Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebut sebanyak 9,68 persen dari perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
"Sebanyak 9,68 persen dari perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan persentase laki-laki yaitu 9,40 persen," kata Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu dalam acara bincang media bertajuk "Perempuan Inspirator Keluar dari Kemiskinan" di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan kemiskinan sering dikaitkan dengan perempuan karena pada masyarakat miskin perempuan menjadi indikator kesejahteraan yang lebih rendah.
"Dari berbagai analisis, pada keluarga miskin, indikator kualitas SDM pada perempuan memang lebih rendah dibandingkan laki-laki," kata Titi Eko Rahayu.
Dampak kemiskinan, lanjutnya, juga masih lebih banyak dirasakan oleh kelompok perempuan. Kemiskinan yang dirasakan perempuan pun, menurutnya, bersifat lintas generasi.
Kementerian PPPA menyoroti upah perempuan yang lebih rendah dari laki-laki.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, rata-rata upah selama sebulan yang diterima oleh perempuan adalah Rp2.593.709, atau sekitar 78 persen dari rata-rata upah yang diterima laki-laki.
"Faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan upah adalah hal yang berkaitan dengan referensi, dimana pada umumnya kaum perempuan lebih memilih pekerjaan yang fleksibel," katanya.
Menurut Titi Eko Rahayu, situasi ini diambil berdasarkan peran domestik yang dimiliki perempuan, sehingga fleksibilitas untuk dapat bekerja sambil tetap mengerjakan pekerjaan domestik, mempengaruhi besaran upah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 9,68 persen perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan
"Sebanyak 9,68 persen dari perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan persentase laki-laki yaitu 9,40 persen," kata Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPPA Titi Eko Rahayu dalam acara bincang media bertajuk "Perempuan Inspirator Keluar dari Kemiskinan" di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan kemiskinan sering dikaitkan dengan perempuan karena pada masyarakat miskin perempuan menjadi indikator kesejahteraan yang lebih rendah.
"Dari berbagai analisis, pada keluarga miskin, indikator kualitas SDM pada perempuan memang lebih rendah dibandingkan laki-laki," kata Titi Eko Rahayu.
Dampak kemiskinan, lanjutnya, juga masih lebih banyak dirasakan oleh kelompok perempuan. Kemiskinan yang dirasakan perempuan pun, menurutnya, bersifat lintas generasi.
Kementerian PPPA menyoroti upah perempuan yang lebih rendah dari laki-laki.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, rata-rata upah selama sebulan yang diterima oleh perempuan adalah Rp2.593.709, atau sekitar 78 persen dari rata-rata upah yang diterima laki-laki.
"Faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan upah adalah hal yang berkaitan dengan referensi, dimana pada umumnya kaum perempuan lebih memilih pekerjaan yang fleksibel," katanya.
Menurut Titi Eko Rahayu, situasi ini diambil berdasarkan peran domestik yang dimiliki perempuan, sehingga fleksibilitas untuk dapat bekerja sambil tetap mengerjakan pekerjaan domestik, mempengaruhi besaran upah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 9,68 persen perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan