Kendari (ANTARA) - Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), telah mengantarpulaukan sebanyak 4.914 ton hasil perikanan laut khususnya rumput laut selama 2022.
Kepala SKIPM Baubau Yuni Irawati Wijaya dalam tertulis yang diterima di Kendari, Sabtu, menyebutkan, dari lima top komoditas hasil perikanan non hidup di Baubau, rumput laut menempati posisi terbesar.
"Komoditas rumput laut masih menjadi primadona dengan frekuensi pengiriman 386 kali dengan nilai Rp33,3 miliar dari nilai seluruh hasil perikanan yang mencapai Rp100 miliar " katanya.
Menurut Yuni, kualitas rumput laut asal Kepulauan Buton menjadi rebutan daerah lain, sehingga berpotensi besar untuk bisa diekspor langsung ke luar negeri.
Selain rumput lain, posisi kedua ditempati ikan layang dengan volume 4.093 ton dengan nilai Rp41,7 miliar. Selanjutnya ikan teri mencapai 1.819 ton dengan nilai Rp17,3 miliar, ikan tongkol 997 ton dengan nilai Rp9,5 miliar dan urutan kelima cakalang sebanyak 583 ton dengan nilai Rp7 miliar.
Sementara itu sepanjang 2021 lalu lintas perikanan non hidup 10 ribu ton, jumlah tersebut menurun sejak 2019 dengan angka 14 ton dan 2020 sejumlah 12 ton. Dari 10 ribu ton ikan beku yang diantarpulaukan di 2021 bernilai Rp173 miliar.
"Berbeda dengan tahun 2020 nilai ikan beku yang diantarpulaukan mencapai Rp200 miliar, begitupun tahun 2019 sejumlah Rp246 miliar," tuturnya.
SKIPM Bauabau, dalam ekspansi ke depan juga melakukan kerja sama dengan Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) dalam pengembangan sektor perikanan.
Kerja sama ini dilakakukan dalam rangka agenda pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penyakit ikan serta mutu dan keamanan hasil perikanan.
Kerja sama tersebut menurut Yuni akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Manfaat terbesar akan cukup dirasakan mahasiswa selain sharing ilmu pengetahuan, SKIPM sudah memilik laboratorium yang dapat menguji delapan item perikanan mulai dari parasit, jamur hingga bakteri dan virus, sementara Laboratorium di Unidayan peralatannya belum begitu lengkap.
Kepala SKIPM Baubau Yuni Irawati Wijaya dalam tertulis yang diterima di Kendari, Sabtu, menyebutkan, dari lima top komoditas hasil perikanan non hidup di Baubau, rumput laut menempati posisi terbesar.
"Komoditas rumput laut masih menjadi primadona dengan frekuensi pengiriman 386 kali dengan nilai Rp33,3 miliar dari nilai seluruh hasil perikanan yang mencapai Rp100 miliar " katanya.
Menurut Yuni, kualitas rumput laut asal Kepulauan Buton menjadi rebutan daerah lain, sehingga berpotensi besar untuk bisa diekspor langsung ke luar negeri.
Selain rumput lain, posisi kedua ditempati ikan layang dengan volume 4.093 ton dengan nilai Rp41,7 miliar. Selanjutnya ikan teri mencapai 1.819 ton dengan nilai Rp17,3 miliar, ikan tongkol 997 ton dengan nilai Rp9,5 miliar dan urutan kelima cakalang sebanyak 583 ton dengan nilai Rp7 miliar.
Sementara itu sepanjang 2021 lalu lintas perikanan non hidup 10 ribu ton, jumlah tersebut menurun sejak 2019 dengan angka 14 ton dan 2020 sejumlah 12 ton. Dari 10 ribu ton ikan beku yang diantarpulaukan di 2021 bernilai Rp173 miliar.
"Berbeda dengan tahun 2020 nilai ikan beku yang diantarpulaukan mencapai Rp200 miliar, begitupun tahun 2019 sejumlah Rp246 miliar," tuturnya.
SKIPM Bauabau, dalam ekspansi ke depan juga melakukan kerja sama dengan Universitas Dayanu Ikhsanuddin (Unidayan) dalam pengembangan sektor perikanan.
Kerja sama ini dilakakukan dalam rangka agenda pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penyakit ikan serta mutu dan keamanan hasil perikanan.
Kerja sama tersebut menurut Yuni akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Manfaat terbesar akan cukup dirasakan mahasiswa selain sharing ilmu pengetahuan, SKIPM sudah memilik laboratorium yang dapat menguji delapan item perikanan mulai dari parasit, jamur hingga bakteri dan virus, sementara Laboratorium di Unidayan peralatannya belum begitu lengkap.