Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengingatkan bahwa penegakan hukum tetap harus mengedepankan hak asasi manusia, terutama di tengah situasi politik saat ini yang sangat dinamis dan dapat memicu berbagai aksi massa.
Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham Dhahana Putra menyoroti dinamika politik yang hangat belakangan ini dan berbagai aksi demonstrasi yang muncul sebagai respons elemen masyarakat, mulai dari civitas academica, mahasiswa, masyarakat, pekerja, artis, komika, politikus, dan sebagainya.
"Saya harap Polri dalam menjalankan tugas penegakan hukum terhadap para pengunjuk rasa, prinsip-prinsip hak asasi manusia harus tetap dijunjung tinggi," ujar Dhahana dalam keterangan tertulis resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dalam kondisi apapun, kata dia, tugas Polri untuk menegakkan hukum secara profesional dan berkeadilan, dengan tetap menghormati hak asasi manusia setiap warga negara.
Maka dari itu, dirinya mengingatkan agar aparat kepolisian tidak terprovokasi oleh subjektivitas atau emosi yang dapat timbul saat berhadapan dengan massa pengunjuk rasa.
Merujuk pada Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Dhahana mengungkapkan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Hal itu juga sejalan dengan Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menggariskan bahwa setiap orang bebas untuk memiliki, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai dengan hati nuraninya secara lisan dan/atau tulisan melalui berbagai sarana yang tersedia.
Oleh karena itu, Dirjen HAM meminta agar Polri senantiasa menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan hak untuk menyampaikan aspirasi yang dijamin oleh konstitusi dan UU. Dengan demikian, penegakan hukum terhadap para pengunjuk rasa harus dilakukan secara proporsional, dengan mengedepankan dialog dan pendekatan yang humanis.
Terlebih, Polri telah memiliki Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Instrumen itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dengan adanya dua regulasi tersebut, Dhahana menegaskan bahwa sudah sepatutnya nilai prinsip-prinsip HAM, yang juga terkandung dalam slogan presisi, ditegakkan Polri dalam menyikapi aksi massa.
“Jangan sampai terjadi tindakan yang melanggar hak asasi manusia, karena setiap tindakan represif yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM hanya akan memperburuk situasi dan mencederai demokrasi yang sedang kita bangun,” katanya.
Dirjen HAM pun mengaku akan terus memantau situasi dan memberikan rekomendasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tetap menjadi landasan utama dalam setiap tindakan penegakan hukum di Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham Dhahana Putra menyoroti dinamika politik yang hangat belakangan ini dan berbagai aksi demonstrasi yang muncul sebagai respons elemen masyarakat, mulai dari civitas academica, mahasiswa, masyarakat, pekerja, artis, komika, politikus, dan sebagainya.
"Saya harap Polri dalam menjalankan tugas penegakan hukum terhadap para pengunjuk rasa, prinsip-prinsip hak asasi manusia harus tetap dijunjung tinggi," ujar Dhahana dalam keterangan tertulis resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Dalam kondisi apapun, kata dia, tugas Polri untuk menegakkan hukum secara profesional dan berkeadilan, dengan tetap menghormati hak asasi manusia setiap warga negara.
Maka dari itu, dirinya mengingatkan agar aparat kepolisian tidak terprovokasi oleh subjektivitas atau emosi yang dapat timbul saat berhadapan dengan massa pengunjuk rasa.
Merujuk pada Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Dhahana mengungkapkan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Hal itu juga sejalan dengan Pasal 25 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menggariskan bahwa setiap orang bebas untuk memiliki, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai dengan hati nuraninya secara lisan dan/atau tulisan melalui berbagai sarana yang tersedia.
Oleh karena itu, Dirjen HAM meminta agar Polri senantiasa menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan hak untuk menyampaikan aspirasi yang dijamin oleh konstitusi dan UU. Dengan demikian, penegakan hukum terhadap para pengunjuk rasa harus dilakukan secara proporsional, dengan mengedepankan dialog dan pendekatan yang humanis.
Terlebih, Polri telah memiliki Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Instrumen itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dengan adanya dua regulasi tersebut, Dhahana menegaskan bahwa sudah sepatutnya nilai prinsip-prinsip HAM, yang juga terkandung dalam slogan presisi, ditegakkan Polri dalam menyikapi aksi massa.
“Jangan sampai terjadi tindakan yang melanggar hak asasi manusia, karena setiap tindakan represif yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM hanya akan memperburuk situasi dan mencederai demokrasi yang sedang kita bangun,” katanya.
Dirjen HAM pun mengaku akan terus memantau situasi dan memberikan rekomendasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tetap menjadi landasan utama dalam setiap tindakan penegakan hukum di Indonesia.