Kendari (ANTARA) - Badan Pengawasan Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara memetakan ada tujuh isu kerawanan pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Bumi Anoa.
Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sultra Iwan Rompo Banne saat ditemui di Kendari, Senin, mengatakan tujuh peta kerawanan tersebut berdasarkan dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan pemetaan terhadap kejadian pada pelaksaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Tujuh isu kerawanan Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil analisis IKP Pemilu 2024 dan pemetaan kejadian pada tahun 2024," kata Iwan Rompo.
Dia menjelaskan tujuh isu kerawanan tersebut meliputi faktor kerawanan isu pelaksanaan pemungutan suara yang terdiri atas ketidaktahuan penyelenggara tingkat ad hoc tentang syarat administratif pemilih, pemilih tidak memenuhi syarat memilih, pemilih yang memilih lebih dari satu kali, dan pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain untuk memilih.
"Dari isu pertama itu, daerah yang rawan tinggi terdapat di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka, Bombana, Buton, dan Buton Selatan. Rawan sedang terdapat di Kabupaten Kolaka Utara, Koltim, Konawe, Konsel, Konut, Muna, Butur, Buteng, dan Konawe Kepulauan. Sedangkan rawan rendah di Kabupaten Muna Barat dan Wakatobi," ujarnya.
Ketua Bawaslu Provinsi Sultra Iwan Rompo Banne. (ANTARA/La Ode Muh Deden Saputra)
Iwan Rompo mengungkapkan bahwa isu kedua, yaitu faktor kerawanan distribusi logistik pemilihan yang terdapat empat temuan, yakni tertukarnya surat suara pada hari pemungutan suara, kekurangan surat suara pada hari pemungutan suara, permasalahan logistik pemilihan yang mengganggu jalannya pemungutan suara, dan logistik pemilihan tidak diberikan perlakuan khusus oleh perusahaan jasa pendistribusian dan dikirim bersamaan dengan logistik umum lainnya.
"Untuk isu kedua itu yang masuk rawan tinggi terdapat di Kabupaten Muna Barat, sedangkan 16 kabupaten/kota lainnya masuk kategori rawan sedang," ucapnya.
Isu ketiga terkait kerawanan adjudikasi dan keberatan yang terdapat lima isu, yakni tata cara dan prosedur rekapitulasi perolehan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan KPU, KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tentang pelaksanaan pemilihan suara ulang.
Kemudian, selisih suara yang tipis antarpeserta pemilihan, perlakuan tidak adil terhadap kontestasi pemilihan, dan penggelembungan jumlah perolehan suara pada rekapitulasi perolehan suara.
"Yang masuk daerah rawan tinggi, yaitu Kabupaten Busel dan Muna. Rawan sedang ada Buteng, Konsel, Baubau, Buton, Wakatobi, dan Konawe Kepulauan. Untuk rawan rendah ada Butur, Konawe, Kolaka, Kendari, Bombana, Koltim, Kolut, Mubar, dan Konut," jelasnya.
Iwan Rompo memaparkan isu selanjutnya terkait faktor kerawanan keamanan, isu otoritas penyelenggara pemilu, netralitas aparatur sipil negara (ASN), dan faktor kerawanan isu politik uang.
Ia menambahkan bahwa setelah pemetaan tersebut, Bawaslu kabupaten/kota se-Sultra juga akan ikut memetakan isu kerawanan di masing-masing daerah, kemudian bersama-sama melaksanakan rapat koordinasi untuk mengambil langkah mitigasi terkait antisipasi kerawanan tersebut.
Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sultra Iwan Rompo Banne saat ditemui di Kendari, Senin, mengatakan tujuh peta kerawanan tersebut berdasarkan dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan pemetaan terhadap kejadian pada pelaksaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Tujuh isu kerawanan Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil analisis IKP Pemilu 2024 dan pemetaan kejadian pada tahun 2024," kata Iwan Rompo.
Dia menjelaskan tujuh isu kerawanan tersebut meliputi faktor kerawanan isu pelaksanaan pemungutan suara yang terdiri atas ketidaktahuan penyelenggara tingkat ad hoc tentang syarat administratif pemilih, pemilih tidak memenuhi syarat memilih, pemilih yang memilih lebih dari satu kali, dan pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain untuk memilih.
"Dari isu pertama itu, daerah yang rawan tinggi terdapat di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka, Bombana, Buton, dan Buton Selatan. Rawan sedang terdapat di Kabupaten Kolaka Utara, Koltim, Konawe, Konsel, Konut, Muna, Butur, Buteng, dan Konawe Kepulauan. Sedangkan rawan rendah di Kabupaten Muna Barat dan Wakatobi," ujarnya.
Iwan Rompo mengungkapkan bahwa isu kedua, yaitu faktor kerawanan distribusi logistik pemilihan yang terdapat empat temuan, yakni tertukarnya surat suara pada hari pemungutan suara, kekurangan surat suara pada hari pemungutan suara, permasalahan logistik pemilihan yang mengganggu jalannya pemungutan suara, dan logistik pemilihan tidak diberikan perlakuan khusus oleh perusahaan jasa pendistribusian dan dikirim bersamaan dengan logistik umum lainnya.
"Untuk isu kedua itu yang masuk rawan tinggi terdapat di Kabupaten Muna Barat, sedangkan 16 kabupaten/kota lainnya masuk kategori rawan sedang," ucapnya.
Isu ketiga terkait kerawanan adjudikasi dan keberatan yang terdapat lima isu, yakni tata cara dan prosedur rekapitulasi perolehan suara yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan peraturan KPU, KPU tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tentang pelaksanaan pemilihan suara ulang.
Kemudian, selisih suara yang tipis antarpeserta pemilihan, perlakuan tidak adil terhadap kontestasi pemilihan, dan penggelembungan jumlah perolehan suara pada rekapitulasi perolehan suara.
"Yang masuk daerah rawan tinggi, yaitu Kabupaten Busel dan Muna. Rawan sedang ada Buteng, Konsel, Baubau, Buton, Wakatobi, dan Konawe Kepulauan. Untuk rawan rendah ada Butur, Konawe, Kolaka, Kendari, Bombana, Koltim, Kolut, Mubar, dan Konut," jelasnya.
Iwan Rompo memaparkan isu selanjutnya terkait faktor kerawanan keamanan, isu otoritas penyelenggara pemilu, netralitas aparatur sipil negara (ASN), dan faktor kerawanan isu politik uang.
Ia menambahkan bahwa setelah pemetaan tersebut, Bawaslu kabupaten/kota se-Sultra juga akan ikut memetakan isu kerawanan di masing-masing daerah, kemudian bersama-sama melaksanakan rapat koordinasi untuk mengambil langkah mitigasi terkait antisipasi kerawanan tersebut.