkan semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa," kata Tantan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia menekankan harmonisasi data penting untuk memastikan tidak ada penerima manfaat yang terlewat ataupun menerima bantuan secara dobel atau bahkan tripel.
Ia menyebut data yang terintegrasi harus menjadi standar dalam pemerintahan yang baru ini, di mana sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman hanya memiliki satu data yang terpusat, sehingga sistem jaminan sosial di negara tersebut menjadi lebih kuat.
"Berbeda dengan negara kita, Kemensos punya, KemenHAM punya, nanti Kementerian Pendidikan juga punya, serta institusi lain. Belum lagi kalau di-breakdown di level pemda, pemkot, bahkan masing-masing unit dinas itu punya datanya sendiri-sendiri," ujarnya.
"Bisa jadi penerima manfaat mendapatkan dobel karena belum update datanya di pemkot, bisa jadi dapat lagi karena data provinsi belum update, dan di nasional bisa jadi dapat lagi, sementara ada yang terlewat di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan pusat juga terlewat. Dengan data yang terintegrasi, semuanya akan dimudahkan dan bisa menyejahterakan masyarakat," lanjutnya.
Menurut Tantan, semua masyarakat yang berhak atas skema PBI Jamsostek akan mendapatkan haknya bila data tersebut terintegrasi dengan baik.
Dengan adanya integrasi data, kata dia, hal tersebut tidak hanya membantu negara, namun juga turut menjadi sarana akselerasi percepatan pembangunan masyarakat di Indonesia.
"Jadi, nanti bisa ketahuan itu sasaran yang menjadi entitas utama yang wajib dibantu dan diberdayakan," ujarnya.
Senada dengan Tantan, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto sebelumnya menyatakan integrasi data menjadi penting demi merealisasikan skema PBI Jamsostek.
"Jaminan sosial harus berkesinambungan dan pemerintah baru harus segera mengambil langkah konkret agar pekerja miskin tidak tertinggal dalam perlindungan sosial," ucapnya.
Menurut Edy, setiap orang berhak atas jaminan sosial karena merupakan jaring pengaman perekonomian masyarakat.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan mengenai hak setiap individu atas jaminan sosial. Kemudian, Pasal 14 dan 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang menggarisbawahi kewajiban pemerintah untuk mendaftarkan penerima bantuan iuran, terutama bagi fakir miskin dan orang tidak mampu.
Oleh karena itu, Edy menekankan penting bagi pemerintah untuk segera mendaftarkan pekerja miskin ke dalam program Jamsostek, yang salah satunya bisa diwujudkan dengan melakukan integrasi data antara Kemensos dan KemenHAM.