Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan kontrasepsi berkontribusi menurunkan angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR).
 
"Dulu, di era 1970-an, TFR Indonesia sangat tinggi, rata-rata 5,6-5,7. Penurunan TFR terjadi karena pemakaian kontrasepsi, sehingga Indonesia sekarang berhasil mencapai TFR 2,18,” ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada masa subur selama hidupnya. Angka TFR 2,18 berarti rata-rata perempuan di Indonesia melahirkan dua orang anak selama masa subur.
 
Hasto menjelaskan penggunaan kontrasepsi juga berpengaruh mengatur jarak kehamilan sehingga juga berkontribusi terhadap penurunan angka stunting.
 
Stunting sangat berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi, karena berkaitan erat dengan pengaturan jarak. Presiden sudah mengarahkan kepada kita untuk menuju angka 14 persen. Oleh karena itu salah satu yang penting untuk kita tekankan di sini, bagaimana kita menjaga jarak kehamilan,” katanya.
 
Pada Hari Kontrasepsi Sedunia 2023 Hasto menyampaikan pentingnya penggunaan kontrasepsi untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
 
“Bisa kita lihat di Papua, kematian ibu masih 565 per 100.000 kelahiran, Nusa Tenggara Timur (NTT) 316, Sulawesi Barat masih 74, ini sangat relevan dengan penggunaan kontrasepsi. Kalau sukses menggunakan kontrasepsi itu bisa menurunkan AKI dan AKB," ucapnya.
 
Untuk menuju pembangunan Indonesia yang berkelanjutan, kata dia, target AKI adalah 70 per 100.000 pada tahun 2030.
 
“Waktunya tinggal enam tahun lagi. Sekarang masih 189 per 100.000. Begitu juga AKB yang juga masih perlu perhatian karena target kita di bawah 12 per 1.000 kelahiran hidup," paparnya. Saat ini provinsi yang bisa menyentuh angka 12 persen baru Jawa Tengah, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.
 
Saat ini, lanjutnya, alat kontrasepsi yang gencar dikampanyekan adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), karena efek sampingnya minimal dengan jangka waktu pemakaian lebih lama.
 
"Pemakaian KB spiral atau IUD mungkin kurang, susuk, kemudian Medis Operasi Wanita (MOW) dan Medis Operasi Pria (MOP) juga kurang, sehingga proporsinya terhadap yang pakai pil, kondom, dan suntik, rendah hanya 22,03 persen,” ucapnya. 
 
Meski begitu ia mengapresiasi pemakaian kontrasepsi modern (mCPR) yang angkanya semakin meningkat sejak tahun 2017 hingga tahun ini.
 
“Persentase pemakaian kontrasepsi modern kita tertinggi di tahun 2022-2023. Sejak tahun 2017 belum pernah angka mCPR kita mencapai angka 59. Waktu pandemi hanya turun sedikit dari 57,9 menjadi 57, dan sekarang menjadi 59,4," katanya.
 
Ia berpesan kepada seluruh bidan di daerah untuk mengutamakan penggunaan MKJP pascapersalinan, diantaranya IUD, implan, MOW, atau MOP.
 
"Kami mohon dukungannya kepada para bidan, karena setiap tahun ada 4,5 hingga 4,8 juta ibu melahirkan dan saya kira IUD menjadi salah satu yang penting untuk dilakukan pemasangan pada pascapersalinan," kata Hasto.
 
Ia mendorong penggunaan MKJP terus disosialisasikan karena hingga saat ini, rata-rata baru 29 persen peserta yang sudah melakukan KB ini dengan baik.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tekan kematian, BKKBN serukan penggunaan kontrasepsi jangka panjang

Pewarta : Lintang Budiyanti Prameswari
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024